MASYARAKAT JAKARTA dan sekitarnya sejak beberapa
waktu lalu dapat menyimak siaran sebuah radio berlabel Islam yang mengudara
pada frekwensi AM720. Namanya Radio Silaturahim, atau biasa disingkat Rasil.
Dinamakan Radio Silaturahim karena beralamat di jalan Masjid Silaturrahim No.
36 Halimanggis, Cibubur, Bekasi.
Radio yang bermoto Untuk Islam Yang Satu ini
mempunyai misi untuk menegakkan kalimat Allah, keadilan, memperjuangkan
kebenaran dan menyambung serta merajut tali persaudaraan diantara kaum muslim,
tanpa melihat kelompok, golongan, sekte dan mazhab, dan tidak berprinsip pada
kefanatikan.
Misi yang mulia itu diwujudkan dalam serangkaian program,
antara lain Tausiyah Sore, yang salah satu narasumbernya bernama ustadz Zen
Al-Hady, dan berlangsung sejak sekitar pukul 16:00 wib hingga menjelang
adzan Maghrib.
Pada Tausiyah Sore edisi 02 Februari 2011, siaran langsung,
antara lain ustadz Zen Al-Hady menasehati pendengarnya untuk kembali kepada
Al-Qur’an dan Sunnah, serta jangan menjadikan madzhab sebagai agama. Sebuah nasehat
yang baik tentunya. Namun sejak kapan umat Islam menjadikan mazhab sebagai
agama atau sebagai kitab suci?
Dalam hal Syi’ah, pandangan ustadz Zen Al-Hady sama saja
dengan pendukung Syi’ah sebelumnya, seperti Umar Shihab dan Said Agil Siradj.
Menurut Zen, Syi’ah sudah ada sejak dulu, dan mereka bagian dari Islam, karena
orang Syi’ah diizinkan ber-Haji ke tanah suci. Alasan lainnya, Republik Syi’ah
Iran merupakan anggota OKI dan anggota Rabithah Alam Islami (Liga Muslim
Sedunia).
Ustad Zen Al-Hady juga mengatakan, dulu Saudi Arabia tidak
mengkafirkan Syi’ah, semasa Iran dikuasai oleh Shah Iran. Dia juga mengatakan,
bahwa ribut-ribut soal Syi’ah karena alasan politik, yaitu karena Saudi akan
berperang melawan Iran.
Lebih jauh, ustadz Zen Al-Hady juga meyakinkan pendengarnya
bahwa Syi’ah itu sama saja dengan NU yang suka melaksanakan ziarah kubur (hukum
asalnya sunnah bila ziarah kubur itu sesuai syari’at, namun bila tidak sesuai
berarti menyimpang bahkan sesat bahkan bisa juga sampai merupakan perbuatan syirik,
misalnya mendoa –minta dalam arti ibadah kepada si mayit, bukan mendoakan,
kalau mendoakan asal mayitnya Muslim maka boleh saja, red nm), haul, maulid,
dan sebagainya. Dan, pemerintah Saudi pada masa-masa dahulu, lanjut Habib Zen
Al-Hadi, pernah menggolongkan pemahaman keagamaan seperti dipraktekkan oleh NU
ini sebagai sesat atau kafir.
Di sela-sela penjelasannya itu, masuk sebuah respon melalui
telepon yang mengaku bernama Dominggus. Nama Dominggus lazimnya digunakan oleh
masyarakat non-Muslim, misalnya Katolik. Penelepon menggunakan nama Dominggus
tentu bukan tanpa maksud. Sepertinya ia ingin memberi kesan sebagai mualaf.
Dominggus di ujung telepon seperti terkejut dengan
penjelasan ustadz Zen Al-Hady yang menyampaikan informasi penting bahwa
pemerintah Saudi pernah menggolongkan pemahaman keagamaan seperti dipraktekkan
komunitas NU sebagai sesat atau kafir. Dominggus yang seolah-olah telah kembali
ke Islam berkat bimbingan komunitas NU ini, memberi kesan seolah-olah ia kecewa
dengan fakta yang diungkap ustadz Zen Al-Hady.
Sebuah upaya pembentukan opini yang bagus. Tapi klise.
Semangatnya sama dengan Jalaluddin Rakhmat yang pernah menurunkan sebuah
tulisan, bahwa jika kekerasan seperti ditunjukkan komunitas NU Sampang, boleh
jadi akan menumbuhkan atheisme. Kalau Jalaluddin seolah ingin berpesan
“daripada atheis mending syi’ah” maka ustad Zen seolah ingin berpesan “daripada
nasrani mendingan syi’ah”. Ia seperti sedang memberi dua pilihan: syirik atau
pagan?
Menyesatkan!
Pada kesempatan ini, kami umat Islam Indonesia tidak
bermaksud menasehati ustadz Zen Al-Hady, yang tentunya lebih pintar dan lebih
berpengalaman di dalam menjalankan dakwah Islam. Namun sekedar memberitahu
saja, bahwa motif melawan Syi’ah yang sudah kami lakukan sejak berbelas tahun
lalu (bahkan ada yang berpuluh tahun lalu), sama sekali tidak mengikuti
kebijakan pemerintah Saudi, dan tidak menjadikan mazhab sebagai agama apalagi
kitab suci.
Karena, menurut kami persoalan Syi’ah bukan sekedar
perbedaan penafsiran dalam konteks mazhabiyah, bukan sekedar urusan politik,
tetapi murni akidah. Ketika pemerintah Saudi memberi izin penganut Syi’ah
beribadah haji ke tanah suci, itu urusan mereka. Bagi kami secara akidah Syi’ah
tetap sesat.
Begitu juga dengan urusan perang. Bila pemerintah Saudi
berencana mau perang dengan Iran dan dibantu Amerika Serikat, itu urusan
politik mereka yang tidak menggoyahkan keyakinan kami tentang akidah Syi’ah
yang sesat. Begitu juga bila kelak Saudi berbaik-baik dengan Iran, insya Allah
kami tetap istiqomah memerangi akidah Syi’ah yang sesat.
Apakah Iran yang merupakan Republik Syi’ah menjadi anggota
OKI dan anggota Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Sedunia) atau bukan, itu juga
tidak menggoyahkan pendirian kami bahwa Syi’ah itu sesat secara akidah.
Pengrusakan sebagaimana terjadi di Sampang, memang patut
disesalkan dan tidak boleh terjadi. Namun jangan berhenti sampai di situ.
Ibarat kata pepatah, tidak ada api kalau tidak ada asap. Komunitas NU yang
selama ini dikesankan seolah-olah punya kemiripan dengan tradisi Syi’ah saja
menolak keberadaan Syi’ah dan bahkan memeranginya terang-terangan, apalagi yang
bukan NU?
Meksipun Ketua Umum PB NU Said Agil Siradj mati-matian
berjuang meyakinkan jamaahnya bahwa Syi’ah tidak sesat dan sama saja dengan NU,
namun tetap saja sejumlah ulama NU istiqomah menyatakan Syi’ah sesat dan bahkan
menuduh Said Agil Siradj pengecut, pembohong dan menebar fitnah.
Jadi, kalau masyarakat Islam merasakan Radio Silaturahim
(Rasil) agak pro Syi’ah, sebenarnya bukan hanya didasarkan pada pernyataan ustadz
Zen Al-Hady saja, tetapi selama ini di Rasil ada sosok narasumber bernama
ustadz Husin Alatas yang oleh umat Islam diidentifikasi sebagai salah
satu misionaris Syi’ah.
Ustadz Zen Al-Hady pada kesempatan itu juga mengatakan,
mereka yang meributkan soal kesesatan Syi’ah boleh jadi karena “ada uang di
dalam tas”. Ustadz Zen Al-Hady sudah melecehkan mujahid dakwah yang memerangi
kesesatan Syi’ah seolah-olah karena mendapat bayaran. Astaghfirullah…
Ustadz Zen Al-Hady sebaiknya jujur dan membuka mata
lebar-lebar, bagaimana perilaku penganut Syi’ah yang sesat ini memperlakukan
umat Islam di Iran. Betapa royalnya pemerintahan Syi’ah Iran menggelontorkan
beasiswa bagi pemuda-pemudi kita untuk belajar langsung tentang Syi’ah di Iran,
yang jumlahnya lebih besar dari pemuda-pemudi kita yang belajar Islam di Mesir,
misalnya.
Pada saat pemerintah Iran begitu royal menyesatkan umat Islam Indonesia, pada satu sisi kita ditemukan fakta tentang sejumlah gadis cilik Iran menjadi pelacur untuk mempertahankan hidup, sejumlah warga lainnya menjadi kurir narkoba yang membanjiri Indonesia sejak pertengahan 2009.
Pada saat pemerintah Iran begitu royal menyesatkan umat Islam Indonesia, pada satu sisi kita ditemukan fakta tentang sejumlah gadis cilik Iran menjadi pelacur untuk mempertahankan hidup, sejumlah warga lainnya menjadi kurir narkoba yang membanjiri Indonesia sejak pertengahan 2009.
Ada fenomena menarik sehubungan dengan maraknya gerakan
Syi’ah di Indonesia, yaitu pada saat bersamaan Indonesia kebanjiran penyelundup
narkoba dari Iran. Kalau ada kaitan antara propaganda Syi’ah dan gerakan Syi’ah
pada umumnya di Indonesia dengan gerakan narkoba Iran, misalnya, jangan-jangan
para pendukung Syi’ah di Indonesia ini dibiayai dari bisnis narkoba.
Wallahua’lam…
(haji/tede/nahimunkar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar