Sabtu, 26 April 2014

Żail Târîkh al Islâm- Al Imam al-Żahabi_Serial Biografi ibnu Taimiyah III


Syaikh, Imam, Alim, ahli tafsir, Ahli fiqih, Mujtahid, al Hafidz[1], al Muhaddits, Syaikhul Islam, langka di jamannya, dan pemilik berbagai karangan yang kecerdasannya amat  berkilau.

Dialah Taqiy al dîn Abu al Abbâs Ahmad bin (anak dari seorang Mufti yang Alim) Syihab al dîn  Abd al Halîm bin Syaikh al Islâm Majd al dîn Abi al Barakât abd al Salâm (pengarang kitab al Ahkâm) bin Abdullah bin Abi al Qâsim al Harrânî bin Taimiyah yang merupakan laqab kakeknya yang teratas.

Dilahirkan pada tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661 Hijriah di Harrân. Ia ikut serta bersama Bapak dan kerabatnya pindah ke Damaskus tahun 667 Hijriah ketika Rezim Tartar.
Mereka keluar  mengendap-endap diwaktu malam  dengan menarik sebuah kereta sapi bermuatan penuh kitab didalam gerobak. Musuh-musuh (tartar) tidak membiarkan ada hewan berkaki empat selain sapi untuk bertani. Sapi penarik gerobak tersebut amat lelah karena beratnya gerobak tersebut kemudian berhenti.

Dalam keadaan khawatir tersusul oleh Musuh, merekapun meminta pertolongan kepada Allah, kemudian sapi tersebut kembali berjalan dan Allah melindungi serta menyelamatkan mereka hingga perbatasan dan mereka selamat.

Beliau belajar kepada Abd al Dâim, Ibnu Abi al Yusr, al Kamal bin Abd, Ibnu Abi al Khair, Ibnu Shoyrafî, Syaikh Syamsuddîn, Al Qâsim al Irbilî, Ibnu Allân, dan banyak lagi.

Beliau Juga belajar berbagai kitab secara Otodidak, melakukan penyeleksian dan menyalin beberapa bagian sunan Abu Daud, meneliti rijal dan cacatnya hingga menjadi salah seorang Imam dalam Naqd (kritik rijal) dan atsar  dengan bekal ketaqwaan, keturunan terpandang, ingatan, dan Pemeliharan.
Kemudian beliau menjadi Ahli detil-detil Fiqh, Ijma, dan Ikhtilaf dengan berbagai Hujjahnya; sampai-sampai membuat orang-orang takjub ketika dia menyebutkan masalah-masalah khilaf. Dia menyampaikan dalil kemudian melakukan tarjih dan berijtihad. Dia memang pantas melakukan ijtihad, karena syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid telah ada bersamanya. Sesungguhnya aku belum pernah melihat orang yang secepat dia dalam mengekstrak  dalil untuk sebuah masalah dari ayat-ayat yang membahas tentang masalah tersebut. Tidak juga aku pernah melihat orang yang sangat hapal terhadap matan-matan hadits melebihi dia, kemudian ia mengaitkannya kepada  kitab Sohih, Musnad, atau Sunan. Seolah-olah kitab tersebut dan juga Sunan berada didepan mata dan ujung lisannya dengan ungkapan-ungkapan yang tajam dan mata terbuka serta membuat penentangnya tak berkutik karena tercengang.

Dia Adalah salah satu tanda kekuasaan Allah dalam tafsir. Pengetahuannya amat luas dalam tafsir. Satu ayat saja membutuhkan satu atau bahkan beberapa majlis untuk membahasnya.
Dalam hal pokok-pokok agama dan pengetahuannya tentang keadaan khawarij ,Rafidhah, muktazilah dan berbagai ahli bid’ah; tak ada seorangpun yang mampu menandinginya.

Hal-hal diatas juga disertai dengan kemurahan beliau yang tak dapat aku temui tandigannya, keberanian ekstrim yang tak bisa tertandingi, meninggalkan kelezatan-kelezatan duniawi berupa pakaian yang indah, makanan enak, dan peristirahatan.

Berbagai karangan dari banyak disiplin ilmu telah tersebar luas. Jumlah karangan dan fatwanya dalam disiplin ilmu Ushul, furu, zuhd, Tafsir, Tawakkal, ikhlas, dll mencapai kira-kira 300 jilid, oh tidak… bahkan lebih.

Beliau senantiasa mengatakan kebenaran, mencegah kemungkaran, dan tidak terpengaruh oleh celaan para pencela. Beliau memiliki pengaruh dan kekuasaan.

Orang-orang yang mengenalnya kadang-kadang menganggapku termasuk orang yang meremehkannya, tapi yang menentang dan menyelisihinya terkadang menganggap aku berlebih-lebihan terhadapnya, padahal tidak demikian. Aku tidak mengi’tiqadkan kemaksuman padanya. Tidak.. sekali-kali tidak! Sekalipun beliau memiliki keilmuan yang luas, keberanian yang ekstrim, encer otaknya, dan mengagungkan kehormatan agama, Beliau tetap manusia biasa, beliau bisa terpancing ketika berdebat lalu marah dan menanamkan api permusuhan dan membuat orang lari darinya.

Kalau sekiranya beliau mau bersikap lemah lembut kepada lawan-lawan debatnya, niscaya akan dicapai kesepakatan. Sebenarnya, lawan-lawan debat senior telah tunduk dengan keilmuan dan kefaqihan beliau. Mereka mengakui unggulnya kecerdasan beliau. Mereka Juga mengakui Minimnya kesalahan beliau.

Aku tidak peduli dengan sebagian ulama yang syiar dan kebiasaannya adalah meremehkan, menghina kemuliaan, dan amat membencinya sampai-sampai menganggapnya bodoh, kafir, dan mencacinya tanpa melihat karangan-karangannya, memahami perkataannya, dan tanpa pengetahuan yang menyeluruh dan sempurna. Namun ada juga orang alim yang terkadang mengarang dan membantah beliau dengan ilmu.

Yang masuk akal adalah bersikap diam terhadap hal-hal yang terjadi antara dua orang yang semasa[2]-semoga Allah merahmati mereka semua-

Aku adalah orang yang paling sedikit memperingatkan dan menjelaskan sesuai kemampuanku dalam perkataan dan tulisan. Para Sahabat dan Musuh-musuhnya tunduk dengan keilmuannya, mengakui kecepatan pemahamannya. Beliau adalah lautan tak bertepi, perbendaharaan yang tak tertandingi, kemurahannya amat tinggi, dan keberaniannya Abadi.

Hanya saja, mereka memusuhi karena perkataan dan perbuatan beliau. Karangan mereka tentang hal tersebut akan diberi pahala, keinginan-keinginan (buruk.red) mereka akan dimaafkan, kedzaliman-kedzaliman mereka akan ditutup, keekstriman mereka adalah keterpedayaan, dan segala sesuatu akan kembali kepada Allah Subhanahu Wataala. Setiap orang dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kesempurnaan adalah milik Rasul, dan hujjah ada pada Ijma. Semoga Allah merahmati orang-orang yang berbicara tentang ulama dengan ilmu atau diam dengan kemurahan hati dan mempertimbangkan dengan teliti dalam sedikitnya perkataan-perkataan mereka dengan perlahan-lahan dan pemahaman, kemudian minta ampun untuk mereka, dan meluaskan ikat pinggang pemaafaan, kalau tidak begitu,maka dia adalah orang yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dia tidak tahu.

Kalau engkau memberi udzur para pemuka Imam dalam masalah-masalah yang sulit, namun tidak memberi udzur Ibnu Taimiyah dalam hal-hal yang beliau menyendiri, maka aku tetapkan bahwa dirimu adalah pengikut hawa nafsu dan tidak inshaf.

Kalau engkau katakan: ”aku tidak akan memberinya udzur, karena ia kafir, musuh Allah dan Rasulnya”!, maka telah berkata banyak ahli ilmu dan Agama:  “ kami (Wallâhi) hanya mengetahui ibnu Taimiyah sebagai  orang mukmin, memelihara sholat, wudhu, Puasa Ramadhan, mengagungkan syariat secara zohir dan batin, tidak membawa paham buruk, dan bahkan ia memiliki kecerdasan yang ekstrim. Tidak sedikit ilmunya, bahkan dia adalah lautan yang meluap, mengerti kitab dan Sunnah, dan tak memiliki tandingan dalam hal itu. Beliau juga tidak mempermainkan agama, karena kalau demikian niscaya itu akan membuatnya menjadi yang paling cepat menjilat musuhnya[3], bersepakat dengan mereka, dan melakukan nifak.

Beliau tidak menyendiri dalam masalah agama karena nafsu syahwat dan juga tidak berfatwa semaunya, tapi beliau menyendiri dalam beberapa masalah dengan hujjah al Qur’an atau hadits atau qiyas. Kemudian beliau membuktikannya, berdebat, menukil khilaf, memanjangkan bahasan sesuai dengan contoh dari para Imam yang mendahuluinya dalam masalah tersebut.”
Kalaupun dia tersalah pada masalah tersebut, maka dia berhak atas satu pahala sebagaimana mujtahid dari kalangan ulama dan kalau ia benar,maka dia berhak atas dua pahala.

Sesungguhnya celaan dan kebencian pantas diberikan kepada dua jenis orang: seorang yang berfatwa tentang sebuah masalah dengan hawa nafsu dan tidak menampakkan hujjah dan seorang yang berbicara tentang suatu masalah tanpa aroma keilmuan dan keluasan dalil naqli. Semoga Allah menjauhkan kita dari hawa nafsu dan kebodohan.

Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dengan  mencela musuh-musuh seorang alim, sesungguhnya hawa nafsu dan kebodohan membuat mereka tidak memiliki keinshafan dan kemauan untuk melawannya. Tidak juga ada pelajaran yang dapat diambil dengan  memuji kekayaannya dan berlebih-lebihan kepadanya. Justeru pelajaran yang dapat diambil itu ada pada orang-orang yang wara dan bertaqwa dari dua sisi, mereka berbicara dengan adil dan menegakkannya untuk Allah sekalipun atas diri mereka sendiri maupun orang tua mereka.

Aku tidak sedikitpun mengharapkan dunia, harta, dan kehormatan dari laki-laki ini (Ibnu taimiyah, red). Sekalipun aku memiliki pengetahuan yang sempurna tentangnya. Tetapi aku tidak mampu menyembunyikan kebaikan-kebaikannya dalam agama dan akalku. Aku juga tidak mampu mengubur keutamaan-keutamaannya dan menampakkan dosa-dosanya yang telah diampuni dalam luasnya kemurahan Allah Taala dan ampunannya. Semua kesalahannya telah tenggelam dalam lautan ilmu dan kelemahlembutannya. Allah telah mengampuninya dan Ridha padanya, semoga Allah merahmati kita jika kita menjadi sepertinya (Ibnu Taimiyah, red).

Sekalipun begitu, aku menyelisihinya dalam beberapa masalah furu dan ushul, Telah aku jelaskan diatas bahwa kesalahannya dalam hal tersebut terampuni, bahkan semoga Allah  memberinya pahala atas niatnya yang baik dan segenap tenaga yang telah ia kerahkan. Allahlah tempat kembali. Aku juga menderita dengan perkataanku dari sahabat-sahabatnya dan musuh-musuhnya. Cukuplah Allah.
Syaikh berkulit putih, hitam rambut dan jenggotnya, sedikit ubannya, Rambutnya menjuntai hingga cuping telinganya. Dua matanya seolah lisan yang berbicara, beliau lelaki yang tegap, jauh jarak antara pundaknya, keras suaranya lagi fasih dan cepat dalam membaca. Kata-katanya tajam  kemudian ia ikuti dengan kelemahlembutan dan mudah memaafkan. Dia memiliki keberanian, kelapangan dada, dan kecerdasan yang ekstrim. Aku tidak pernah melihat yang sama dengan beliau dalam hal berdoa ,beristighasah, dan banyaknya tawajjuh kepada Allah taala. Aku dibuat lelah oleh dua kelompok. Disisi para pecintanya aku adalah orang yang meremehkannya, namun disisi musuhnya aku dianggap melampaui batas dalam membangga-banggakannya, Demi Allah tidak!
Ibnu Taimiyah berpulang kerahmatullah Taala dalam keadaan terpidana dibenteng Damaskus, disebuah ruangan setelah beberapa hari menderita sakit. Pada malam senin 20 Dzulqa’dah tahun 728 Hijriah.

Beliau disholatkan di masjid Jami Damaskus setelah dzuhur. Manusia memenuhi masjid tersebut layaknya hari Jum’at, sampai-sampai manusia datang untuk melawatnya dari 4 penjuru pintu negeri. Minimal yang datang saat itu diperkirakan berjumlah lima puluh ribu orang, dan dikatakan lebih dari itu. Beliau kemudian dibawa kekuburan Shufiyyah dan dimakamkan disamping saudaranya al Imam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati keduanya dan juga kita serta kaum Muslimin.

[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih banyak dari yang belum dihapal

[2] Sepertinya beliau mengutip sebuah kaidah jarh yang mengatakan bahwa jarah antara dua orang yang sejaman itu tidak mu’tabar

[3] Yang kita tahu (Wallahu a’lam) atas keteguhannya dalam menjaga agama dan Aqidah yang sohihlah beliau diuji, sengsara dan dipenjara. Kalaulah beliau mau mempermainkan agama , niscaya beliau tidak akan mau melakukan hal tersebut dan memilih untuk menjadi penjilat agar tidak dihukum




Tidak ada komentar:

Posting Komentar