Penulis: Abu Utsman Kharisman
NASEHAT TERHADAP TIM BAHTSUL MASA’IL PCNU JEMBER TENTANG SYAIKH AL-ALBANY (BAGIAN I)
Dinukil dari: http://itishom.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=54:nasehat-thd-tim-bahtsul-masail-pcnu-jember-bag-ii&catid=19:pembelaan-terhadap-ulama&Itemid=16
Pendahuluan
Telah lewat pembahasan
tulisan kami pada bagian pertama yang lalu berupa beberapa sanggahan,
di antaranya tentang: anggapan bahwa Syaikh al-Albany tidak memiliki
guru ilmu hadits yang mu’tabar, kemudian nukilan bahwa Syaikh
al-Utsaimin mengatakan tentang Syaikh al-Albany sebagai orang yang
tidak memiliki ilmu. Telah dijelaskan bahwa hal tersebut adalah tuduhan
tanpa bukti. Pada bagian kedua ini, kami akan jelaskan tuduhan lain
yang lebih keji, bahwa Syaikh al-Albany mengkafirkan Imam al-Bukhari.
Syaikh alAlbany tidaklah mengkafirkan
Imam alBukhari. Jika yang dimaksud adalah ucapan Syaikh alAlbany dalam
Fataawa alAlbaany, maka mari kita simak nukilan percakapan tanya jawab
tersebut:
السؤال
لي عدة أسئلة، ولكن قبل أن أبدأ أقول: أنا غفلت بالأمس عن ذكر هذه المسألة، وهي عندما قلت: إن الإمام البخاري ترجم في صحيحه في معنى قوله تعالى: { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ } [القصص:88] قال: إلا ملكه.
لي عدة أسئلة، ولكن قبل أن أبدأ أقول: أنا غفلت بالأمس عن ذكر هذه المسألة، وهي عندما قلت: إن الإمام البخاري ترجم في صحيحه في معنى قوله تعالى: { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ } [القصص:88] قال: إلا ملكه.
صراحة أنا نقلت هذا الكلام عن كتاب اسمه:
دراسة تحليلية لعقيدة ابن حجر ، كتبه أحمد عصام الكاتب ، وكنت معتقداً أن
نقل هذا الرجل إن شاء الله صحيح، ولازلت أقول: يمكن أن يكون نقله صحيحاً،
ولكن أقرأ عليك كلامه في هذا الكتاب.
إذ يقول: قد تقدم ترجمة البخاري لسورة
القصص في قوله تعالى: { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ }
[القصص:88]، أي: إلا ملكه، ويقال: (إلا) ما أريد به وجه الله، وقوله: إلا
ملكه، قال الحافظ في رواية النسفي وقال معمر فذكره، و معمر هذا هو أبو
عبيدة بن المثنى ، وهذا كلامه في كتابه مجاز القرآن ، لكن بلفظ (إلا هو)،
فأنا رجعت اليوم إلى الفتح نفسه فلم أجد ترجمة للبخاري بهذا الشيء، ورجعت
لـ صحيح البخاري دون الفتح ، فلم أجد هذا الكلام للإمام البخاري ، ولكنه
هنا كأنه يشير إلى أن هذا الشيء موجود برواية النسفي عن الإمام البخاري ،
فما جوابكم؟
الجواب
جوابي تقدم سلفاً.
السائل: أنا أردت أن أبين هذا مخافة أن أقع في كلام على الإمام البخاري .
الشيخ: أنت سمعت مني التشكيك في أن يقول البخاري هذه الكلمة؛ لأن تفسير قوله تعالى: { وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالْأِكْرَامِ } [الرحمن:27] أي: ملكه، يا أخي! هذا لا يقوله مسلم مؤمن، وقلت أيضاً: إن كان هذا موجوداً فقد يكون في بعض النسخ، فإذاً الجواب تقدم سلفاً، وأنت جزاك الله خيراً الآن بهذا الكلام الذي ذكرته تؤكد أنه ليس في البخاري مثل هذا التأويل الذي هو عين التعطيل
جوابي تقدم سلفاً.
السائل: أنا أردت أن أبين هذا مخافة أن أقع في كلام على الإمام البخاري .
الشيخ: أنت سمعت مني التشكيك في أن يقول البخاري هذه الكلمة؛ لأن تفسير قوله تعالى: { وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالْأِكْرَامِ } [الرحمن:27] أي: ملكه، يا أخي! هذا لا يقوله مسلم مؤمن، وقلت أيضاً: إن كان هذا موجوداً فقد يكون في بعض النسخ، فإذاً الجواب تقدم سلفاً، وأنت جزاك الله خيراً الآن بهذا الكلام الذي ذكرته تؤكد أنه ليس في البخاري مثل هذا التأويل الذي هو عين التعطيل
.
السائل: يا شيخنا! على هذا كأن مثل هذا القول موجود في الفتح ، وأنا أذكر أني مرة راجعت هذه العبارة باستدلال أحدهم، فكأني وجدت مثل نوع هذا الاستدلال، أي: أنه موجود وهو في بعض النسخ، لكن أنا قلت له: إنه لا يوجد إلا الله عز وجل، وإلا مخلوقات الله عز وجل، ولا شيء غيرها، فإذا كان كل شيء هالك إلا وجهه، أي: إلا ملكه، إذاً ما هو الشيء الهالك؟!! الشيخ: هذا يا أخي! لا يحتاج إلى تدليل على بطلانه، لكن المهم أن ننزه الإمام البخاري عن أن يؤول هذه الآية وهو إمام في الحديث وفي الصفات، وهو سلفي العقيدة والحمد لله
السائل: يا شيخنا! على هذا كأن مثل هذا القول موجود في الفتح ، وأنا أذكر أني مرة راجعت هذه العبارة باستدلال أحدهم، فكأني وجدت مثل نوع هذا الاستدلال، أي: أنه موجود وهو في بعض النسخ، لكن أنا قلت له: إنه لا يوجد إلا الله عز وجل، وإلا مخلوقات الله عز وجل، ولا شيء غيرها، فإذا كان كل شيء هالك إلا وجهه، أي: إلا ملكه، إذاً ما هو الشيء الهالك؟!! الشيخ: هذا يا أخي! لا يحتاج إلى تدليل على بطلانه، لكن المهم أن ننزه الإمام البخاري عن أن يؤول هذه الآية وهو إمام في الحديث وفي الصفات، وهو سلفي العقيدة والحمد لله
Pertanyaan:’Saya memiliki beberapa
pertanyaan, akan tetapi sebelum saya mulai, saya katakan: Saya lupa
kemarin untuk menyebutkan masalah ini, yaitu: Sesungguhnya al-Imam
alBukhari menjelaskan dalam Shahihnya tentang firman Allah Ta’ala:’
Segala sesuatu binasa kecuali WajahNya’ (Q.S alQoshosh: 88), beliau
berkata: ‘kecuali kekuasaan/milikNya’. ‘Secara jelas saya menukil
ucapan ini dari kitab yang berjudul: ‘Diraasah Tahliiliyah li ‘aqiidati
Ibni Hajar’, ditulis oleh Ahmad ‘Ishaam al-Kaatib. Dan saya yakin
bahwa nukilan penulis ini Insya Allah benar. Aku terus menerus berkata:
mungkin nukilannya benar. Akan tetapi saya bacakan di hadapan anda
ucapan beliau di dalam kitab ini.
Telah berlalu penjelasan alBukhari
dalam surat alQoshosh tentang firman Allah Ta’ala : ‘Segala sesuatu
akan binasa kecuali WajahNya’ (Q.S alQoshosh:88): Segala yang
diharapkan dengannya Wajah Allah. Dan ucapan beliau: ‘Kecuali
kekuasaanNya/ milikNya. AlHafidz Ibnu Hajar berkata dalam riwayat
anNasafiy dan berkata Ma’mar, kemudian disebutkan ucapan tersebut.
Ma’mar ini adalah Abu Ubaidah bin alMutsanna. Ini adalah ucapannya
dalam kitabnya Majaazul Qur’an. Akan tetapi dengan lafadz ‘kecuali
Dia’. Aku pada hari ini berusaha melihat kembalai Fathul Baari tetapi
tidak aku temui penjelasan alBukhari tentang itu. Kemudian aku juga
melihat kembali kitab Shahih alBukhari yang tanpa syarh Fathul Baari,
aku juga tidak mendapati ucapan ini dari alBukhari. Akan tetapi,
seakan-akan itu mengisyaratkan bahwa kalimat itu ada pada riwayat
anNasafiy dari al-Imam al-Bukhari. Bagaimana jawaban anda?
Jawaban: “Jawaban saya adalah seperti yang tersebutkan lalu”.
Penanya bertanya lagi: “Saya ingin menjelaskan ini karena khawatir terjatuh dalam kesalahan terhadap ucapan al-Imam al-Bukhari.
Syaikh alBany berkata lagi: Anda
telah mendengar dari saya keraguan bahwa alBukhari mengucapkan kalimat
tersebut. Karena sesungguhnya tafsir firman Allah Ta’ala: ‘Dan tetap
kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan’
(ArRahman:27), (Wajah) yaitu Kekuasaan/MilikNya. Wahai saudaraku,
ucapan ini tidak sepantasnya diucapkan seorang muslim yang beriman. Aku
juga katakan bahwa: Jika (perkataan) tersebut ada, mungkin terdapat
pada sebagian naskah. Kalau demikian, maka jawabannya adalah pada yang
telah lalu. Kepada anda, Jazaakallah khairan (semoga Allah membalas
anda dengan kebaikan), sekarang dengan ucapan yang telah anda sebutkan
itu memperjelas bahwa tidak ada dalam alBukhari semisal takwil tersebut
yang merupakan bentuk peniadaan.
Penanya bertanya lagi: Wahai Syaikh
kami, sepertinya ucapan semacam ini terdapat dalam Fathul Baari. Saya
telah menyebutkan bahwa saya berkali-kali mengecek kembali kalimat ini
dengan pendalilan salah satu dari mereka. Sepertinya saya menemukan
sebagian bentuk pendalilan ini, bahwasanya itu terdapat dalam sebagian
naskah. Akan tetapi saya katakan kepadanya: Sesungguhnya tidak ada
kecuali Allah dan kecuali makhluk-makhluk Allah. Tidak ada selain
keduanya. Jika tidak ada yang binasa kecuali WajahNya artinya miliknya,
maka apa lagi yang binasa?
Syaikh alAlbany berkata: ‘ Wahai
saudaraku, ini tidak membutuhkan lagi dalil untuk menunjukkan
kebatilannya. Akan tetapi yang penting adalah membersihkan persangkaan
bahwa al-Imam alBukhari telah menakwilkan ayat (seperti itu), dalam
keadaan beliau adalah Imam dalam masalah hadits dan Sifat Allah. Beliau
adalah seorang Salafy dalam aqidahnya, alhamdulillah (Fataawa alAlbaany halaman 522-523).
Saudaraku kaum muslimin….
Kalau dialog tanya jawab dengan Syaikh
alAlbaany tersebut kita baca dengan baik niscaya kita akan dengan mudah
memahami bahwa sungguh dusta tuduhan tersebut. Sama sekali Syaikh
alAlbany tidak mengkafirkan Imam alBukhari.
Ada seorang penanya yang dalam suatu
kesempatan menanyakan kepada Syaikh AlBany, apakah benar Imam alBukhary
telah menakwilkan ‘Wajah Allah’ dengan ‘Kekuasaan/’Milik’Nya. Awalnya
Syaikh tidaklah menanggapi terlalu banyak. Cukuplah penjelasan dalam
pertemuan-pertemuan majelis beliau sebelumnya bahwa Imam alBukhari
menafsirkan surat alQoshosh ayat 88, dengan ‘Segala sesuatu akan binasa, kecuali yang diharapkan dengannya Wajah Allah’. Penjelasan
Syaikh alAlbany ini sama dengan ucapan Ibnu Katsir dalam tafsirnya
yang menukil juga pendapat Imam alBukhari (akan dijelaskan selanjutnya
pemahaman Imam al-Bukhari yang sebenarnya tentang makna ‘Wajah Allah’.
Penanya tersebut mengatakan sendiri
bahwa ia telah berulang kali berusaha croscek ulang pada naskah Shahih
alBukhari yang ada pada dirinya, namun ia tidak mendapati perkataan
Imam alBukhari yang menakwilkan demikian. Hal ini menunjukkan bahwa
penafsiran ‘Wajah’ dengan ‘Kekuasaan’/’Milik’ ada pada sebagian naskah
(manuskrip), dan penukilan pada naskah tersebut tidak benar,
sebagaimana dijelaskan oleh alHafidz Ibnu Hajar bahwa kalau yang
dimaksud adalah ucapan Ma’mar maka seharusnya penafsirannya adalah : ‘segala sesuatu akan binasa, kecuali Dia’.
Penanya juga dapat menarik kesimpulan sendiri bahwa penafsiran tersebut terlihat tidak benar. Kalau diartikan bahwa ‘segala sesuatu akan binasa, kecuali milik Allah’, maka
berarti tidak akan ada yang binasa. Karena yang ada hanyalah Allah dan
makhlukNya, sedangkan makhluk Allah adalah milik Allah. Itulah yang
dimaksud dengan ucapan Syaikh alAlbany bahwa tidak mungkin seorang
muslim yang beriman akan mengucapkan demikian, karena berarti dia akan
berkeyakinan bahwa semua akan kekal.
Di sini nampak jelas kedustaan tuduhan
itu, karena sama sekali Syaikh alAlbany tidak menyatakan bahwa Imam
alBukhari adalah bukan seorang muslim dan mukmin, justru Syaikh
meragukan kalimat itu sebagai ucapan Imam al-Bukhari. Syaikh
menyatakan: “Anda telah mendengar dari saya keraguan bahwa alBukhari mengucapkan kalimat tersebut”…kemudian beliau juga menyatakan: …”Akan tetapi yang penting adalah membersihkan persangkaan bahwa al-Imam alBukhari telah menakwilkan ayat (seperti itu)”.
Kemudian, sebagai bantahan telak bahwa
Syaikh alAlbany sama sekali tidak mengkafirkan Imam alBukhari, bahkan
justru memujinya sebagai salah seorang Imam kaum muslimin, di akhir
dialog Syaikh alAlbany menyatakan: “…dalam keadaan beliau adalah
Imam dalam masalah hadits dan Sifat Allah. Beliau adalah seorang Salafy
dalam aqidahnya, Alhamdulillah”.
Sedemikian jelasnya masalah ini jika
dipandang secara adil. Namun, musuh dakwah Ahlussunnah bersikap tidak
amanah, dan memang yang dicarinya adalah fitnah untuk menjauhkan Ulama’
Ahlussunnah dari kaum muslimin.
Pemahaman Imam al-Bukhari tentang ‘Wajah Allah’
Al-Imam al-Bukhari memahami ‘Asma’ WasSifat Allah (Nama dan Sifat Allah) sesuai dengan pemahaman Salafus Sholih. Beliau tidaklah mentakwil dengan takwil yang batil. Mari kita simak penjelasan al-Imam al-Bukhari dalam Shahihnya:
{
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ } إِلَّا مُلْكَهُ وَيُقَالُ إِلَّا مَا أُرِيدَ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ
“ { Segala sesuatu binasa kecuali WajahNya} yaitu KekuasaanNya, dan dinyatakan juga : ‘kecuali segala yang diinginkan dengannya Wajah Allah “ (Shahih al-Bukhari juz 14 halaman 437).
Ini adalah pernyataan beliau yang bisa
didapati pada sebagian naskah Shahih al-Bukhari, dan pada naskah yang
lain tidak ada. Pernyataan Imam al-Bukhari ini bisa dijelaskan dalam
beberapa hal penting:
Pertama, Imam al-Bukhari menukilkan beberapa tafsiran yang masyhur terhadap ayat tersebut. Dalam hal ini beliau menyebutkan makna : “Segala sesuatu binasa kecuali WajahNya, dalam 2 penafsiran :
a. إلا ملكه : kecuali ‘Kekuasaan’ / ‘milik’Nya.
b. إلا ما أريد به وجه
الله : kecuali segala yang diinginkan dengannya Wajah Allah. Artinya,
segala sesuatu yang dilakukan ikhlas karena Allah.
Imam al-Bukhari menukilkan 2 penafsiran
ini, namun sebenarnya beliau lebih cenderung memilih pendapat yang
kedua. Maknanya, segala sesuatu akan binasa/lenyap kecuali amalan yang
dilakukan ikhlas hanya untuk Allah.
Bagaimana kita bisa tahu bahwa Imam al-Bukhari lebih cenderung pada pendapat yang kedua, bukan yang pertama?
Mudah sekali. Hal itu dijelaskan oleh alHafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Beliau menyatakan:
وقال مجاهد والثوري في قوله: { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ } أي: إلا ما أريد به وجهه، وحكاه البخاري في صحيحه كالمقرر له
“ Mujahid dan ats-Tsaury berkata
tentang firman Allah : ‘Segala sesuatu akan binasa, kecuali WajahNya’,
yaitu: kecuali segala sesuatu yang diharapkan dengannya WajahNya. AlBukhari menghikayatkan dalam Shahihnya sebagai pendapatnya”
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam menafsirkan Quran Surat al-Qoshosh
ayat 88 juz 6 halaman 135 cetakan alMaktabah atTaufiqiyyah ta’liq dari
Haani al-Haj).
Kedua, penukilan penafsiran ‘Wajah’ Allah dengan ‘Kekuasaan’ / ‘milik’ Allah ini perlu ditinjau ulang.
AlHafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolaany menjelaskan dalam Fathul Baari:
قَوْله : ( إِلَّا وَجْهه : إِلَّا مُلْكه )
فِي رِوَايَة النَّسَفِيِّ ” وَقَالَ مَعْمَر ” : فَذَكَرَهُ . وَمَعْمَر
هَذَا هُوَ أَبُو عُبَيْدَة بْن الْمُثَنَّى ، وَهَذَا كَلَامه فِي
كِتَابه ” مَجَاز الْقُرْآن ” لَكِنْ بِلَفْظِ ” إِلَّا هُوَ ” وَكَذَا
نَقَلَهُ الطَّبَرِيُّ عَنْ بَعْض أَهْل الْعَرَبِيَّة ، وَكَذَا ذَكَرَهُ
الْفَرَّاء
Ucapan al-Bukhari {kecuali WajahNya :
kecuali Kekuasaan/milikNya} ada pada riwayat anNasafiy dengan
menyatakan : ‘Ma’mar berkata….’kemudian disebutkan ucapan tersebut.
Ma’mar ini adalah Abu Ubaidah bin alMutsanna. Ucapan tersebut terdapat
dalam kitabnya “Majaazul Qur’aan”, akan tetapi dengan lafadz ‘kecuali
Dia’. Demikian juga dinukil oleh atThobary dari sebagian ahli bahasa
Arab, dan disebutkan juga oleh al-Farra’ (Lihat Fathul Baari syarh Shahih alBukhari juz 13 halaman 292).
Dari penjelasan alHafidz di atas bisa
disimpulkan bahwa Imam alBukhari menukilkan tafsiran ‘Wajah’ Allah
dengan ‘Kekuasaan’/’Milik’ Allah berdasarkan riwayat anNasafiy dari
perkataan Ma’mar. Namun, perkataan Ma’mar dalam kitabnya Majaazul
Qur’an bukanlah menafsirkan kalimat ‘kecuali Wajah Allah’ dengan
‘kecuali Kekuasaan Allah’, tapi dengan ‘kecuali Dia’. Dari sini nampak
jelas bahwa penukilan tafsir ‘Wajah Allah’ dengan ‘Kekuasaan’/’Milik’
Allah sebagai ucapan Ma’mar adalah penukilan yang tidak benar.
Atas dasar inilah, maka Syaikh Muhammad Nashiruddin alAlbaany ketika
ditanya tentang hal ini beliau meragukan tafsiran itu sebagai tafsiran
dari Imam alBukhari sendiri, dan tidak mungkin Imam alBukhari
menyatakan demikian (InsyaAllah nanti akan diperjelas pada bantahan
syubhat ke-2).
Ketiga, Imam alBukhari menetapkan ‘Wajah’ Allah.
Tidak seperti al-‘Asya-iroh yang
menakwilkan Sifat Allah dengan Sifat yang batil, Imam alBukhari
menakwilkannya dengan takwilan yang benar.
Takwilan yang benar adalah takwilan yang
merupakan penjelas dari maksud suatu kalimat. Penakwilan tersebut
tidaklah keluar dari kaidah bahasa Arab. Sedangkan takwilan yang batil
adalah penakwilan yang pada dasarnya mengingkari adanya Sifat itu,
kemudian dia palingkan maknanya pada makna yang lain. Intinya,
seseorang yang menakwil dengan takwil yang batil mengingkari makna
hakiki dari Sifat tersebut. Dia tidak menolaknya secara terang-terangan
seperti para Mu’aththilah (Jahmiyyah), namun dia palingkan maknanya kepada makna yang lain.
Sebagai contoh, takwilan yang batil
adalah menakwilkan ‘Tangan’ Allah dengan ‘Kekuasaan’. Seseorang yang
menakwilkan ini tidaklah menetapkan bahwa Allah memiliki Tangan.
Padahal Ahlussunnah tidaklah menetapkan kecuali yang Allah tetapkan
untuk dirinya sendiri, sesuai dengan Kesempurnaan Sifat yang ada pada
Allah tanpa memalingkannya pada makna yang lain.
Imam al-Bukhari menetapkan Wajah Allah
sesuai dengan Kesempurnaan Sifat Allah, tanpa beliau palingkan pada
makna lain. Bagaimana kita tahu bahwa beliau menetapkan ‘Wajah’ bagi
Allah? Bisa kita simak dalam kitab Shahih beliau sendiri pada bagian
yang lain. Beliau menempatkan bab tersendiri dalam penafsiran ayat itu,
kemudian menyebutkan riwayat hadits yang menjelaskan kandungan bab
itu sendiri.
Imam alBukhari menyatakan dalam kitab Shahihnya:
بَاب قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ }
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { قُلْ هُوَ الْقَادِرُ
عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ } قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعُوذُ بِوَجْهِكَ
فَقَالَ{ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ } فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعُوذُ بِوَجْهِكَ قَالَ { أَوْ يَلْبِسَكُمْ
شِيَعًا } فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا
أَيْسَرُ
“Bab firman Allah Ta’ala : ‘Segala sesuatu binasa kecuali WajahNya’
Telah memberitahukan kepada kami
Qutaibah bin Sa’id (ia berkata) telah memberitahukan pada kami Hammad
bin Zaid dari ‘Amr dari Jabir bin Abdillah beliau berkata: ketika turun
ayat ini : ‘Katakan: Dialah (Allah) Yang mampu untuk mengirim adzab
dari atas kalian’, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Aku berlindung kepada WajahMu’, kemudian firman Allah : ‘atau dari bawah kaki kalian’, Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘aku berlindung kepada WajahMu’,
kemudian firman Allah: atau Dia mencampurkan kamu dalam
golongan-golongan (yang saling bertentangan), Nabi shollallaahu ‘alaihi
wasallam berkata: ‘Ini lebih ringan’(Lihat Shahih alBukhari juz 22 halaman 410).
Telah dimaklumi di kalangan para Ulama’
Ahlul hadits bahwa pemilihan riwayat hadits dalam suatu bab merupakan
representasi pemahaman Imam alBukhari terhadap makna yang ada pada bab
tersebut. Ketika Imam alBukhari menyebutkan hadits perkataan/ doa Nabi:
‘Aku berlindung kepada WajahMu’, beliau tidaklah mentakwilkan ucapan
Nabi tersebut pada makna-makna lain. Beliau sekedar menyebutkan riwayat
itu saja. Ini menunjukkan bahwa Imam alBukhari menetapkan Sifat
‘Wajah’ bagi Allah tanpa mentahrif (memalingkan) pada makna yang lain.
Mungkin masih tersisa pertanyaan: ‘Jika
benar Imam alBukhari memilih pendapat yang kedua dalam menafsirkan ayat
itu, bukankah juga berarti beliau menakwilkan ayat tersebut. Kalimat: ‘Segala sesuatu akan binasa, kecuali Wajah Allah’ ditakwilkan sebagai ‘Segala sesuatu akan binasa kecuali yang mengharapkan Wajah Allah’. Benar, itu adalah takwil yang beliau lakukan sebagaimana penakwilan atTsaury. Penakwilan tersebut tidaklah batil, karena memang dipahami dari ucapan lafadz Arab.
Al-Imam atThobary menyatakan dalam tafsir atThobary juz 19 halaman 643 bahwa penafsiran tersebut sesuai dengan perkataan syair:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ ذَنْبًا لَسْتُ مُحْصِيهُ… رَبُّ العِبادِ إلَيْهِ الوَجْهُ والعَمَلُ
“Aku memohon ampun kepada Allah dari dosa yang aku tak mampu menghitungnya…
(Dialah) Rabb hamba-hamba, yang kepadaNya wajah (kehendak) dan amalan
Lafadz الوجه (wajah) dalam kalimat syair tersebut berarti kehendak dan keinginan.
Takwil yang demikian bukanlah takwil
yang batil, karena merupakan salah satu penjelasan terhadap makna
kalimat yang sesuai dengan konteks bahasa Arab yang biasa dipahami.
Selain itu, penakwilan ini tidaklah menafikan penetapan ‘Wajah’ bagi
Allah sesuai dengan Keagungan, Kemulyaan, dan Kesempurnaan Allah, yang
tidak sama dengan makhlukNya, dan tidak diketahui kaifiyatnya kecuali
Allah.
Demikianlah penakwilan Imam al-Bukhari
terhadap makna ‘Wajah Allah’. Karena itu, ketika ada penanya yang
bertanya tentang pendapat Imam al-Bukhari tersebut, Syaikh al-Albany
menunjukkan pemahaman yang benar yang dipilih oleh Imam al-Bukhari.
Beliau (Syaikh al-Alabny) tidak yakin bahwa Imam al-Bukhari menafsirkan
‘Wajah Allah’ dengan ‘Kekuasaan Allah’.
Link Terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar