Makam Mbah Priok Hanya Mitos Legenda Fantastik
Makam Mbah Priok lebih banyak mengandung cerita dan kurang
sekali nilai sejarahnya. Kebanyakan hanya mitos, legenda fantastic. Maka sama
sekali tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebuah cagar budaya.
Demikian disimpulkan Sejarawan dari Universitas Indonesia,
JJ Rizal, usai memaparkan kajiannya tentang makam Mbah Priok di hadapan Wakil
Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI
Jakarta, Rabu (19/5 2010).
Inilah beritanya:
lawupos | Thursday, 20 May 2010
lawupos.net: Makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara dinilai
sejarawan masih kurang memenuhi syarat untuk dapat dijadikan sebuah cagar
budaya, karena minimnya bukti sejarah mengenai peran tokoh tersebut dalam
penyebaran agama Islam.
“Sama sekali tidak memenuhi syarat, tidak ada nilai
sejarahnya. Ini adalah tokoh yang dibuat-buat dan diperbesar peranannya,”
demikian disimpulkan Sejarawan dari Universitas Indonesia, JJ Rizal, usai
memaparkan kajiannya tentang makam Mbah Priok di hadapan Wakil Gubernur DKI
Jakarta, Prijanto, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Rabu
(19/5).
Keberadaan makam yang dikeramatkan tersebut menurut Rizal
lebih banyak mengandung cerita (story) dan kurang sekali nilai sejarahnya
(history), di mana kebanyakan hanya berupa mitos, legenda berisi sepak terjang,
petualangan ajaib dan fantastik yang bersangkutan ketika hidup.
Bahkan setelah meninggal dunia pun namanya tetap disanjung
dan diwarnai berbagai cerita yang isinya di luar nalar dan akal sehat.
“Bahkan seringkali satu cerita dengan cerita lainya
bertentangan,” ujar Rizal.
Ia mengaku telah melakukan penelusuran mulai dari catatan
sejarah hingga melakukan wawancara dengan ahli waris, di mana salah seorang
ahli waris mengaku bahwa Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok itu bahkan
belum sempat menyiarkan agama Islam di tanah Betawi karena keburu meninggal
dunia.
Rizal juga menggugat pengakuan beberapa pihak bahwa Tanjung
Priok diberi nama berdasarkan kisah Hasan Al Haddad, karena daerah itu telah
bernama Tanjung Priok jauh sebelum Hasan Al Haddad berlayar ke Batavia.
Dalam mitologi orang Betawi, asal muasal penyebutan nama
Tanjung Priok tidak pernah dikaitkan dengan nama Mbah Priok, melainkan
seringkali dikaitkan dengan nama Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah
Warakas, yang memang merupakan pembuat periuk atau priok.
Rizal menyebut data itu disajikan dalam buku “Profile Tanah
Betawi” dan “Babad Tanah Betawi” karya budayawan Betawi, Ridwan Saidi.
Sementara mengenai bukti penyebaran agama Islam yang
dilakukan oleh yang bersangkutan, dari penelusuran data sejarah oleh para
peneliti sejarah, juga tidak ditemukan bukti yang kuat.
“Dari segi historis dalam jaringan orang yang dianggap
berjasa mengislamkan tanah Betawi tidak sekalipun tercantum atau disebut nama
Habib Hasan Al Haddad alias Mbah Priok,” kata Rizal.
Bahkan dalam studi klasik yang dilakukan oleh LWC Van Den
Berg tahun 1886 dalam bukunya “Orang Arab di Nusantara” mengenai komunitas
Hadramaut dan koloni Arab di Indonesia, nama Hasan Al Haddad juga tidak
ditemukan.
“Padahal, buku ini merupakan laporan terlengkap berdasarkan
riset, observasi dan wawancara komprehensif Berg terhadap kelompok
Arab-Hadramaut, terutama yang ada di Batavia,” ujar Rizal.
Anakronisme atau keterbolakbalikan waktu juga menjadi satu
hal yang membuat sejarah mengenai Mbah Priok tidak dapat diverifikasi seperti
yang ditulis dalam buku panduan peziarah, di mana disebutkan makam itu berasal
dari pertengahan tahun 1700-an.
Disebutkannya bahwa Mbah Priok meninggal pada 1756 dan lahir
pada 1727. “Tetapi tidak ada bukti berupa arsip atau keterangan dari zaman itu
sebagaimana kita mendapat bukti soal makam Habib Husein Alaydrus atau yang
sohor disebut makam keramat Luar Batang yang ada tercatat dalam kronik kompeni
merujuk ke tahun wafatnya 1756,” kata Rizal.
Salah satu bukti mudah, katanya, adalah pemasangan apa yang
diklaim foto diri Habib Hasan Al Haddad yang tergantung di dinding atas makam,
padahal diriwayatkan ia berasal dari pertengahan abad ke-18.
“Teknologi foto baru dikenal di Hindia Belanda pada
penghujung abad ke-19. Anakronisme ini semakin menguatkan betapa makam Mbah
Priok lebih merupakan mitos yang diciptakan dari sejarah atau peristiwa masa
lalu seorang `tokoh` yang diidealisir,” ujar Rizal.
Dengan itu, ia menyebut niat Pemprov DKI untuk menganggap
makam Mbah Priok sebagai peninggalan sejarah mesti ditinjau ulang.
Dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb. 11/1/1972 disebutkan
bahwa bangunan bersejarah cagar budaya adalah bangunan yang berumur
sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa serta gaya yang khas dari masa
lalu. Selain itu juga memiliki aspek penting bagi sejarah ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan memang pihaknya hingga saat ini belum berani menetapkan kawasan makam Habib Hasan Al Haddad atau Mbah Priok sebagai situs cagar budaya.
“Kita akan menunggu dulu hasil penelitian MUI (Majelis Ulama
Indonesia). Kalau dari hasil kajian makam dinyatakan layak dijadikan cagar
budaya, maka proses penetapan segera dilakukan,” kata Arie.
Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka usulan untuk
menjadikan makam Mbah Priok akan dipertimbangkan kembali.
Demikianlah keterangan dari ahli sejarah yang telah
menelusurinya.
Pelestarian Makam Mbah Priok berarti membodohi
masyarakat.
Kalau masih ada yang ngotot untuk menjadikannya sebagai
cagar budaya berarti masyarakat ini hanya akan dibodohi, dengan lebih
mempercayai pembuat cerita dusta dibanding ahli sejarah dari perguruan tinggi
terkemuka. Belum lagi dari segi aqidah Islam, mempunyai nilai terbalik.
Mestinya menghapus aneka macam yang dikeramatkan karena menimbulkan
kemusyrikan, larangan paling besar di dalam Islam; malah didukung dengan
dilestarikannya apa yang telah dikeramatkan padahal penuh cerita khayal alias
dusta. Misalnya kisah makam itu benar pun kalau kemudian dikeramatkan tetap
akan merusak aqidah karena akan menimbulkan kemusyrikan.
Menjadikan makam Mbah Priok yang penuh mitos, legenda
fantastic sebagai cagar budaya yang dilestarikan hanyalah membodohi masyarakat,
sekaligus merusak agama. Itu saja! (nahimunkar.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar