Jumat, 25 April 2014

NASEHAT TERHADAP TIM BAHTSUL MASA’IL PCNU JEMBER TENTANG SYAIKH AL-ALBANY (BAGIAN I)

Penulis :  Abu Utsman Kharisman


A. PENDAHULUAN

Sebagian saudara kita yang tergabung dalam tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember berusaha mendiskreditkan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany dan menggiring opini umat Islam untuk tidak menjadikan beliau sebagai rujukan dalam ilmu hadits. Hal tersebut termuat dalam buku Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” (H. Mahrus Ali), halaman 245-247. Beberapa situs dan blog di internet juga menukil tulisan tersebut dan memberi judul pada artikelnya dengan Kedudukan Syaikh Nashiruddin al-Albani Dalam Menilai Hadits. 

Kali ini kita akan mengulas beberapa syubhat yang terdapat pada tulisan tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember tersebut. Syubhat-syubhat yang ada tidak sedikit yang sekedar tuduhan tanpa bukti. Ada pula yang berupa ketergelinciran Syaikh alAlbany dalam ijtihad yang sebenarnya tidak layak dijadikan bahan untuk mengeluarkan beliau dari lingkup Ulama’ Ahlussunnah. Ada pula tuduhan yang bersumber dari kesalahan dalam memahami ucapan-ucapan Syaikh.
Ulasan berikut ini akan menjelaskan dan membantah syubhat-syubhat tersebut. Jika syubhat tersebut berupa tuduhan tanpa bukti, kami akan jelaskan fakta berdasarkan referensi yang ada. Syubhat dalam bentuk kesalahan dalam memahami ucapan/ tulisan Syaikh akan dijawab dengan meluruskan pemahaman tersebut. Jika syubhat itu dalam bentuk mendiskreditkan beliau dalam kesalahan ijtihad, akan kami jelaskan kesalahan tersebut, sebatas ilmu yang ada pada kami, karena kebenaran jauh lebih dicintai seorang muslim dibandingkan kecintaan kepada gurunya sekalipun, namun seharusnya dengan metode yang berakhlaq. 

B. SYAIKH AL-ALBANY BERKHIDMAT TERHADAP SUNNAH

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany rahimahullah adalah salah seorang ulama’ Ahlussunnah. Beliau memiliki kapasitas keilmuan dalam ilmu hadits yang tidak diragukan lagi. Karya-karya beliau banyak dijadikan rujukan. Sebagai salah satu bentuk nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin adalah hasil-hasil penelitian/ kajian beliau terhadap hadits-hadits Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam. 

Tidak kurang dari 50 tahun beliau berkhidmat terhadap hadits-hadits Nabi. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmatNya yang luas dan berlimpah kepada beliau serta memberkahi karya-karya beliau:

-          Ta’lif tidak kurang dari 29 kitab, di antaranya : Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah yang mengumpulkan 6501 hadits lemah dan palsu dalam 13 jilid, dan Silsilah al-Ahaadits as-Shohiihah yang terdapat 4035 hadits shohih dan hasan dalam 9 jilid.

-          Tahqiiq tidak kurang dari 11 kitab

-          Takhrij tidak kurang dari 19 kitab

-          Ikhtishar, Murooja’ah, dan ta’liq tidak kurang dari 6 kitab (Hayaatul al-Albany)

Dengan pertolongan Allah, beliau telah memilahkan untuk umat hadits-hadits dalam kitab-kitab induk :  Sunan Abi Dawud, Sunan atTirmidzi, Sunan anNasaa-i, dan Sunan Ibn Majah. Itulah 4 kitab dari 6 kitab rujukan utama dalam hadits (Kutubus Sittah) selain Shahih alBukhari dan Muslim. Sehingga demikian memudahkan bagi para penuntut ilmu dalam merujuk pada kitab-kitab tersebut.
Perhatikanlah, untuk 4 kitab itu saja berarti beliau telah meneliti 5274 hadits dalam Sunan Abu Dawud,  3956 hadits dalam Sunan atTirmidzi, 5758 hadits dalam Sunan anNasaai, dan 4341 hadits dalam Sunan Ibn Majah. Total, tidak kurang dari 19.329 hadits telah beliau teliti dari 4 kitab tersebut.
Belum lagi dalam kitab – kitab lain. AtTarghib wat Tarhiib 5766 hadits, al-Adabul Mufrad 1322 hadits, alJaamius Shoghir 14.587 hadits, Riyaadus Sholihin tidak kurang dari 1896 hadits, Dzhilaalul Jannah 1559 hadits. Pada kitab-kitab yang telah kami sebutkan di atas ini saja beliau telah meneliti tidak kurang dari 44.459 hadits !  Padahal yang kami sebutkan baru sedikit contoh – dari sekian banyak – kitab yang telah beliau teliti hadits-haditsnya.

Begitu bermanfaatnya tulisan-tulisan kajian hadits Syaikh alAlbaany tersebut, sampai-sampai Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i menyatakan: “Suatu perpustakaan (Islam) yang tidak memiliki karya Syaikh al-Albaany adalah perpustakaan yang miskin”. Karya tulis beliau memang benar-benar dijadikan referensi kaum muslimin. Baik Ahlussunnah yang mengambil faidah dari kajian ilmiyah tersebut, maupun musuh-musuh beliau yang dengki terhadap beliau, tidak sedikit yang juga menyimpan karya tulis beliau dalam bagian koleksi pribadinya, kemudian secara diam-diam menjadikannya sebagai salah satu rujukan.

C. SIKAP YANG ADIL TERHADAP SYAIKH AL-ALBANY

Para penentang dakwah Ahlussunnah menganggap Syaikh alAlbany sebagai Imam Salafy yang secara fanatik diikuti secara membabi buta. Padahal tidak demikian. Beliau adalah salah satu dari sekian banyak Ulama’ Ahlussunnah, yang semua Ulama’ tersebut diperlakukan sama -oleh Ahlussunnah- dalam hal: dihormati karena keilmuannya tanpa melampaui batas, diikuti nasehat dan bimbingannya selama sesuai dengan Sunnah Nabi, dan dijelaskan ketergelinciran atau kesalahan ijtihadnya –jika diperlukan- dalam beberapa hal dengan tetap memperhatikan adab dan mendoakan rahmat bagi beliau.

Sebagai manusia, beliau tidaklah luput dari kesalahan. Sebagaimana ucapan Imam Malik:

كل أحد يؤخذ من قوله، ويترك، إلا صاحب هذا القبر صلى الله عليه وسلم
“Setiap orang ucapannya bisa diambil atau ditinggalkan, kecuali orang yang ada di dalam kubur ini (sambil mengisyaratkan pada kuburan Nabi) shollallaahu ‘alaihi wasallam (Lihat Siyaar A’laamin Nubalaa’ karya al-Hafidz Adz-Dzahaby juz 8 halaman 93).

Ya, setiap orang selain Nabi Shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah ma’shum (terjaga) dari kesalahan. Hanya Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam sajalah yang petunjuknya dalam masalah Dien harus diikuti secara mutlak. Sabda beliau tidak bisa ditolak. Beda dengan manusia lain. Manusia lain, siapapun orangnya, setinggi apapun tingkat keilmuannya, ada kalanya benar, ada kalanya salah.
Demikian juga Syaikh al-Albany. Ahlussunnah tidaklah fanatik secara membabi buta terhadap hasil telaah hadits yang beliau lakukan. Jika hasil penelitian Syaikh al-Albany terhadap suatu hadits ternyata bertentangan dengan kajian Ulama’ Ahlussunnah lain yang pendapatnya lebih kuat, ditopang hujjah yang lebih kokoh, maka pendapat Ulama’ Ahlussunnah itulah yang harus diikuti. Sehingga Ahlussunnah adalah orang-orang yang mengikuti pendapat di atas ilmu, dan menolak dan menyanggah suatu pendapat juga di atas ilmu.

Lajnah ad-Daimah pada saat masih diketuai Syaikh Bin Baz beberapa kali pernah menjadikan hasil penelitian Syaikh al-Albany sebagai rujukan. Namun, dalam kesempatan lain, pada beberapa keadaan, berbeda pendapat dengan Syaikh al-Albany dalam menilai suatu hadits.

Silakan disimak tanya jawab berikut dalam Fatwa Lajnah ad-Daaimah:

س: « صنفان من الناس إذا صلحا صلح الناس… » إلخ، هل هو حديث أو من كلام عمر ؟
ج: رواه أبو نعيم في [الحلية] عن ابن عباس ، وقد ذكره السيوطي في الجامع الصغير بهذا اللفظ: « صنفان من الناس إذا صلحا صلح الناس وإذا فسدا فسد الناس: العلماء والأمراء » ورمز له السيوطي بالضعف، ونقل المناوي في شرحه [الجامع الصغير] عن الحافظ العراقي أنه ضعيف، وذكر أخونا العلامة الشيخ ناصر الدين الألباني في كتاب [سلسلة الأحاديث الضعيفة] أنه موضوع؛ لأن في إسناده محمد بن زياد اليشكري ، وهو كذاب، قاله أحمد وابن معين .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
Pertanyaan: “Ada 2 kelompok orang yang  jika mereka berdua baik, maka akan baiklah keadaan manusia…”. Apakah (lafadz) itu adalah hadits atau ucapan Umar?

Jawaban: (Ucapan) itu diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam ‘al-Hilyah’ dari Ibnu Abbas. As-Suyuthy menyebutkannya dalam al-Jami’us Shaghir dengan lafadz: “ Dua kelompok orang yang jika baik keduanya, maka manusia akan baik, yaitu Ulama’ dan Umara’ (pemimpin)”. As-Suyuthy mengisyaratkan kelemahannya. Dan alMunawy menukil perkataan alHafidz al-‘Iraqy dalam Syarahnya terhadap alJami’us Shaghir bahwasanya itu lemah(dhaif). Dan saudara kita asy-Syaikh Nashiruddin al-Albaany dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah (menyatakan) bahwa itu palsu. Karena pada sanadnya terdapat Muhammad bin Ziyaad al-Yasykary, yang dia adalah pendusta, sebagaimana dikatakan oleh Ahmad dan(Yahya) Ibnu Ma’in. (Fatwa al-Lajnah adDaaimah juz 6 halaman 336).

Demikian juga pada fatwa no 7586, ketika ada yang menanyakan derajat suatu hadits: “Allah mewahyukan kepada Dawud: Tidaklah hambaku menyandarkan diri padaKu…..”

alLajnah ad-Daaimah menyatakan:

الحديث الذي ذكرت: موضوع، كما ذكر الشيخ محمد ناصر الألباني ؛ لأن في سنده يوسف بن السفر ، وهو ممن يضع الأحاديث
“Hadits yang anda sebutkan adalah palsu, sebagaimana dinyatakan oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany, karena pada sanadnya ada Yusuf bin as-Safar, yang dia termasuk pemalsu hadits” (Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah juz 6 halaman 404).

Ketika ada penanya yang menanyakan bagaimana dengan kitab ‘Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah’ karya Syaikh al-Albany, apakah bisa dijadikan rujukan? Lajnah ad-Daimah menjelaskan:

أما كتاب [سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة] فمؤلفه واسع الاطلاع في الحديث، قوي في نقدها والحكم عليها بالصحة أو الضعف، وقد يخطئ
“Sedangkan kitab Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah wal maudlu’ah, penulisnya memiliki wawasan yang luas dalam ilmu hadits, kuat dalam hal mengkritik dan menentukan shahih atau lemahnya (hadits), (walaupun) kadang-kadang ia juga salah(Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah juz 6 halaman 404)

Di lain kesempatan, Lajnah ad-Daimah juga berbeda pendapat dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany ketika ada penanya yang menanyakan kedudukan hadits tentang sholat tasbih. Lajnah ad-Daimah cenderung pada pendapat bahwa hadits-hadits tentang itu tidak ada yang shahih, sedangkan Syaikh alAlbany cenderung pada pendapat Ulama sebelumnya yang menshahihkan salah satu riwayat (Fatwa al-Lajnah adDaimah juz 6 halaman 401). Hal itu menunjukkan keadilan sikap Ulama’ Ahlussunnah terhadap Ulama’ lainnya, mereka menghormatinya dan mencintainya karena Allah, kadangkala menukil ucapannya untuk menguatkan pendapat –jika memang pendapat tersebut lebih dekat pada kebenaran-, namun mereka tidak pernah mengkultuskan dan menganggap bahwa orang itu tidak pernah salah sehingga semua ucapannya harus selalu diikuti.
Untuk selanjutnya, kita akan bahas beberapa hal yang diungkap dalam tulisan tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember tentang Syaikh al-Albany. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua….

D. OTODIDAK DAN TIDAK MEMILIKI GURU?

Syubhat : Syaikh al-Albany hanya belajar hadits secara otodidak dan tidak memiliki guru.
Nukilan syubhat :

“ Pada mulanya, al-Albani adalah seorang tukang jam. Ia memiliki kegemaran membaca buku. Dari kegemarannya ini, ia curahkan untuk mendalami ilmu hadits secara otodidak, tanpa mempelajari hadits dan ilmu agama yang lain kepada para ulama, sebagaimana yang menjadi tradisi ulama salaf dan ahli hadits. Oleh karena itu al-Albani tidak memiliki sanad hadits yang mu’tabar “

Jawaban :

Tidak benar kalau dikatakan bahwa Syaikh al-Albany tidak memiliki guru dan murni otodidak. Dalam ilmu hadits beliau mendapatkan ijazah dari Syaikh Raghib atTobbaakh. Di antaranya ijazah periwayatan hadits yang sanadnya sampai kepada Abu Dawud. (Tentunya sanad dari Abu Dawud bersambung kepada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam).
Ketika menjelaskan tentang hadits riwayat Abu Dawud dari Muadz bin Jabal bahwa Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يا معاذُ! والله! إني لأُحِبّكَ، والله! إني لأُ حِبُّكَ “. فقال: ” أوصيك يا معاذ! لا تدعَنَّ في دُبُرِ كل صلاة تقول: اللهم! آعِني على ذِكرِكَ وشُكْرِكَ وحُسْنِ عبادتك “
Wahai Muadz, Demi Allah, sesungguhnya aku sangat mencintaimu! Demi Allah, sesungguhnya aku sangat mencintaimu. Beliau bersabda: Aku wasiatkan kepadamu wahai Muadz, janganlah engkau tinggalkan (berdoa) di setiap akhir sholat : Allaahumma A’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika (‘Ya Allah tolonglah aku untuk (senantiasa) mengingat (berdzikir) kepadaMu, bersyukur kepadaMu, dan memperbaiki ibadahku kepadaMu) 

Pertama, Syaikh al-Albany menjelaskan secara ilmiah, berdasarkan kaidah ilmu hadits bahwa hadits tersebut shahih. Beliau menyatakan bahwa sanad hadits tersebut shohih karena seluruh perawinya adalah perawi dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim, kecuali ‘Uqbah bin Muslim at-Tujiiby yang beliau adalah tsiqoh (terpercaya).

Selanjutnya, beliau menyatakan:

قلت: وهذا الحديث من المسلسلات المشهورة المروية بالمحبة، وقد أجازني بروايته الشيخ الفاضل راغب الطباخ رحمه الله، وحدثني به… وساق إسناده هكذا مسلسلاً بالمحبة
“Aku berkata : hadits ini termasuk (hadits) musalsal yang masyhur yang diriwayatkan dengan mahabbah (menyebutkan kepada yang disampaikan: aku mencintaimu, pen). Telah memberikan ijazah kepadaku dengan periwayatannya Syaikh al-Fadhil Raghib atTobbaakh –semoga Allah merahmatinya- dan menceritakan kepadaku dengannya… dengan menyampaikan sanadnya demikian musalsal dengan mahabbah.

Silakan simak penuturan beliau ini dalam kitab Shahih Abi Dawud juz 5 halaman 254.
Beberapa sumber referensi tentang biografi Syaikh al-Albany menjelaskan bahwa beliau juga mendapatkan sanad hadits sampai kepada Imam Ahmad melalui rekannya Syaikh Bahjatul Baythar. Namun, kami belum mendapatkan rujukan lebih detail dalam masalah ini. Pada kesempatan ini sekedar dicukupkan penjelasan bahwa Syaikh al-Albany bukanlah seorang ulama’ Ahlul hadits yang semata otodidak dan tidak memiliki guru dengan sanad yang mu’tabar.

E. Kontradiksi al-Albany dalam hadits Aisyah tentang Tawassul ?

Nukilan Syubhat :

Tidak jarang al-Albani menilai dha’if dan maudhu’ terhadap hadits-hadits yang disepakati keshahihannya oleh para hafizh, hanya dikarenakan hadits tersebut berkaitan dengan dalil tawassul. Salah satu contoh misalnya, dalam kitabnya al-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu (cet. 3, hal. 128), al-Albani mendha’ifkan hadits Aisyah Ra. yang diwayatkan oleh ad-Darimi dalam al-Sunan-nya, dengan alasan dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi yang bernama Sa’id bin Zaid, saudara Hammad bin Salamah. Padahal dalam kitabnya yang lain, al-Albani sendir telah menilai Sa’id bin Zaid ini sebagai perawi yang hasan (baik) dan jayyid (bagus) haditsnya yaitu dalam kitabnya Irwa’ al-Ghalil (5/338).

Jawaban :

Hadits yang dimaksud adalah hadits riwayat ad-Darimi dari Aisyah:

قُحِطَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ قَحْطاً شَدِيداً ، فَشَكَوْا إِلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ : انْظُرُوا قَبْرَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَاجْعَلُوا مِنْهُ كِوًى إِلَى السَّمَاءِ حَتَّى لاَ يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ السَّمَاءِ سَقْفٌ. قَالَ : فَفَعَلُوا فَمُطِرْنَا مَطَراً حَتَّى نَبَتَ الْعُشْبُ وَسَمِنَتِ الإِبِلُ حَتَّى تَفَتَّقَتْ مِنَ الشَّحْمِ فَسُمِّىَ عَامَ الْفَتْقِ
Penghuni Madinah mengalami paceklik yang sangat parah. Lantas mereka mengadu kepada Aisyah (ummul Mukminin). Lantas Aisyah mengatakan: “Lihatlah pusara Nabi! Hendaknya kalian membuat lubang  yang menghadap ke langit sehingga antara kubur dengan langit tidak ada  atap .
. Lantas ia (perawi) mengatakan: Kemudian mereka (penduduk Madinah) melakukannya, kemudian turunlah hujan yang banyak hingga tumbulah rerumputan dan gemuklah onta-onta dipenuhi dengan lemak. Maka saat itu disebut dengan tahun “al-fatq” (sejahtera)”.
Dua hal utama yang patut disanggah dari syubhat di atas:

1.      Hadits tersebut dianggap disepakati keshahihannya oleh para Hafidz

Tidak benar bahwa hadits itu disepakati keshahihannya oleh para Hafidz. Salah satu Hafidz yang berpendapat bahwa hadits itu tidak shahih adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Jika ada yang bertanya, apakah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah Hafidz? Jawabannya : Ya. Tidak diragukan lagi. Siapa yang menilai beliau sebagai Hafidz? Tidak lain adalah al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolaany, salah seorang ulama’ bermadzhab asy-Syafi’i.

Di dalam kitab atTalkhiisul Habiir, Ibnu hajar ketika menyebutkan hadits :

الْفَقْرُ فَخْرِي وَبِهِ أَفْتَخِرُ
“ Kefakiran adalah kebanggaanku, dan dengannya aku berbangga”.

Ibnu Hajar menyatakan :
وَهَذَا الْحَدِيثُ سُئِلَ عَنْهُ الْحَافِظُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ؟ فَقَالَ : إنَّهُ كَذِبٌ لَا يُعْرَفُ فِي شَيْءٍ مِنْ كُتُبِ الْمُسْلِمِينَ الْمَرْوِيَّةِ ، وَجَزَمَ الصَّنْعَانِيُّ بِأَنَّهُ مَوْضُوعٌ
“ Hadits ini ditanyakan kepada al-Hafidz Ibnu Taimiyyah : maka beliau berkata : ‘Sesungguhnya itu adalah dusta, dan tidaklah diketahui sedikitpun (terdapat) dalam kitab-kitab yang diriwayatkan kaum muslimin’. Dan As-Shon’aany memastikan bahwa hadits tersebut palsu” (atTalkhiisul Habiir juz 4  halaman 156). 

Perhatikanlah ucapan Ibnu Hajar dalam kitab tersebut. Beliau memberi gelar al-Hafidz kepada Ibnu Taimiyyah. Selain itu, beliau menjadikan Ibnu Taimiyyah sebagai salah satu rujukan dalam menilai kedustaan/ kepalsuan suatu hadits.

Nah, tentang hadits Aisyah terkait tawassul tersebut, al-Hafidz Ibnu Taimiyyah menyatakan:

وما روي عن عائشة رضي الله عنها من فتح الكوة من قبره إلى السماء لينزل المطر فليس بصحيح ولا يثبت إسناده.
Apa yang diriwayatkan dari Aisyah radliyallaahu ‘anha tentang pembukaan al-‘kuwwah’ (rongga) dari kubur beliau menuju langit supaya turun hujan tidaklah shahih dan tidak tetap (tsabat) sanadnya. (ar-Raddu ‘alal Bakari halaman 68)

2.      Menganggap Syaikh al-Albany kontradiktif dalam menilai Sa’id bin Zaid.
Syaikh al-Albany dianggap melakukan penilaian yang berubah-ubah terhadap perawi Sa’id bin Zaid. Alasannya, Syaikh al-Albany melemahkan hadits Aisyah di atas karena adanya perawi Said bin Zaid. Sedangkan dalam hadits lain Syaikh al-Albany menghasankan hadits yang di dalamnya juga terdapat perawi Sa’id bin Zaid. Ini dianggap sebagai kontradiksi.

Padahal, jika seseorang mendalami sebab penilaian tersebut dan memahami pengistilahan ahlul hadits, ia tidak akan melihat kontradiksi dalam pendapat Syaikh al-Albany tersebut. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

(i)          Sisi kelemahan hadits Aisyah riwayat adDarimi tersebut bukan hanya Sa’id bin Zaid semata. Syaikh al-Albany menyebutkan 3 sisi kelemahan (Lihat kitab atTawassul anwaa-uhu wa ahkaamuhu halaman 128).  Sehingga, kalaupun perawi Sa’id bin Zaid yang dipermasalahkan, masih ada 2 sebab lain yang menyebabkan kelemahan riwayat tersebut. (Sebagian Ulama’ lain menyebutkan bahwa sisi kelemahan riwayat hadits tersebut ada 4 dari sisi sanad, dan 1 hal dari sisi matan).

(ii)         Salah satu poin yang menyebabkan kelemahan hadits tersebut adalah adanya perawi Sa’id bin Zaid yang padanya terdapat kelemahan (fiihi dha’f). Ungkapan ‘padanya terdapat kelemahan’ (fiihi dha’f) tidak sama dengan : ‘ia adalah perawi yang lemah’. Kalau dikatakan: ‘padanya terdapat kelemahan’, maka bisa jadi perawi tersebut periwayatannya bisa dijadikan penunjang kekuatan riwayat dari jalur lain (sebagai mutaaba’aat). Karena ia memiliki unsur kelemahan yang ringan seperti buruknya hafalan, atau pikun di masa tuanya.

(iii)    Hadits Aisyah riwayat adDarimi ini tidak memiliki jalur lain yang menguatkan. Beda dengan hadits lain dalam Irwa’ul Gholil yang di dalamnya juga terdapat Sa’id bin Zaid –yang dihasankan oleh Syaikh-. Jalur periwayatan dari Anas bin Malik yang di dalamnya terdapat Sa’id bin Zaid tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, adDaarimi, ad-Daruquthny, dan alBaihaqy. Riwayat ini adalah penunjang dari hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Ahmad.

F. Syaikh al-Utsaimin menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali ?

Nukilan Syubhat tulisan Tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember :

Di antara Ulama Islam yang mengkritik al-Albani adalah al-Imam al-Jalil Muhammad Yasin al-Fadani penulis kitab al-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath al-’Allam Syarh Bulugh al-Maram; al-Hafizh Abdullah al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang Syarh Alfiyah al-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits; al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh dari Uni Emirat Arab pengarang kitab Raf’u al-Manarah li-Takhrij Ahadits al-Tawassul wa al-Ziyarah; al-Muhaddits Habiburrahman al-A’zhami dari India; Syaikh Muhammad bin Ismail al-Anshari seorang peniliti Komisi Tetap Fatwa Wahhabi dari Saudi Arabia; Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji menteri agama dan wakaf Uni Emirat Arab; Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari Damaskus; Syaikh Muhammad Arif al-Juwaijati; Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf dari Yordania; al-Imam al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari Mekkah; Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin dari Najd (ulama Wahabi-red) yang menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali; dan lain-lain. 

Jawaban :

Sama dengan poin sebelumnya, ini adalah tuduhan tanpa bukti. Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menghormati Syaikh al-Albany dan mengakui kualitas keilmuannya, khususnya dalam bidang hadits.
Silakan disimak ucapan Syaikh al-Utsaimin berikut ini :
فضيلة محدث الشام الشيخ الفاضل : محمد بن ناصر الدين الألباني , فالذي عرفته عن الشيخ من خلال اجتماعي به – وهو قليل – أنه حريص جدا على العمل بالسنة , ومحاربة البدعة سواء كانت في العقيدة أم في العمل . أما من خلال قراءتي لمؤلفاته فقد عرفت عنه ذلك , وأنه ذو علم جم في الحديث رواية ودراية , وأن الله تعالى قد نفع فيما كتبه كثيرا من الناس من حيث العلم ومن حيث المنهاج والاتجاه إلى علم الحديث , وهو ثمرة كبيرة للمسلمين , ولله الحمد
Fadhilatu Muhaddits asy-Syaam asy-Syaikh al-Fadhil (Ahlul hadits negeri Syam, Syaikh yang mulya) : Muhammad Nashiruddin al-Albaany, yang aku ketahui dari Syaikh di sela-sela pertemuanku dengannya –dan itu sebentar- bahwasanya ia sangat bersemangat dalam mengamalkan Sunnah, memerangi bid’ah. Baik dalam hal aqidah atau dalam bentuk amalan. Sedangkan dari yang aku baca pada karya-karya tulisnya, aku (pun) mengetahui hal itu. Bahwasanya beliau memiliki ilmu yang sangat banyak dalam hal hadits baik secara riwayah maupun diroyah. Dan bahwasanya Allah Ta’ala telah memberikan manfaat kepada banyak manusia melalui kitab-kitab yang ditulisnya dari sisi ilmu, metode (minhaaj), dan perhatian terhadap ilmu hadits. Dan itu adalah buah yang besar (manfaatnya) bagi kaum muslimin, dan segala puji hanya milik Allah (Hayaatul al-Albaany karya Muhammad Ibrahim asy-Syaibany 2/543).

Beliau juga memuji Syaikh al-Albany:


الألباني رجل من أهل السنة -رحمه الله- مدافع عنها ، إمام في الحديث ، لا نعلم أن أحدا يباريه في عصرنا
Al-Albany adalah seorang Ahlussunnah –semoga Allah merahmatinya-, pembelanya, Imam dalam Ilmu hadits, kami tidak mengetahui adanya seseorang yang menandinginya di jaman kita (kaset rekaman “Percakapan via telpon dengan para Masyayikh dakwah as-Salafiyah no 4, yang diterbitkan oleh Majaalisul Hudaa lil Intaaj wat Tauzii’ –Aljazair tanggal 12-06-2000)

Syaikh al-Utsaimin juga merekomendasikan penelitian Syaikh al-Albany dalam masalah hadits. Ketika ditanya tentang dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca menjelang tidur, beliau menjawab:

وننصح الأخ أن يرجع إلى الكلم الطيب لشيخ الإسلام ابن تيمية وتصحيحه للشيخ ناصر الدين الألبان
Dan kami nasehatkan kepada saudara untuk merujuk kepada alKalimut Thoyyib karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan penshahihannya dari Syaikh Nashiruddin al-Albany (Liqoo’ Baab al-Maftuuh halaman 8).

Dari uraian di atas, tampak jelaslah bahwa pernyataan Syaikh alUtsaimin menyatakan : Syaikh al-Albany tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali adalah sebuah tuduhan dusta.
(Bersambung, InsyaAllah…)

Link Terkait:


Dinukil dari:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar