Sabtu, 26 April 2014

Taubatkah Ibnu Taimiyah kedalam Aqidah Asy’ariyah??


Suatu hal yang membingungkan banyak orang adalah disebutkan pada sebagian sumber bahwa Syaikhul Islam Rahimahullah telah menulis sebuah surat yang didalamnya terdapat aqidah yang menyalahi apa yang ia dakwahkan dan fatwakan sepanjang hidupnya, bahkan menjadi sebab ia dimasukkan kedalam penjara.
Maka kami katakan sebagai ulasan dan Sanggahan bagi Siapapun yang telah diombang –ambing oleh hawa nafsu :
Cerita rujuknya beliau (kedalam aqidah Asy’ari. Pent) bisa didapatkan dari :
  • Muridnya-Ibnu Abdil Hadi- (Wafat tahun 744 Hijriah) Seperti terdapat pada (Uqududduriyyah: 197) yang menukil dari Az Zahabi
  • Az Zahabi (Wafat tahun 748 Hijriah) –muridnya- seperti yang telah dinukil oleh Ibnu Abdil Hadi diatas:
Lafadznya adalah sebagai Berikut
“….terjadi perkara yang panjang, kemudian dikirim surat Sultan ke Syam untuk menjebloskannya ke penjara, maka dibaca didepan banyak Orang, maka orang-orang menjadi sedih. Ia dipenjara satu tahun setengah (yaitu pada tahun 707 Hijriah) kemudian dikeluarkan, dan ia diminta untuk menulis surat, diancam dan dijanjikan untuk dibunuh jika tidak menulisnya. Ia bermukim di Mesir membacakan Ilmu dan manusia berkumpul disisinya.”
  • Ibnul Muallim (Wafat tahun 725 Hijriah) di dalam kitab “Najmul Muhtadi wa Rajmil Mubtadi” (Naskah di Paris Nomor 638) dan Nuwairi (Wafat tahun 733 Hijriah) didalam Kitab Nihayatul Arab-lihat Kitab Aljami’ lishirathi syaikhil Islam Ibnu Taimiyah hal :181-182-, pada kitab tersebut diterangkan Bahwasanya Majelis (pertobatan, pent) tersebut setelah kedatangan Amir Husamuddin Muhinnan (Rabiul Akhir 707 Hijriah) dan Syaikhul Islam dibebaskan hari Jum’at tanggal 23  Rabiul Awwal 707 Hiriah.
Kemudian An Nuwairy menukil kandungan surat tersebut yang menceritakan apa yang terjadi, Bahwa (Syaikhul Islam) telah menyebutkan bahwa dia adalah “Asyariy”, dan meletakkan Kitab Asy’ari diatas kepalanya, serta ruju pada beberapa masalah (arsy, Qur’an, nuzul, dan Istiwa) dari mazhabnya –ahlussunnah-. Surat tersebut tertanggal 25 Rabiul Awal 707 Hijriah.
Kemudian diadakan majelis berikutnya, dia (syaikhul Islam) menulis mirip dengan tulisan sebelumnya pada Rabiul Akhir 707 Hijriah dan ia disumpah
  • Ad Duwadi (Wafat setelah tahun 736 H) menyebutkan dalam Kitab “Kanzud durar” bahwa mereka mengadakan majelis berikutnya pada tanggal 12 Rabiul akhir 707 Hijriah setelah kepergian amir Husamuddin, dan terjadi kesepakatan untuk merubah lafadz-lafadz tentang Aqidah dan berakhirnya majelis dalam Kebaikan.
  • Ibnu Rajab (Wafat tahun 795 H) menyebutkan Dalam Kitab Dzail alat thabaqatil hanabilah mirip dengan yang disebutkan oleh Ibnu Abdil Hadi pada Kitab Al Uqud. Kemudian ia berkata : “telah menyebutkan Az Zahabi dan Al Barzali dan lain-lain bahwa Syaikh telah menulis sebuah surat secara Mujmal yang berisi perkataan dan lafadz ketika ia di Ancam untuk dibunuh”
  • Ibnu Hajar (Wafat Tahun 752 H) dalam Kitab ad durarul Kaminah mirip dengan apa yang disebutkan oleh An Nuwairi dalam Kitab “Nihayatul Arab” kemudian Ibnu Hajar mengaitkan nukilan tersebut kepada Tarikh Al Barzaliy.
  • Ibnu Taghri bardi (Wafat tahun 874 H) dalam kitab Al Minhal As Shufi mirip dengan apa yang disebutkan Oleh ibnu  Hajar. Konteks penukilan menunjukkan bahwa Ia menukil dari kitab Kamaluddin bin Zamlakani-permusuhannya dengan syaikhul islam amat terkenal-. Didalam kitab tersebut terdapat biografi Syaikhul Islam, Dia juga telah  menukil dari kitab an Nujum Az Zahirah.
  • Adapun Barzaliy (Wafat tahun 739 H)-Sahabatnya- tidak menulis sama Sekali kejadian-kejadian tersebut pada tahun-tahun tersebut.  (Aljami’ lishirathi syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 213-214)[1]
  • Ibnu katsir hanya menyebutkan Kisah yang terkait dengan  pertobatan tersebut Pada peristiwa yang terjadi pada tahun 706 Hijriah tanpa menyebutkan kelanjutannya dengan cerita sebagai berikut:” dan pada malam Iedul Fithri al- Amiir menghadirkan Saifuddin Salaar perwakilan Mesir, 3 hakim, dan sekelompok Fuqaha’. Tiga hakim tersebut adalah dari madzhab Asy-Syafi’I, al-Maaliki, dan alHanafy, sedangkan fuqaha’ yang hadir adalah Al-Baaji, Al-Jazarii, dan An Namrowy, dan mereka mengharapkan agar Syaikh Taqiyuddin bin Taimiyyah dikeluarkan dari penjara. Sebagian hadirin mempersyaratkan beberapa syarat, di antaranya : beliau harus ruju’ dari sebagaian aqidah dan mereka mengirim utusan agar beliau hadir di tempat itu dan berbicara kepada mereka. Tetapi beliau menolak hadir (ke majelis tersebut) dan berketetapan hati (untuk tidak hadir). Utusan itu kembali sampai 6 kali. Beliau tetap kokoh pada pendirian untuk tidak hadir, tidak menoleh pada mereka, dan tidak menjanjikan apapun. Maka majelis itupun bubar dan merekapun kembali tanpa mendapat balasan”.Cerita tersebut mengesankan bahwa penggalan kisah pertobatan ini memang ada, namun akhir dari kisah tersebut adalah justeru menguatkan pendapat bahwa Ibnu Taimiyah Justeru menulis Surat yang mengokohkan Aqidahnya, bukan Surat yang menyatakan Bahwa dia Adalah Asy’ari. Ibnu katsir tidak mengisyaratkan Penulisan surat disini tapi ditempat lain disebutkan bahwa Ibnu Taimiyah menulis jawaban singkat terhadap undangan pertobatan dan menulis bantahan rinci dalam Kitab yang kemudian dinamakan Tis’iniyat. Akan datang penjelasan tentang sebab ditulisnya kitab ini disisi ketiga tertolaknya  kisah akhir pertobatan Ibnu Taimiyah. Dari uraian diatas jelaslah bahwasanya :
    1. Sebagian ahli sejarah tidak menyebutkan Kisah tersebut dan juga sama sekali tidak ditulis
    2. Sebagian dari ahli sejarah hanya mengisyaratkan adanya kisah tersebut tanpa merinci surat yang ditulis dan atau menyebutkan bahwa penulisan surat tersebut disertai Intimidasi dan ancaman pembunuhan.
    3. Sebagian dari Ahli sejarah ada yang merincinya dan menyebutkan teks surat tersebut, tetapi tanpa menyebutkan bahwa penulisan surat disertai intimidasi dan ancaman pembunuhan.
    Dari uraian tersebut kita bisa mengungkapkan bahwa Sesungguhnya ibnul Muallam dan An Nuwairi telah menyendiri diantara orang-orang yang hidup sezaman dengan Syaikhul Islam tentang permasalah ruju’nya beliau dari konteks tulisannya. Dan itu diikuti oleh sebagian Ahli Sejarah.
    Oleh karena itu,dari isu ini dapat diambil salah satu sikap berikut:
    1. Kita mendustakan semua yang telah disebutkan oleh para ahli sejarah baik secara global maupun terperinci,dan kita katakan bahwa semua itu tidak mungkin pernah terjadi
    2. Kita menetapkan pokok Kisah tersebut, tanpa menetapkan apapun terkait ruju’ dari aqidah , dan tidak menetapkan tulisan yang penyelisihannya jelas dengan apa yang telah didakwahkan oleh Syaikhul Islam sebelum tanggal tersebut dan setelahnya.
    3. Kita menetapkan seluruh tulisan yang Ibnul Muallim dan An Nuwairi telah menyendiri terkait masalah ruju dan surat.
    Sikap pertama  menusuk dada Sendiri! sedangkan Sikap ketiga sama saja dengan menetapkan penyendirian dan keganjilan serta mendahulukan keduanya atas pendapat lain  yang masyhur dan lebih banyak.
    Yang tsabit berdasarkan pemeriksaan dan tarjih adalah sikap yang kedua: yaitu Syaikhul Islam telah menulis ungkapan secara global setelah diancam dan diintimidasi. Tetapi didalam ungkapan tersebut tidak terdapat kata rujuk dari Aqidahnya, tidak melakukan lelucon terhadap aqidah yang bathil, dan tidak menulis hal itu seluruhnya.
    Hal tersebut dikarenakan beberapa sebab yang dapat dilihat dari 3 sisi
    1. Riwayat cerita
    Dari periwayatan tersebut, orang-orang yang tidak berpihak kepada Ibnu Taimiyah menggunakan riwayat dari Ibnul Muallam, An Nuwairy dan Ibnu Hajar yang menukil dari Tarikh Ar Barzaly tanpa sama sekali mempedulikan riwayat-riwayat lain yang bertentangan atau berbeda dengan riwayat tersebut.
    Khusus untuk Ibnu Hajar, kemungkinan beliau salah menukil atau menukil dari orang lain, karena dalam Tarikh Al Barzaly tidak disebutkan cerita tersebut, justeru Ibnu Rajab mengatakan bahwa Al Barzaly (beliau tidak menyebutkan kitab Tarikh ) dan juga Az Zahabi menyebutkan penggalan kisah yang mengatakan bahwa hal itu terjadi dibawah paksaan dan tanpa ada pertobatan kecuali kata-kata global saja.
    Jika kita membandingkan riwayat-riwayat diatas, maka jelaslah kualitas periwayatan pihak-pihak yang mendukung ibnu Taimiyah lebih unggul karena terdiri dari para Huffadz yang telah disepakati dan juga sezaman dengan Ibnu Taimiyah, artinya riwayatnya lebih ‘ali[2]. Adapun Ibnu Hajar, beliau menyalahi periwayatan Arbarzaly, Az Zahabi, Ibnu Abdil Hadi dan juga Ibnu Rajab. Lagipula beliau menukil cerita tersebut karena tidak Muasharah dengan Ibnu Taimiyah dan penukilannya terlihat Syadz[3].
    2.   Realitas setelah Peristiwa tersebut
Sisi ini menguatkan sikap kedua berdasarkar fakta-Fakta berikut:
    • Tulisan ini menyelisihi aqidah Syaikh yang beliau dakwahkan dan perjuangkan sepanjang hidupnya, sebelum kejadian tersebut dan sesudahnya.
    • Tidak terdapat sedikitpun jejak didalam kitab dan karangannya yang menunjukkan beliau telah rujuk, isyarat yang menunjukkan surat  ini, atau isi dari tulisan ini. Padahal kisah tersebut terjadi sekitar tahun 707 Hijriah, sedangkan beliau Wafat tahun 728 Hijriah. Itu artinya beliau dikatakan beraqidah Asy’ari selama kurun tersebut atau sekitar 21 tahun lamanya. Ini amat mustahil karena ibnu Taimiyah telah mengarang banyak kitab-kitab Salafiyah setelah tahun-tahun tersebut. Kitab DAr’ut Taarrud dikarang oleh Ibnu Taimiyah sekembalinya beliau dari Mesir seperti yang telah dijelaskan oleh Muhaqqiqnya dengan bukti-bukti yang amat jelas pada Muqaddimah Kitab tersebut. Kitab tersebut sangat terkenal dan kemudian dibantah oleh oleh tokoh Asyairah yang bernama Kamaluddin bin Syarisyi, kemudian dijawab oleh Ibnu Taimiyah dengan sebuah karangan sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Rajab,Ibnu Abdul Hadi,  Adz Dzahabi, dan Lain-lain.Kitab tersebut telah diringkas oleh Badruddin Al Hakari, seorang Qadhi bermazhab Syafii. Syaikh Rasyad Selaku Muhaqqiq berpedoman kepada ringkasan Tersebut dan sembilan naskah lainnya. naskah tersebut ada yang berbeda dan ada yang saling membenarkan. Kemudian setelah itu, Ibnu Taimiyah mengarang Minhajussunnah, yaitu salah satu kitab salafiyyahnya yang paling terkenal.
    • Syaikhul Islam Rahimahullah telah banyak mendapatkan pelecehan dalam berbagai masalah sebelum tanggal kejadian tersebut maupun sesudahnya, dipenjara karena masalah tersebut, dan dicela. Tapi beliau tidak sedikitpun diketahui ruju dari pendapatnya sedikitpun. Paling-paling beliau hanya berhenti berfatwa sebentar, kemudian kembali melakukan hal itu dan berkata: “Saya tidak bisa menyembunyikan ilmu”, seperti pada masalah thalaq (Al uqud hal 325), Bagaimana mungkin kali ini beliau menulis surat kepada mereka apa yang bertentangan dengan Aqidah Ahlissunnah dan menyetujui Mazhab Ahli bid’ah. Keadaan musuh beliau adalah seperti yang beliau sifatkan sendiri ketika dikatakan kepada beliau:“Wahai tuanku! Sungguh telah banyak orang yang menentangmu!”Beliau berkata: “sesungguhnya mereka seperti lalat, kemudian beliau mengangkat telapak tangannya kemulutnya dan meniupnya.” (Al uqud Hal 268).Imam Adz Dzahabi mensifatkan keteguhan Syaikhul Islam didepan musuhnya-musuhnya dengan mengatakan:“…..Hingga menentangnya sekelompok Ulama Mesir dan Syam dengan penentangan yang tidak ada bandingannya… dan dia orang yang teguh tidak terbujuk dan tidak suka, malah beliau tetap mengatakan kebenaran yang pahit sesuai dengan ijtihadnya, ketajaman pikiran, dan keluasan pengetahuannya pada qaul-qaul dan sunan”
    • pemalsuan terhadap Fatwa beliau amat sering dilakukan. Ibnu katsir mengisahkan cerita penahanan Beliau dalam peristiwa yang terjadi di tahun 726 Hijriah karena berfatwa masalah Ziarah kubur yang diadukan kepada sulthan. Pengadunya mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah telah menulis surat yang isinya pengharaman untuk menziarahi kubur nabi dan orang-orang Soleh berdasarkan Ijma. Lalu Ibnu Katsir membela gurunya dengan mengatakan bahwa itu adalah pemalsuan karena Gurunya tidak berfatwa tentang keharaman Berziarah secara umum, namun yang haram adalah mengadakan safar semata-mata untuk berziarah. Adapun berziarah tanpa melakukan Safar justeru dianggap Mustahab oleh gurunya.Pemalsuan fatwa beliau  diakui banyak Huffadz diantaran Az Zahabi, Ibnu Abdil Hadi, Al barzali dan beliau sendiri didalam Majmu Fatawa dan salah satu pengakuan tersebut juga terdapat dalam Muqaddimah Kitab Tis’iniyat yang ditulis Khusus untuk membantah kalam nafsi dan Aqidah Asy’ariyah.
    • Kisah Ini terjadi Bulan Rabiul Awal tahun 707 Hijriah, sebelumnya yaitu akhir-akhir tahun 706 Hijriah beliau masih dalam penjara di Mesir dan dijanjikan pembebasan Jika mau mengubah beberapa hal terkait Aqidahnya, namun Ibnu katsir menjelaskan bahwa diakhir tahun 706 Hijriah ketika utusan dari sulthan Bolak-balik untuk mengundang beliau dan bahkan dijanjikan pembebasan, beliau tetap teguh dengan pendiriannya. Namun ia tidak menyebutkan teks perkataan dan tulisannya.
  • 3.  Riwayat dari syaikhul Islam Sendiri.
    DR Muhammad Bin Ibrahim Al Ajalan telah mentahqiq sebuah Kitab Ibnu Taimiyah yang berjudul “At Tis’iniyyat” yaitu sebuah Kitab yang dikarang untuk membantah Aqidah Asy’ari secara rinci dan sebagian besarnya tentang kalaamunnafsi[4].
    Dari Muqaddimah Kitab Ini terlihat jelas kelengkapan peristiwa yang disebutkan oleh ibnu katsir pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di akhir Ramadhan dimalam Idul Fitri tahun 706 Hijriah terkait  adanya  utusan yang menginginkan kehadiran Syaikhul Islam dalam sebuah majelis dimana beliau diminta untuk  menarik Fatwa-fatwanya seputar Kalamullah, Jihat dan tahayyuz, dan Arsy agar sesuai dengan Aqidah Asy’ariyah dengan hadiah Pembebasannya dari Penjara.
    Namun beliau tetap teguh untuk tidak menghadiri acara tersebut dan hanya menulis jawaban ringkas dalam sebuah surat serta menulis jawaban rinci dengan menulis sebuah kitab khusus. DR Muhammad bin Ibrahim Al Ajalan memastikan Berdasarkan Awal cerita didalam Kitab tersebut bahwa Ibnu Taimiyah mulai mengarangnya pada Tahun 706 Hijriah disebabkan Oleh permintaan Untuk menghadiri majelis yang disana beliau diharapkan membuat sebuah pengakuan dan menarik fatwa-fatwa tentang Aqidah sebagaimana yang telah Saya sebutkan.[5]
    Selanjutnya diawal kitab tersebut halaman 111 diterangkan bahwa utusan tersebut tersebut sebelumnya pernah datang juga membawa tulisan dari Ibnu Makhluf yang menggambarkan Aqidah Ibnu Taimiyah, namun ternyata tulisan tersebut isinya dusta karena sesuai dengan Aqidah mereka. Ibnu Taimiyah Memarahi utusan tersebut dan menyuruh mereka berlaku Adil. Begitu seterusnya, dimana utusan-demi utusan datang untuk meminta kehadiran beliau dalam majelis yang diadakan oleh Amir pada saat itu. Namun beliau selalu menolak hadir dan hanya menulis surat namun surat beliau didustakan.[6] oleh karena itu sangat mungkin surat palsu itulah yang dibacakan dalam majelis yang tidak dihadiri oleh ibnu Taimiyah tersebut lalu dinukil oleh sebagian kecil ahli sejarah.
    Kesimpulan dari Pembahasan Ini adalah perlunya penguatan dan penggabungan beberapa cerita tentang rujuknya Beliau kepada Aqidah Asy’ari agar didapatkan kesimpulan yang adil dan Jauh dari kecurangan.
    Dari penguatan dan penggabungan riwayat-riwayat tersebut jelaslah bahwa Kita bisa menetapkan pokok Kisah tersebut, tanpa menetapkan apapun terkait ruju’ dari aqidah salaf dan tidak menetapkan tulisan yang penyelisihannya jelas dengan apa yang telah didakwahkan oleh Syaikhul Islam sebelum tanggal tersebut dan setelahnya.
    Semoga bermanfaat
    Saudaramu : dobdob
    Dikutip dari Kitab “Al Jaami Lishirathi Syaikhil Islam” dengan beberapa Penambahan

    [1] Didalam kitab tarikhnya, Albarzali memang tidak menyebutkan apapun tentang surat dan rujuk, tetapi  penukilan sekelompok ahli sejarah (Ibnu Hajar dan ibru Rajab misalnya, pent) kepada kitab tersebut. Menunjukkan bahwa Albarzalli telah menyebutkan sesuatu terkait perkara tersebut. Kemungkinan dia menyebutkan pada kitab tarikhnya yang tidak diketahui, atau pada kitab lain semisal Mu’jam syuyukh.
    [2] Riwayat dengan rantai Sanad yang lebik Pendek, dan susunan sanad seperti ini merupakan nilai lebih, Karena mempermudah pemeriksaan dan meminimalisir kesalahan
    [3] Riwayat seorang Tsiqah yang menyalahi riwayat rawi lain yang lebih Tsiqah atau lebih banyak jumlahnya.
    [4] Keyakinan khas Asy’ariyah tentang kalamullah dimana mereka mengatakan bahwa Kalam itu Qadim, Menyatu dengan Dzat-Nya (Qaaimun Bidzatihi), tanpa suara dan Huruf, adapun Al Qur’an yang sekarang didunia merupakan Ta’bir atau interpretasi dari kalamullah Yang dilakukan Oleh Malaikat Jibril Alaihissalam
    [5] Lihat tarikh Ta’lif ktiab tersebut dihalaman 55 kitab Tis’iniyat
    [6] Lihat dan renungkanlah hal 109-119 rangkaian Kisah tersebut yang merupakan bukti paling kuat bahwa kisah pertobatan tersebut adalah dusta
    silahkan download bahan-bahan Artikel diataas
    التسعينية ابن تيمية



    الجامع لسيرة شيخ الإسلام

Tidak ada komentar:

Posting Komentar