[1]Berkata
Alimuddin al Barzâlî dalam kitab Tarikhnya: Pada malam senin Tanggal 20
Dzulqa’dah Wafatlah al Syaikh Al Imâm al âlim al Allâmah al Faqîh al
Hâfiz al Zâhid al âbid al Mujâhid al Qudwah Syaikhul Islâm al Taqî al
dîn Abu al Abbâs Ahmad anak dari guru kami al alîm al Allâmah al Muftî
Syihab al dîn abi al Mahâsin Abdul Halîm bin syaikh al Islâm abu al
Barâkat Abdul al Salâm[2] bin Abdullah bin Abu al Qâsim bin Taimiyah al Harrânî al Dimasyqî disebuah ruangan dimana ia dipenjara.
Kemudian berbondong-bondong orang datang mengunjungi jenazah beliau kebenteng
dimana ruangan penjara tersebut berada dan mereka diizinkan masuk.
Mereka duduk disisi jenazah sebelum dimandikan. Mereka membaca qur’an
dan bertabarruk dengan melihat dan menciumnya. Mereka kemudian pergi dan
digantikan rombongan lain dari kalangan perempuan lalu kemudian mereka
melakukan seperti sebelumnya kemudian digantikan rombongan lain hingga
jenazah beliau dimandikan.
Setelah selesai dimandikan, jenazah
beliau dikeluarkan sedangkan massa telah berkumpul dibenteng dan jalan
menuju masjid jami. Masjid Jami’ pun telah penuh sesak begitu juga
pelatarannya. 4 pintu masuk benteng –bab al barîd, bâb al al Sâat, bab
al fawrah juga penuh sesak. Jenazah Ibnu Taimiyah dihadirkan pada
sekitar jam 4 sore hari kemudian diletakkan di Masjid Jami. Para tentara
mengantisipasi ledakan pelawat karena saking sesaknya dengan menjaga
ketat jasad Ibnu Taimiyah.
Jasad Ibnu Taimiyah pertama kali
disholatkan didalam benteng oleh Oleh Syaikh Muhammad Tamâm kemudian
disholatkan dimasjid Jami al Umawi setelah sholat zuhur. Jasad beliau
dibawa masuk lewat bâb al barîd dan pelayat makin berlipat ganda
sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Kemudian bertambah lagi hingga
membuat sempit celah antar rumah,jalan-jalan, dan juga pasar.
Setelah disholatkan, keranda Jenazah
beliau keluar dari bab al bârid dan diusung diatas ujung-ujung jari para
pelayat. Kesesakan makin menjadi-jadi, ratap tangis meninggi, derai air
mata tumpah tak terkendali diselingi doa, pujian, dan tarahum kepada
jenazah beliau. Orang-orang melempar sapu tangan, sorban, dan baju-baju
mereka keatas keranda. Saking sesaknya, sandal-sandal merekapun hilang
entah kemana namun itu tidak membuat mereka berpaling karena sibuknya
memandang jenzah beliau. Karena diperebutkan, maka jadilah keranda
tersebut kadang kedepan dan kadang kembali kebelakang dan kadang
berhenti sampai oranag-orang lewat. Massa keluar dari Masjid Jami dari
semua Pintu dan mereka amat berdesak-desakan Hingga Setiap pintu tampak
lebih sempit dan sesak dari pintu yang lain. Kemudian seluruh massa
keluar dari pintu negeri tersebut karena saking sesaknya. Kesesakkan
terbesar terjadi pada 4 pintu –bab al farj tempat keluarnya jenazah, bab
al Farâdîs, bab al Nashr, dan bab al Jabiyah. Kesesakan terparah
terjadi di pasar al kholîl, massa bertambah berlipat-lipat karena
jenazah diletakkan disana dan disholatkan terlebih dahulu oleh
saudaranya Zainuddin Abdurrahman setelah itu dibawa ke pekuburan
shuffiyah. Jenazah beliau dikubur disamping saudaranya Syarafuddin
Abdullah. Semoga Allah memuliakan keduanya.
Jenazah Beliau dikuburkan diwaktu Ashar atau sesaat sebelum Ashar.
Hal itu disebabkan oleh banyaknya orang yang datang untuk menyolatinya
dari penduduk Basatin, ghutah, dan penduduk negeri lainnya. Mereka
menutup kandang-kandang hewan mereka dan tak ketinggalan untuk melayat
beliau kecuali segelintir orang atau karena tidak kuat berdesak-desakan
namun tetap mendoakan beliau. Sekiranya mereka kuat niscaya mereka tak
akan ketinggalan. Hadir melayat beliau dari kalangan perempuan sekitar
50 ribu orang. Jumlah itu selain yang berada di atap-atap rumah.seluruhnya menangis dan mengucapkan tarahum kepada Ibnu Taimiyah. Adapun jumlah pelayat laki-laki sekitar 90 puluh ribu hingga 200 ribu orang. Sekelompok orang meminum air sisa mandi jenazah dan membagi-bagikan daun bidara yang digunakan untuk memandikan beliau. Konon tutup kepala yang dipakai ibnu taimiyah dijual seharga 50 dirham dan konon benang luntur yang terdapat dilehernya terjual seharga 150 dirham. Pemakaman jenazah tersebut sangat riuh dengan suara tangis dan memelas. Beliau mengakhiri hidupnya dengan kebaikan.
Manusia berbolak-balik menziarahi
kuburannya berhari-hari baik siang maupun malam bahkan menginap. Beliau
dimimpikan dengan berbagai mimpi yang baik dan banyak orang yang membuat
qasidah pujian yang melimpah untuk beliau.
Beliau lahir pada hari senin tanggal
10 Rabiul Awal di Harrân tahun 661 Hijriah kemudian pindah ke Damaskus
bersama ayah dan keluarganya ketika beliau masih kecil. Beliau belajar
Hadits dari ibnu Abd al Dâim , Ibnu abi al Yusr, ibnu Abdin, Syamsuddin
al Hambali, Qadhi Syamsuddin bin Atha al Hanafi, syaikh Jamaluddin bin
Shoyrafî, Majd al dîn bin Asâkir, syaikh Jamaluddin al Baghdaadi, Najib
bin Miqdad, Ibnu abi al Khair, Ibnu Allân, ibnu Abi Bakr al Harawi,
Kamal Abdur rahim, Fakhr Ali, Ibnu Syaibân, Syaraf bin Qawwâs, Zainab
binti Makki, dan banyak lagi. Beliau juga banyak belajar secara
otodidak, mencari hadits, menulis, dan memperdengarkan sendiri.
Sesedikit apapun yang ia dengar, niscaya ia akan menghapalnya.
Beliau Sibuk dengan ilmu-ilmu
pengetahuan, cerdas dan banyak menghapal, hal itu membuatnya menjadi
seorang Imam dalam ilmu Tafsir dan yang berkaitan dengannya. Beliau amat
familiar dengan ilmu fiqh; beliau lah yang paling mengenal fiqh Mazhab
dizamannya. Sangat mengetahui perbedaan pendapat dikalangan ulama, alim
dalam ilmu ushul dan furu’, nahwu, bahasa, dan ilmu-ilmu naqliyah dan
aqliyah yang lain. Ketika beliau memutuskan sesuatu dan berbicara
tentang sebuah cabang ilmu bersama orang-orang terkemuka dibidangnya
maka mereka akan mengira bahwa cabang ilmu tersebut adalah
spesialisasinya. Mereka melihat beliau amat mengetahui dan memiliki
penguasaan yang sempurna tentang ilmu tersebut.
Adapun hadits, maka beliaulah
pemegang benderanya. Beliau hapal matan maupun sanadnya, mampu
membedakan antara yang lemah dan yang sohih, amat mengenal rijal-rijal
secara mendalam. Dia memiliki banyak karangan-karang dan ta’liq
berfaidah terkait ushul dan furu’. Sebagiannya beliau sempurnakan
sendiri, ada yang disalin ulang dan ditulis kembali kemudian dibacakan
didepan beliau, dan juga ada sejumlah besar karya yang belum selesai,
dan sebagian lagi sudah selesai namun sampai sekarang belum ditulis
kembali[3].
Beliau dipuji oleh banyak ulama
dizamannya karena ilmu dan keutamaannya, antara lain Qadhi al khuwaini,
Ibnu Daqiq al ied, Ibnu al Nuhas Qadhi Hanafi Qadhi Mesir Ibnu al
Hariri, Ibnu Zamlakani dll.
Aku membaca tulisan ibnu Zamlakani
yang mengatakan: telah terkumpul didalam dirinya syarat-syarat ijtihad
yang sempurna. Dia memiliki tangan yang panjang dalam hal kebagusan
mengarang kitab, keelokan ungkapan, kesistematisan, pemahaman, dan
penjelasan. Ia menulis tiga bait syair berikut disalah satu karangannya:
مَاذَا يَقُولُ الْوَاصِفُوْنَ لَهُ ***** وَصِفَاتُهُ جَلَّتْ عَنِ الْحَصْرِ
هُوَ حُجَّةٌ للهِ قَاهِرَةٌ ***** هُوَ بَيْنَنَا أُعْجُوْبَةُ الدَّهْرِهُوَ آيَةٌ ِللْخَلْقِ ظَاهِرَةٌ ***** أَنْوَارُهَا أَرْبَتْ عَلَى الْفَجْر
ِ
Apa yang kan diuraikan mereka yang mensifatkannya
Sedangkan sifat-sifatnya melampaui batasan
Dia adalah hujjah Allah yang menaklukkan
Dia adalah keajaiban masa di tengah-tengah kita
Dia adalah satu ayat Allah yang nyata bagi makhluk-Nya
Cahayanya mengalahkan kemilau fajar
Sedangkan sifat-sifatnya melampaui batasan
Dia adalah hujjah Allah yang menaklukkan
Dia adalah keajaiban masa di tengah-tengah kita
Dia adalah satu ayat Allah yang nyata bagi makhluk-Nya
Cahayanya mengalahkan kemilau fajar
itulah puji-pujian untuk Ibnu taimiyah.
Ketika itu umurnya 30 tahun, antara aku dan telah terdapat rasa sayang
dan persahabatan sejak kecil. Begitu juga kebersamaan dalam belajar dan
mendengar hadits selama kurang lebih 50 tahun. Dia memiliki banyak
keutamaan, karangan. Begitu juga sejarah dan peristiwa antara dia dengan
para fuqaha dan Negara. Dia juga dipenjara beberapa kali.
Peristiwa-peristiwa mengenai dirinya tdak mungkin disebutkan semuanya
didalam kitab ini.
kemudian Syaikh Alimuddin menyebutkan
dalam tarikhnya setelah menceritakan pemakaman Abu bakr bin Abi Dawud
dan keagungannya dan juga pemakaman Imam Ahmad di Baghdad dan
kemasyuharannya.: berkata al Imam Abu Utsman al Shâbunî : aku mendengar
Abu Abdirrahman Al Suyûfî berkata: Aku menghadiri pemakaman Abu al Fath
al Qawwâs bersama Syaikh Abu al Hasan al Daruqutni, ketika massa yang
menghadiri pemakaman tersebut sangat banyak, ia menoleh kepadaku dan
berkata: Aku mendengar Abu sahl bin Ziyad al Qatthân berkata: aku
mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : aku mendengar bapakku
berkata: katakan kepada Ahli bid’ah! “Perbedaan antara kita dan kalian
adalah pemakaman”[5]
ia berkata: tak diragukan lagi bahwa pemakaman Imam Ahmad bin Hambal
dihadiri massa yang amat banyak karena banyaknya jumlah penduduk
negerinya dan berkumpulnya mereka untuk pemakaman tersebut ditambah lagi
pemerintahpun mencintainya.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah wafat
dinegerinya-Damaskus- sedangkan jumlah penduduknya tidak mencapai
sepersepuluh dari jumlah penduduk Baghdad kala itu. Tetapi mereka
berkumpul di pemakamannya dan mengantar ketempat terakhirnya dengan
jumlah yang tidak mungkin mampu dikumpulkan oleh sulthan dan dewan yang
berkuasa padahal ia Wafat didalam penjara dalam keadaan dikurung oleh
Sulthan. Banyak Fuqaha dan orang-orang Faqir menjelek-jelekkannya hingga
membuat lari pemeluk berbagai agama, terlebih lagi yang beragama Islam.
Namun itulah realitas pemakamannya[6].
Ia berkata: telah disepakati bahwa ia
wafat pada dini hari malam senin. Muazzin benteng kemudian mengabarkan
kematian beliau dari atas menara dan para penjaga benteng tersebut
membicarakan kematian beliau. Ketika pagi hari, kabar besar ini telah
menyebar dikalangan khalayak umum dan Amir Jasim. Massa pun bersegera
berkumpul disekitar benteng dari berbagai tempat hingga yang berasal
dari Ghutah dan Marj. Para pedagang tidak memasak dan toko-toko pun
banyak yang tidak dibuka seperti kebiasaan mereka yang membuka toko pada
pagi hari. Saat itu wakil Shultan sedang berburu disuatu tempat.
Memanaslah keadaan Negara dengan apa yang terjadi. Datanglah kepala
penjara Al Shahih Syamsuddin ghibriyal. Ia membuka pintu penjara dan
pintu ruangan untuk para kerabat, sahabat, dan pecinta Ibnu Taimiyah
agar bisa Berkumpul disekitar Jenazah. Sejumlah sahabat dari negerinya
dan dari sholihiyyah. Mereka juga duduk disekelilingnya sembari menangis
dan memujinya. Aku (ibnu katsir) termasuk yang hadir disana bersama
guruku Al Hafidz abi al Hajjaj al Mizzi[7]
Rahimahullah. Aku membuka wajah Syaikh, memandangnya, dan menciumnya.
Dikepalanya ada sebuah sorban dengan rumbai yang menyelip. Ubannya telah
tumbuh jauh lebih banyak dari yang aku lihat sejak aku berjumpa dengan
beliau. Saudaranya-Zainuddin Abdurrahman- memberitahu bahwa dia dan
syaikh telah mengkhatamkan qur’an sebanyak 80 kali semenjak masuk
penjara dan mulai membaca yang ke-81 sampai selesai ayat Iqtarabat. Ketika
itu datanag dua orang shalih yang baik yaitu syaikh Abdullah bin Muhib
dan Abdullah al zarî’ yang bacaannya disukai oleh syaikh. Keduanya
kemudian memulai membaca surat al Rahman hingga mengkhatamkan Al qur’an
sementara aku mendengarkan.
Kemudian mereka mulai memandikan
Syaikh dan aku keluar menuju masjid disana. Tidak seorangpun yang berada
disisinya kecuali yang membantu memandikan syaikh, Guruku Al Hafidz al
Mizzi dan sekelompok orang-orang solih dan terpilih termasuk yang
membantu untuk memandikan syaikh. Mereka belum juga selesai memandikan
syaikh padahal benteng telah penuh dengan massa dan riuh tangis serta
pujian, doa, dan Tarahum. Kemudian Jenazah dibawa kemasjid Jami melewati
jalan Imadiyah dan adiliyah. Mereka memiringkan keranda jenazah dan
melewati bab Al barid, hal itu karena bagian belakang pintu tersebut
dihancurkan agar bisa digunakan. Merekapun memasukkan jenazah kemasjid
jami Umawi. Massa berada didepan Jenazah, belakang, kanan, dan sebelah
kirinya. Tak ada lagi yang dapat menghitung jumlah massa kecuali Allah.
Mereka berteriak-teriak keras. Beginilah keadaan Jenazah salah seorang
Imam sunnah, merekapun menangis bersahut-sahutan dan membuat kegaduhan
ketika mendengar teriakan-teriakan tersebut.
Jenazah beliau diletakkan ditempat
khusus. Massa duduk tak beraturan karena banyak dan berdesak-desakkan,
bahkan mereka seperti saling menempel. Seorangpun tak dapat melakukan
sujud kecuali dengan bersusah payah dan berhimpitan.
Hal itu terjadi sesaat sebelum sholat
zuhur, massa datang dari segala tempat, mereka berniat puasa karena
mereka tidak sempat untuk makan dan minum. Banyaknya massa pada saat itu
tak terhitung dan tak bisa digambarkan. Setelah selesai Adzan zuhur,
dilaksanakanlah sholat yang tidak seperti biasanya. Setelah selesai
sholat zuhur keluarlah pengganti Khotib masjid karena tidak hadirnya
khotib dan ia menyolati jenazah IbnuTaimiyah. Dia adalah Syaikh Alauddin
bin Kharrat. Setelah itu massa keluar dari setiap pintu masjid dan
negeri lalu berkumpul di Pasar al Khalil. Sebagian massa ada yang
tergopoh-gopoh menuju pekuburan shuffiyah setelah melaksanakan sholat
jenazah. Mereka menangis dan bertahlil serta khawatir pada diri mereka
sendiri. Mereka memuji dan menyesal. Para wanita diatas atap rumah
sembari menangis, berdoa, dan berucap: “inilah orang yang alim”
Secara garis besar, hari itu adalah
hari yang penuh dengan kesaksian dan tak pernah terjadi di damaskus,
kecuali pada zaman Bani Umayyah ketika penduduk masih banyak dan masih
merupakan negeri yang dinaungi khilafah.
Jenazah Beliau dikuburkan disamping
saudaranya tepat menjelang adzan Ashar. Tak mungkin seorangpun
menghitung massa yang menghadiri prosesi pemakaman tersebut. Kira-kira
yang hadir pada saat itu adalah sama dengan semua warga yang bisa hadir.
Tak ketinggalan dalam prosesi tersebut kecuali sedikit dari orang-orang
rendahan dan wanita-wanita yang dipingit. Aku tidak mengetahui
seorangpun dari ahli ilmu yang tidak menghadiri prosesi tersebut kecuali
sedikit, mereka ada 3 orang : Ibnu Jumlah, Al Shadr, dan Al Qafajârî.
Mereka terkenal memusuhi Ibnu Taimiyah. Oleh karena itu mereka takut
menghadiri prosesi tersebut. Karena kalau mereka ketahuan keluar, maka
massa akan membunuh dan membinasakan mereka. Syaikh Kami al Imam al
Allamah Burhanuddin al Fazârî berbolak-bolak kekubur hingga 3 hari,
begitu juga sekelompok ulama Syafiiyah. Burhanuddin al Fazârî datang
menunggang keledainya dia memiliki kemuliaan dan wibawa. Semoga Allah
merahmati beliau.
Banyak ucapan bela sungkawa yang
menyertai, beliau juga diimpikan oleh orang-orang sholeh. Syair-syair
dan Qasidah-Qasidah panjang banyak ditujukan untuk beliau. Biografi
beliau dikarang oleh banyak kelompok dan Fudhala[8].
Tak teringkas biografi untuk menyebutkan kebaikan, keutamaan,
keberanian, kemurahan, nasehat, kezuhudan, ibadah, berbagai macam ilmu,
karangan kecil dan besar yang mencakup hampir semua bidang keilmuan
serta fatwa-fatwa dan pilihan pendapatnya yang ia bela dengan Alqur’an
dan Sunnah.
Secara Garis besar, beliau
Rahimahullah adalah termasuk ulama besar. Bisa salah dan benar, Tetapi
kesalahannya dibandingkan dengan kebenarannya bagaikan sebuah titik
dilautan. Kesalaannya pun terampuni sebagaimana dalam Sohih Bukhari: Jika
seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Kalau
ia berijtihad kemudian Salah, maka baginya satu pahala. Berkata Imam malik bin Anas: setiap orang bisa diambil pendapatnya dan ditinggalkan kecuali penghuni kubur ini (Rasulullah, Red)
[1] Silahkan membaca langsung dari kitab Al bidâyah wa al Nihâyah pada peristiwa yang terjadi di tahun 728 Hijriah
[2]
Beliau adalah pengarang dan penyusun Muntaqa al akhbâr yang disyarah
oleh Imam syaukani dengan Judul Nailul Awthar yang tersohor itu. Laqab
beliau adalah Majduddin Ibnu Taimiyah
[3] Maksudnya belum disusun dengan rapi untuk diterbitkan secara masal ketika Ibnu katsir menulis kitab ini
[4]
Perlu diketahui bahwa al Zamlakani memiliki pendapat-pendapat yang
miring tentang Ibnu Taimiyah,namun secara jelas terbukti disini bahwa
rasa kagum dan hormatnya mampu membuatnya menyesal kehilangan Ibnu
Taimiyah ketika dia tidak mendapati kematian beliau.
[5] Maksudnya perbedaan antara ahli bid’ah dan ahli sunnah dapat diindaksikan lewat banyaknya orang yang melayat dan mendoakan
[6]
Keberaniannya dalam mengatakan kebenaran membuat dia kerap berurusan
dengan fuqaha lain dan juga pemerintah, akibatnya mereka memfitnah dan
menjauhkan beliau dari masyarakat. Namun hari penguburannya menjadi
saksi kebenaran ijtihadnya. Wallahu a’lam
[7]
Pemilik kitab Tahzibul Kamal yang masyhur. Guru dan juga mertuanya Ibnu
Katsir . alhafidz abul fida’ Ibnu katsir dan Ibnu Hajar pernah
menceritakan bahwa Al Mizzi pernah ditahan karena membaca kitab Khalqu
Af alil Ibab karya Imam Bukhari kemudian dibebaskan atas usaha dari Ibnu
Taimiyah. Al-Bidayah Wa an-Nihayah 18/54 dan Durar Al-Kaminah 170/1
[8] Saya belum tahu ada ulama semasa Ibnu Taimiyah yang memiki kitab biografi yang lebih banyak dan lebih lengkap dari beliau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar