Penulis : Abu Utsman Kharisman
Beliau juga memuji Syaikh al-Albany:
A. PENDAHULUAN
Sebagian saudara kita yang tergabung
dalam tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember berusaha mendiskreditkan Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albany dan menggiring opini umat Islam untuk
tidak menjadikan beliau sebagai rujukan dalam ilmu hadits. Hal tersebut
termuat dalam buku Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” (H. Mahrus Ali), halaman 245-247. Beberapa situs dan blog di internet juga menukil tulisan tersebut dan memberi judul pada artikelnya dengan Kedudukan Syaikh Nashiruddin al-Albani Dalam Menilai Hadits.
Kali ini kita akan mengulas
beberapa syubhat yang terdapat pada tulisan tim Bahtsul Masa’il PCNU
Jember tersebut. Syubhat-syubhat yang ada tidak sedikit yang sekedar
tuduhan tanpa bukti. Ada pula yang berupa ketergelinciran Syaikh
alAlbany dalam ijtihad yang sebenarnya tidak layak dijadikan bahan
untuk mengeluarkan beliau dari lingkup Ulama’ Ahlussunnah. Ada pula
tuduhan yang bersumber dari kesalahan dalam memahami ucapan-ucapan
Syaikh.
Ulasan berikut ini akan
menjelaskan dan membantah syubhat-syubhat tersebut. Jika syubhat
tersebut berupa tuduhan tanpa bukti, kami akan jelaskan fakta
berdasarkan referensi yang ada. Syubhat dalam bentuk kesalahan dalam
memahami ucapan/ tulisan Syaikh akan dijawab dengan meluruskan
pemahaman tersebut. Jika syubhat itu dalam bentuk mendiskreditkan beliau
dalam kesalahan ijtihad, akan kami jelaskan kesalahan tersebut,
sebatas ilmu yang ada pada kami, karena kebenaran jauh lebih dicintai
seorang muslim dibandingkan kecintaan kepada gurunya sekalipun, namun
seharusnya dengan metode yang berakhlaq.
B. SYAIKH AL-ALBANY BERKHIDMAT TERHADAP SUNNAH
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany rahimahullah adalah
salah seorang ulama’ Ahlussunnah. Beliau memiliki kapasitas keilmuan
dalam ilmu hadits yang tidak diragukan lagi. Karya-karya beliau banyak
dijadikan rujukan. Sebagai salah satu bentuk nikmat yang Allah berikan
kepada kaum muslimin adalah hasil-hasil penelitian/ kajian beliau
terhadap hadits-hadits Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam.
Tidak kurang dari 50 tahun beliau berkhidmat terhadap hadits-hadits Nabi. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmatNya yang luas dan berlimpah kepada beliau serta memberkahi karya-karya beliau:
- Ta’lif tidak kurang dari 29 kitab, di antaranya : Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah yang mengumpulkan 6501 hadits lemah dan palsu dalam 13 jilid, dan Silsilah al-Ahaadits as-Shohiihah yang terdapat 4035 hadits shohih dan hasan dalam 9 jilid.
- Tahqiiq tidak kurang dari 11 kitab
- Takhrij tidak kurang dari 19 kitab
- Ikhtishar, Murooja’ah, dan ta’liq tidak kurang dari 6 kitab (Hayaatul al-Albany)
Dengan pertolongan Allah, beliau telah memilahkan untuk umat hadits-hadits dalam kitab-kitab induk : Sunan Abi Dawud, Sunan atTirmidzi, Sunan anNasaa-i, dan Sunan Ibn Majah. Itulah 4 kitab dari 6 kitab rujukan utama dalam hadits (Kutubus Sittah) selain Shahih alBukhari dan Muslim. Sehingga demikian memudahkan bagi para penuntut ilmu dalam merujuk pada kitab-kitab tersebut.
Perhatikanlah, untuk 4 kitab itu saja
berarti beliau telah meneliti 5274 hadits dalam Sunan Abu Dawud, 3956
hadits dalam Sunan atTirmidzi, 5758 hadits dalam Sunan anNasaai, dan
4341 hadits dalam Sunan Ibn Majah. Total, tidak kurang dari 19.329
hadits telah beliau teliti dari 4 kitab tersebut.
Belum lagi dalam kitab – kitab lain. AtTarghib wat Tarhiib 5766 hadits, al-Adabul Mufrad 1322 hadits, alJaamius Shoghir 14.587 hadits, Riyaadus Sholihin tidak kurang dari 1896 hadits, Dzhilaalul Jannah 1559 hadits. Pada kitab-kitab yang telah kami sebutkan di atas ini saja beliau telah meneliti tidak kurang dari 44.459
hadits ! Padahal yang kami sebutkan baru sedikit contoh – dari sekian
banyak – kitab yang telah beliau teliti hadits-haditsnya.
Begitu bermanfaatnya tulisan-tulisan
kajian hadits Syaikh alAlbaany tersebut, sampai-sampai Syaikh Muqbil
bin Hadi al-Wadi’i menyatakan: “Suatu perpustakaan (Islam) yang tidak memiliki karya Syaikh al-Albaany adalah perpustakaan yang miskin”. Karya
tulis beliau memang benar-benar dijadikan referensi kaum muslimin.
Baik Ahlussunnah yang mengambil faidah dari kajian ilmiyah tersebut,
maupun musuh-musuh beliau yang dengki terhadap beliau, tidak sedikit
yang juga menyimpan karya tulis beliau dalam bagian koleksi pribadinya,
kemudian secara diam-diam menjadikannya sebagai salah satu rujukan.
C. SIKAP YANG ADIL TERHADAP SYAIKH AL-ALBANY
Para penentang dakwah Ahlussunnah
menganggap Syaikh alAlbany sebagai Imam Salafy yang secara fanatik
diikuti secara membabi buta. Padahal tidak demikian. Beliau adalah
salah satu dari sekian banyak Ulama’ Ahlussunnah, yang semua Ulama’
tersebut diperlakukan sama -oleh Ahlussunnah- dalam hal: dihormati
karena keilmuannya tanpa melampaui batas, diikuti nasehat dan
bimbingannya selama sesuai dengan Sunnah Nabi, dan dijelaskan
ketergelinciran atau kesalahan ijtihadnya –jika diperlukan- dalam
beberapa hal dengan tetap memperhatikan adab dan mendoakan rahmat bagi
beliau.
Sebagai manusia, beliau tidaklah luput dari kesalahan. Sebagaimana ucapan Imam Malik:
كل أحد يؤخذ من قوله، ويترك، إلا صاحب هذا القبر صلى الله عليه وسلم
“Setiap orang ucapannya bisa diambil
atau ditinggalkan, kecuali orang yang ada di dalam kubur ini (sambil
mengisyaratkan pada kuburan Nabi) shollallaahu ‘alaihi wasallam (Lihat
Siyaar A’laamin Nubalaa’ karya al-Hafidz Adz-Dzahaby juz 8 halaman 93).
Ya, setiap orang selain Nabi Shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah ma’shum (terjaga) dari kesalahan. Hanya Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam sajalah
yang petunjuknya dalam masalah Dien harus diikuti secara mutlak. Sabda
beliau tidak bisa ditolak. Beda dengan manusia lain. Manusia lain,
siapapun orangnya, setinggi apapun tingkat keilmuannya, ada kalanya
benar, ada kalanya salah.
Demikian juga Syaikh al-Albany.
Ahlussunnah tidaklah fanatik secara membabi buta terhadap hasil telaah
hadits yang beliau lakukan. Jika hasil penelitian Syaikh al-Albany
terhadap suatu hadits ternyata bertentangan dengan kajian Ulama’
Ahlussunnah lain yang pendapatnya lebih kuat, ditopang hujjah yang
lebih kokoh, maka pendapat Ulama’ Ahlussunnah itulah yang harus
diikuti. Sehingga Ahlussunnah adalah orang-orang yang mengikuti
pendapat di atas ilmu, dan menolak dan menyanggah suatu pendapat juga di
atas ilmu.
Lajnah ad-Daimah pada saat masih
diketuai Syaikh Bin Baz beberapa kali pernah menjadikan hasil
penelitian Syaikh al-Albany sebagai rujukan. Namun, dalam kesempatan
lain, pada beberapa keadaan, berbeda pendapat dengan Syaikh al-Albany
dalam menilai suatu hadits.
Silakan disimak tanya jawab berikut dalam Fatwa Lajnah ad-Daaimah:
س: « صنفان من الناس إذا صلحا صلح الناس… » إلخ، هل هو حديث أو من كلام عمر ؟
ج: رواه أبو نعيم في
[الحلية] عن ابن عباس ، وقد ذكره السيوطي في الجامع الصغير بهذا اللفظ: «
صنفان من الناس إذا صلحا صلح الناس وإذا فسدا فسد الناس: العلماء والأمراء
» ورمز له السيوطي بالضعف، ونقل المناوي في شرحه [الجامع الصغير] عن
الحافظ العراقي أنه ضعيف، وذكر أخونا العلامة الشيخ ناصر الدين الألباني
في كتاب [سلسلة الأحاديث الضعيفة] أنه موضوع؛ لأن في إسناده محمد بن زياد
اليشكري ، وهو كذاب، قاله أحمد وابن معين .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
Pertanyaan: “Ada 2 kelompok orang
yang jika mereka berdua baik, maka akan baiklah keadaan manusia…”.
Apakah (lafadz) itu adalah hadits atau ucapan Umar?
Jawaban: (Ucapan) itu diriwayatkan
oleh Abu Nu’aim dalam ‘al-Hilyah’ dari Ibnu Abbas. As-Suyuthy
menyebutkannya dalam al-Jami’us Shaghir dengan lafadz: “ Dua kelompok
orang yang jika baik keduanya, maka manusia akan baik, yaitu Ulama’ dan
Umara’ (pemimpin)”. As-Suyuthy mengisyaratkan kelemahannya. Dan
alMunawy menukil perkataan alHafidz al-‘Iraqy dalam Syarahnya terhadap
alJami’us Shaghir bahwasanya itu lemah(dhaif). Dan saudara kita asy-Syaikh Nashiruddin al-Albaany dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah (menyatakan) bahwa itu palsu.
Karena pada sanadnya terdapat Muhammad bin Ziyaad al-Yasykary, yang
dia adalah pendusta, sebagaimana dikatakan oleh Ahmad dan(Yahya) Ibnu
Ma’in. (Fatwa al-Lajnah adDaaimah juz 6 halaman 336).
Demikian juga pada fatwa no 7586, ketika ada yang menanyakan derajat suatu hadits: “Allah mewahyukan kepada Dawud: Tidaklah hambaku menyandarkan diri padaKu…..”
alLajnah ad-Daaimah menyatakan:
الحديث الذي ذكرت: موضوع، كما ذكر الشيخ محمد ناصر الألباني ؛ لأن في سنده يوسف بن السفر ، وهو ممن يضع الأحاديث
“Hadits yang anda sebutkan adalah
palsu, sebagaimana dinyatakan oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albany, karena pada sanadnya ada Yusuf bin as-Safar, yang dia
termasuk pemalsu hadits” (Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah juz 6 halaman 404).
Ketika ada penanya yang menanyakan
bagaimana dengan kitab ‘Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah’ karya Syaikh
al-Albany, apakah bisa dijadikan rujukan? Lajnah ad-Daimah menjelaskan:
أما كتاب [سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة] فمؤلفه واسع الاطلاع في الحديث، قوي في نقدها والحكم عليها بالصحة أو الضعف، وقد يخطئ
“Sedangkan kitab Silsilah
al-Ahaadits ad-Dhaifah wal maudlu’ah, penulisnya memiliki wawasan yang
luas dalam ilmu hadits, kuat dalam hal mengkritik dan menentukan shahih
atau lemahnya (hadits), (walaupun) kadang-kadang ia juga salah”(Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah juz 6 halaman 404)
Di lain kesempatan, Lajnah
ad-Daimah juga berbeda pendapat dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albaany ketika ada penanya yang menanyakan kedudukan hadits tentang
sholat tasbih. Lajnah ad-Daimah cenderung pada pendapat bahwa
hadits-hadits tentang itu tidak ada yang shahih, sedangkan Syaikh
alAlbany cenderung pada pendapat Ulama sebelumnya yang menshahihkan
salah satu riwayat (Fatwa al-Lajnah adDaimah juz 6 halaman 401).
Hal itu menunjukkan keadilan sikap Ulama’ Ahlussunnah terhadap Ulama’
lainnya, mereka menghormatinya dan mencintainya karena Allah,
kadangkala menukil ucapannya untuk menguatkan pendapat –jika memang
pendapat tersebut lebih dekat pada kebenaran-, namun mereka tidak
pernah mengkultuskan dan menganggap bahwa orang itu tidak pernah salah
sehingga semua ucapannya harus selalu diikuti.
Untuk selanjutnya, kita akan bahas
beberapa hal yang diungkap dalam tulisan tim Bahtsul Masa’il PCNU
Jember tentang Syaikh al-Albany. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua….
D. OTODIDAK DAN TIDAK MEMILIKI GURU?
Syubhat : Syaikh al-Albany hanya belajar hadits secara otodidak dan tidak memiliki guru.
Nukilan syubhat :
“ Pada mulanya, al-Albani adalah seorang tukang jam. Ia memiliki kegemaran membaca buku. Dari kegemarannya
ini, ia curahkan untuk mendalami ilmu hadits secara otodidak, tanpa
mempelajari hadits dan ilmu agama yang lain kepada para ulama,
sebagaimana yang menjadi tradisi ulama salaf dan ahli hadits. Oleh karena itu al-Albani tidak memiliki sanad hadits yang mu’tabar “
Jawaban :
Tidak benar kalau dikatakan
bahwa Syaikh al-Albany tidak memiliki guru dan murni otodidak. Dalam
ilmu hadits beliau mendapatkan ijazah dari Syaikh Raghib atTobbaakh. Di
antaranya ijazah periwayatan hadits yang sanadnya sampai kepada Abu
Dawud. (Tentunya sanad dari Abu Dawud bersambung kepada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam).
Ketika menjelaskan tentang hadits riwayat Abu Dawud dari Muadz bin Jabal bahwa Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يا معاذُ! والله! إني لأُحِبّكَ، والله!
إني لأُ حِبُّكَ “. فقال: ” أوصيك يا معاذ! لا تدعَنَّ في دُبُرِ كل صلاة
تقول: اللهم! آعِني على ذِكرِكَ وشُكْرِكَ وحُسْنِ عبادتك “
Wahai Muadz, Demi Allah,
sesungguhnya aku sangat mencintaimu! Demi Allah, sesungguhnya aku
sangat mencintaimu. Beliau bersabda: Aku wasiatkan kepadamu wahai
Muadz, janganlah engkau tinggalkan (berdoa) di setiap akhir sholat :
Allaahumma A’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika (‘Ya
Allah tolonglah aku untuk (senantiasa) mengingat (berdzikir) kepadaMu,
bersyukur kepadaMu, dan memperbaiki ibadahku kepadaMu)
Pertama, Syaikh al-Albany menjelaskan
secara ilmiah, berdasarkan kaidah ilmu hadits bahwa hadits tersebut
shahih. Beliau menyatakan bahwa sanad hadits tersebut shohih karena
seluruh perawinya adalah perawi dalam kitab Shahih al-Bukhari dan
Muslim, kecuali ‘Uqbah bin Muslim at-Tujiiby yang beliau adalah tsiqoh (terpercaya).
Selanjutnya, beliau menyatakan:
قلت: وهذا الحديث من المسلسلات المشهورة
المروية بالمحبة، وقد أجازني بروايته الشيخ الفاضل راغب الطباخ رحمه الله،
وحدثني به… وساق إسناده هكذا مسلسلاً بالمحبة
“Aku berkata : hadits ini termasuk
(hadits) musalsal yang masyhur yang diriwayatkan dengan mahabbah
(menyebutkan kepada yang disampaikan: aku mencintaimu, pen). Telah
memberikan ijazah kepadaku dengan periwayatannya Syaikh al-Fadhil
Raghib atTobbaakh –semoga Allah merahmatinya- dan menceritakan kepadaku
dengannya… dengan menyampaikan sanadnya demikian musalsal dengan
mahabbah.
Silakan simak penuturan beliau ini dalam kitab Shahih Abi Dawud juz 5 halaman 254.
Beberapa sumber referensi tentang
biografi Syaikh al-Albany menjelaskan bahwa beliau juga mendapatkan
sanad hadits sampai kepada Imam Ahmad melalui rekannya Syaikh Bahjatul
Baythar. Namun, kami belum mendapatkan rujukan lebih detail dalam
masalah ini. Pada kesempatan ini sekedar dicukupkan penjelasan bahwa
Syaikh al-Albany bukanlah seorang ulama’ Ahlul hadits yang semata
otodidak dan tidak memiliki guru dengan sanad yang mu’tabar.
E. Kontradiksi al-Albany dalam hadits Aisyah tentang Tawassul ?
Nukilan Syubhat :
Tidak jarang al-Albani
menilai dha’if dan maudhu’ terhadap hadits-hadits yang disepakati
keshahihannya oleh para hafizh, hanya dikarenakan hadits tersebut
berkaitan dengan dalil tawassul. Salah satu contoh
misalnya, dalam kitabnya al-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu (cet. 3, hal.
128), al-Albani mendha’ifkan hadits Aisyah Ra. yang diwayatkan oleh
ad-Darimi dalam al-Sunan-nya, dengan alasan dalam sanad hadits tersebut
terdapat perawi yang bernama Sa’id bin Zaid, saudara Hammad bin
Salamah. Padahal dalam kitabnya yang lain, al-Albani sendir telah
menilai Sa’id bin Zaid ini sebagai perawi yang hasan (baik) dan jayyid
(bagus) haditsnya yaitu dalam kitabnya Irwa’ al-Ghalil (5/338).
Jawaban :
Hadits yang dimaksud adalah hadits riwayat ad-Darimi dari Aisyah:
قُحِطَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ قَحْطاً
شَدِيداً ، فَشَكَوْا إِلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ : انْظُرُوا قَبْرَ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَاجْعَلُوا مِنْهُ كِوًى إِلَى
السَّمَاءِ حَتَّى لاَ يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ السَّمَاءِ سَقْفٌ.
قَالَ : فَفَعَلُوا فَمُطِرْنَا مَطَراً حَتَّى نَبَتَ الْعُشْبُ
وَسَمِنَتِ الإِبِلُ حَتَّى تَفَتَّقَتْ مِنَ الشَّحْمِ فَسُمِّىَ عَامَ
الْفَتْقِ
Penghuni Madinah mengalami paceklik
yang sangat parah. Lantas mereka mengadu kepada Aisyah (ummul
Mukminin). Lantas Aisyah mengatakan: “Lihatlah pusara Nabi! Hendaknya kalian membuat lubang yang menghadap ke langit sehingga antara kubur dengan langit tidak ada atap .
. Lantas ia (perawi) mengatakan:
Kemudian mereka (penduduk Madinah) melakukannya, kemudian turunlah
hujan yang banyak hingga tumbulah rerumputan dan gemuklah onta-onta
dipenuhi dengan lemak. Maka saat itu disebut dengan tahun “al-fatq” (sejahtera)”.
Dua hal utama yang patut disanggah dari syubhat di atas:
1. Hadits tersebut dianggap disepakati keshahihannya oleh para Hafidz
Tidak benar bahwa hadits itu disepakati
keshahihannya oleh para Hafidz. Salah satu Hafidz yang berpendapat
bahwa hadits itu tidak shahih adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Jika ada yang bertanya, apakah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah
Hafidz? Jawabannya : Ya. Tidak diragukan lagi. Siapa yang menilai
beliau sebagai Hafidz? Tidak lain adalah al-Hafidz Ibnu Hajar
al-‘Asqolaany, salah seorang ulama’ bermadzhab asy-Syafi’i.
Di dalam kitab atTalkhiisul Habiir, Ibnu hajar ketika menyebutkan hadits :
الْفَقْرُ فَخْرِي وَبِهِ أَفْتَخِرُ
“ Kefakiran adalah kebanggaanku, dan dengannya aku berbangga”.
Ibnu Hajar menyatakan :
وَهَذَا الْحَدِيثُ سُئِلَ عَنْهُ
الْحَافِظُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ؟ فَقَالَ : إنَّهُ كَذِبٌ لَا يُعْرَفُ فِي
شَيْءٍ مِنْ كُتُبِ الْمُسْلِمِينَ الْمَرْوِيَّةِ ، وَجَزَمَ
الصَّنْعَانِيُّ بِأَنَّهُ مَوْضُوعٌ
“ Hadits ini ditanyakan kepada al-Hafidz Ibnu Taimiyyah
: maka beliau berkata : ‘Sesungguhnya itu adalah dusta, dan tidaklah
diketahui sedikitpun (terdapat) dalam kitab-kitab yang diriwayatkan kaum
muslimin’. Dan As-Shon’aany memastikan bahwa hadits tersebut palsu”
(atTalkhiisul Habiir juz 4 halaman 156).
Perhatikanlah ucapan Ibnu Hajar dalam
kitab tersebut. Beliau memberi gelar al-Hafidz kepada Ibnu Taimiyyah.
Selain itu, beliau menjadikan Ibnu Taimiyyah sebagai salah satu rujukan
dalam menilai kedustaan/ kepalsuan suatu hadits.
Nah, tentang hadits Aisyah terkait tawassul tersebut, al-Hafidz Ibnu Taimiyyah menyatakan:
وما روي عن عائشة رضي الله عنها من فتح الكوة من قبره إلى السماء لينزل المطر فليس بصحيح ولا يثبت إسناده.
Apa yang diriwayatkan dari Aisyah
radliyallaahu ‘anha tentang pembukaan al-‘kuwwah’ (rongga) dari kubur
beliau menuju langit supaya turun hujan tidaklah shahih dan tidak tetap
(tsabat) sanadnya. (ar-Raddu ‘alal Bakari halaman 68)
2. Menganggap Syaikh al-Albany kontradiktif dalam menilai Sa’id bin Zaid.
Syaikh al-Albany dianggap melakukan
penilaian yang berubah-ubah terhadap perawi Sa’id bin Zaid. Alasannya,
Syaikh al-Albany melemahkan hadits Aisyah di atas karena adanya perawi
Said bin Zaid. Sedangkan dalam hadits lain Syaikh al-Albany
menghasankan hadits yang di dalamnya juga terdapat perawi Sa’id bin
Zaid. Ini dianggap sebagai kontradiksi.
Padahal, jika seseorang mendalami sebab
penilaian tersebut dan memahami pengistilahan ahlul hadits, ia tidak
akan melihat kontradiksi dalam pendapat Syaikh al-Albany tersebut.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
(i) Sisi kelemahan hadits
Aisyah riwayat adDarimi tersebut bukan hanya Sa’id bin Zaid semata.
Syaikh al-Albany menyebutkan 3 sisi kelemahan (Lihat kitab atTawassul anwaa-uhu wa ahkaamuhu halaman
128). Sehingga, kalaupun perawi Sa’id bin Zaid yang dipermasalahkan,
masih ada 2 sebab lain yang menyebabkan kelemahan riwayat tersebut.
(Sebagian Ulama’ lain menyebutkan bahwa sisi kelemahan riwayat hadits
tersebut ada 4 dari sisi sanad, dan 1 hal dari sisi matan).
(ii) Salah satu poin yang
menyebabkan kelemahan hadits tersebut adalah adanya perawi Sa’id bin
Zaid yang padanya terdapat kelemahan (fiihi dha’f). Ungkapan ‘padanya terdapat kelemahan’ (fiihi dha’f) tidak sama dengan : ‘ia adalah perawi yang lemah’. Kalau dikatakan: ‘padanya terdapat kelemahan’, maka bisa jadi perawi tersebut periwayatannya bisa dijadikan penunjang kekuatan riwayat dari jalur lain (sebagai mutaaba’aat). Karena ia memiliki unsur kelemahan yang ringan seperti buruknya hafalan, atau pikun di masa tuanya.
(iii) Hadits Aisyah riwayat adDarimi
ini tidak memiliki jalur lain yang menguatkan. Beda dengan hadits lain
dalam Irwa’ul Gholil yang di dalamnya juga terdapat Sa’id bin Zaid
–yang dihasankan oleh Syaikh-. Jalur periwayatan dari Anas bin Malik
yang di dalamnya terdapat Sa’id bin Zaid tersebut diriwayatkan oleh
Ahmad, adDaarimi, ad-Daruquthny, dan alBaihaqy. Riwayat ini adalah
penunjang dari hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Ahmad.
F. Syaikh al-Utsaimin menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali ?
Nukilan Syubhat tulisan Tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember :
Di antara Ulama Islam yang
mengkritik al-Albani adalah al-Imam al-Jalil Muhammad Yasin al-Fadani
penulis kitab al-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath
al-’Allam Syarh Bulugh al-Maram; al-Hafizh Abdullah al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh
Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang Syarh Alfiyah
al-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits; al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh
dari Uni Emirat Arab pengarang kitab Raf’u al-Manarah li-Takhrij Ahadits
al-Tawassul wa al-Ziyarah; al-Muhaddits
Habiburrahman al-A’zhami dari India; Syaikh Muhammad bin Ismail
al-Anshari seorang peniliti Komisi Tetap Fatwa Wahhabi dari Saudi
Arabia; Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji menteri agama dan wakaf
Uni Emirat Arab; Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari Damaskus; Syaikh
Muhammad Arif al-Juwaijati; Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf dari
Yordania; al-Imam al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari Mekkah; Muhammad
bin Shalih al-’Utsaimin dari Najd (ulama Wahabi-red) yang menyatakan
bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali; dan lain-lain.
Jawaban :
Sama dengan poin sebelumnya, ini adalah
tuduhan tanpa bukti. Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menghormati
Syaikh al-Albany dan mengakui kualitas keilmuannya, khususnya dalam
bidang hadits.
Silakan disimak ucapan Syaikh al-Utsaimin berikut ini :
فضيلة محدث الشام الشيخ الفاضل : محمد بن
ناصر الدين الألباني , فالذي عرفته عن الشيخ من خلال اجتماعي به – وهو
قليل – أنه حريص جدا على العمل بالسنة , ومحاربة البدعة سواء كانت في
العقيدة أم في العمل . أما من خلال قراءتي لمؤلفاته فقد عرفت عنه ذلك ,
وأنه ذو علم جم في الحديث رواية ودراية , وأن الله تعالى قد نفع فيما كتبه
كثيرا من الناس من حيث العلم ومن حيث المنهاج والاتجاه إلى علم الحديث ,
وهو ثمرة كبيرة للمسلمين , ولله الحمد
Fadhilatu Muhaddits
asy-Syaam asy-Syaikh al-Fadhil (Ahlul hadits negeri Syam, Syaikh yang
mulya) : Muhammad Nashiruddin al-Albaany, yang aku ketahui dari Syaikh
di sela-sela pertemuanku dengannya –dan itu sebentar- bahwasanya ia
sangat bersemangat dalam mengamalkan Sunnah, memerangi bid’ah. Baik
dalam hal aqidah atau dalam bentuk amalan. Sedangkan dari yang aku baca
pada karya-karya tulisnya, aku (pun) mengetahui hal itu. Bahwasanya
beliau memiliki ilmu yang sangat banyak dalam hal hadits baik secara
riwayah maupun diroyah. Dan bahwasanya Allah Ta’ala telah memberikan
manfaat kepada banyak manusia melalui kitab-kitab yang ditulisnya dari
sisi ilmu, metode (minhaaj), dan perhatian terhadap ilmu hadits. Dan
itu adalah buah yang besar (manfaatnya) bagi kaum muslimin, dan segala
puji hanya milik Allah (Hayaatul al-Albaany karya Muhammad Ibrahim asy-Syaibany 2/543).
Beliau juga memuji Syaikh al-Albany:
الألباني رجل من أهل السنة -رحمه الله- مدافع عنها ، إمام في الحديث ، لا نعلم أن أحدا يباريه في عصرنا
Al-Albany adalah seorang
Ahlussunnah –semoga Allah merahmatinya-, pembelanya, Imam dalam Ilmu
hadits, kami tidak mengetahui adanya seseorang yang menandinginya di
jaman kita (kaset rekaman “Percakapan via telpon dengan para Masyayikh
dakwah as-Salafiyah no 4, yang diterbitkan oleh Majaalisul Hudaa lil
Intaaj wat Tauzii’ –Aljazair tanggal 12-06-2000)
Syaikh al-Utsaimin juga
merekomendasikan penelitian Syaikh al-Albany dalam masalah hadits.
Ketika ditanya tentang dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca
menjelang tidur, beliau menjawab:
وننصح الأخ أن يرجع إلى الكلم الطيب لشيخ الإسلام ابن تيمية وتصحيحه للشيخ ناصر الدين الألبان
Dan kami nasehatkan kepada
saudara untuk merujuk kepada alKalimut Thoyyib karya Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah dan penshahihannya dari Syaikh Nashiruddin al-Albany (Liqoo’ Baab al-Maftuuh halaman 8).
Dari uraian di atas, tampak
jelaslah bahwa pernyataan Syaikh alUtsaimin menyatakan : Syaikh
al-Albany tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali adalah sebuah
tuduhan dusta.
(Bersambung, InsyaAllah…)
Link Terkait:
Dinukil dari:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar