Sabtu, 26 April 2014

Syaikhul Islam Wal Muhaddits

Ibnu Taimiyah Muhadditsan, begitulah kalimat yang ditorehkan oleh DR Aidh al Qarni dalam sebuah kitabnya yang berjudul Ala Sahili ibni Taimiyah,  beliau menjadi saksi bahwa Ibnu Taimiyah adalah seorang Muhaddits. Beliau katakan:
وينسب الحديث إلى من خرجه ويبين مصادر كل رواية ويبين الزيادة ، ويعرف الشاذ ، ويدرك المنكر ، ومن طالع كتبه بتمعن وجد أنه محدث من أكبر المحدثين ، بل شهد له معاصروه بذلك
Dia menetapkan hadits kepada periwayatnya, menjelaskan sumber-sumber tiap riwayat dan tambahan riwayatnya. Mengetahui hadits Syadz dan tanggap dengan hadits munkar. Siapapun yang menelaah kitab-kitabnya dengan teliti niscaya akan mendapati bahwasanya dia termasuk Muhadits terbesar, bahkan hal itu telah disaksikan oleh orang-orang yang semasa dengannya.
Ibnu Taimiyah Muhadditsan, Kalimat ini bahkan dijadikan judul kitab Oleh DR. Adnan Muhammad Syalus untuk mengeksplore bukti-bukti bahwa Ibnu Taimiyah layak mendapatkan gelar sebagai seorang Muhaddits kenamaan.
Gaung keilmuan Ibnu Taimiyah sebagai Ahli hadits telah nampak dalam bakatnya semenjak kecil
Al hafidz Ibnu abdil hadi menyebutkan: “Suatu  kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar  dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pent.) yang sengaja datang  ke Damaskus, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya  menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan  belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya  secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa  sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya.  Hingga ulama tersebut berkata: Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai  kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang  bocah seperti dia.
Al-Imam Abu Thahir As-Sarmari menyebutkan dalam majelis ke-67 dari majelis imlaknya tentang dzikir dan al-hifzh: “Di antara keajaiban-keajaiban kekuatan hafalan (hifzh) di zaman kita ini adalah Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Karena beliau pernah melihat sebuah kitab lalu membacanya satu kali, saat itu juga isi kitab itu telah tercetak di dalam benaknya. Kemudian dia mengulang-ulang dan menukilnya dalam tulisan-tulisannya secara tekstual atau makna. Bahkan lebih menakjubkan lagi yang pernah saya dengar tentang beliau adalah kisah yang diceritakan sebagian sahabatnya ketika beliau masih anak-anak. Ayahnya ingin membawa anak-anaknya rekreasi ke sebuah taman, lalu beliaupun berkata kepada Syaikhul Islam: ‘Hai Ahmad, engkau berangkat bersama saudara-saudaramu untuk bersantai.’ Tapi Ibnu Taimiyah memberi alasan kepada ayahandanya, sedangkan ayah beliau terus mendesak. Syaikhul Islam tetap menolak: ‘Saya ingin ayah memaafkan saya untuk tidak keluar.’ Akhirnya sang ayah meninggalkannya dan berangkat bersama saudara-saudara beliau yang lain. Mereka menghabiskan hari itu di taman tersebut, dan kembali menjelang sore. Setelah tiba di rumah, sang ayah berkata: ‘Hai Ahmad, engkau telah membuat saudaramu kesepian dan menodai kegembiraan mereka dengan ketidakhadiranmu bersama mereka. Mengapa?’Beliau menjawab: ‘Wahai ayahanda, sesungguhnya hari ini tadi, ananda sudah menghafal kitab ini.’ Beliau menunjukkan sebuah kitab di tangan beliau. Sang ayah terkejut, kagum dan tidak percaya: ‘Engkau sudah menghafalnya?’ Lalu beliau berkata kepada Syaikhul Islam: ‘Bacakan kitab itu kepadaku.’ Syaikhul Islam membacakannya, dan ternyata beliau memang telah menghafal isi kitab itu seluruhnya. Sang ayah segera mendekap dan mencium keningnya seraya berkata: ‘Wahai anakku, jangan engkau ceritakan kepada siapapun apa yang telah kau lakukan.’ Demikian katanya karena khawatir ‘ain (mata hasad) menimpa putranya”.
Tingkatan Ibnu Taimiyah dalam ilmu hadits juga telah mencapai derajat Al hafidz[1]. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh al Hafidz Ibnu Hajar Al Astqalani ketika ia mengutip pendapat ilmu taimiyah Ketika menyebutkan hadits :
الْفَقْرُ فَخْرِي وَبِهِ أَفْتَخِرُ
” Kefakiran adalah kebanggaanku, dan dengannya aku berbangga”.
Ibnu Hajar menyatakan :
وَهَذَا الْحَدِيثُ سُئِلَ عَنْهُ الْحَافِظُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ؟ فَقَالَ إنَّهُ كَذِبٌ لَا يُعْرَفُ فِي شَيْءٍ مِنْ كُتُبِ الْمُسْلِمِينَ الْمَرْوِيَّةِ
” Hadits ini ditanyakan kepada al-Hafidz Ibnu Taimiyyah : maka beliau berkata : ‘Sesungguhnya itu adalah dusta, dan tidaklah diketahui sedikitpun (terdapat) dalam kitab-kitab yang diriwayatkan oleh kaum muslimin’.
(Talkhiisul Habiir juz 4 halaman 156).
Al Imam Az Zahabi berkata : Orang paling hafidz yang pernah aku lihat adalah Ibnu Daqiqil ied, Ad Dimyathi, Ibnu Taimiyah, dan Al Mizzi. Ibnu Daqiqil Ied adalah yang paling memahami hadits, Ad Dimyati paling mengetahui ilmu nasab, Ibnu Taimiyah paling banyak menghapal matan, sedangkan Al Mizzi paling mengetahu ilmu rijal[2]
Bukan Cuma itu yang membuktikan tingginya derajat beliau dalam Ilmu hadits. Al Imam Az Zahabi telah mengumpulkan biografi para  huffadz dalam sebuah Kitab yang bernama Tadzkiratul Huffadz begitu juga Al Hafidz As Suyuti dalam sebuah kitab yang beliau namakan Thabaqatul Huffadz, dan tentu saja nama Ibnu Taimiyah terdapat dalam deretan nama-nama Huffadz di dua kitab yang dikarang oleh kedua pemuka Ulama Syafiiyah tersebut.
Ada tiga macam bukti kuat bahwa beliau adalah seorang Muhaddits
  1. Tercantumnya nama beliau dalam kitab-kitab biografi Ulama hadits dan Huffadz
  2. Persaksian para ulama seputar keahlian beliau dalam Ilmu hadits.
  3. Kitab Ilmu Musthalah dan Kodifikasi Hadits yang telah dinyatakan statusnya oleh Ibnu Taimiyah.
Secara rinci, tiga bukti-bukti tersebut  adalah sebagai berikut
1. Tercantumnya nama beliau dalam kitab-kitab biografi Ulama hadits dan Huffadz
  1. Mukhtasar Thabaqatu Ulama Al hadits- Al Hafidz Muhammad Bin Ahmad Bin Abdul Hadi.
    Dalam kitab ini beliau menuangkan Biografi Ibnu Taimiyah sekaligus mengutip pendapat-pendapat para Ulama Kenamaan seperti al hafidz Al Barzali yang mengatakan:” dan Ia (Ibnu Taimiyah) mahir dalam Ilmu Hadits dan tafsir”.
    Beliau juga mengutip pujian Al Hafidz Az Zahabi yang mengatakan:
    ”Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna  mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah  sanad, cabang ilmu-ilmu hadits, Hadits ‘Ali dan Nazil, antara shahih dan dhaif, hafal  matan-matan hadits yang menyendiri padanya, tak seorangpun menyamai derajat beliau dalam Ilmu hadits dimasanya.”

    dan pujian-pujian lainnya yang beliau utarakan maupun beliau kutip dari para ulama mu’tabar.
  2. Al Muayyan fi Thabaqatil Muhadditsin- Az Zahabi
  3. Dzikru man Yu’tamadu Qauluhi Fil jarhi Wat Ta’dili-Az Zahabi
  4. Tazkiratul Huffadz- Az Zahabi
    Beliau mengatakan:”(Ibnu Taimiyah) dilahirkan pada bulan rabiul Awwal tahun 661 Hijriah, dan berpindah beserta keluarganya ketika berumur 7 tahun. Belajar dari Abdud Daim, Ibnu Abil Yasir, Al Kamal bin Abd, Ibn As Shairafi, Ibnu abil Khair, dan banyak lagi. Menekuni Hadits, menyalin sebagain hadits, berkeliling kepada para Syaikh, menyelesaikannya dan mampu mengambil Intinya. Cakap dalam Ilmu tentang rijal, cacat, dan fiqh hadits. Dan pada ilmu-ilmu keislaman serta  Ilmu-ilmu lainnya”.
  5. Dzailut Taqyid Lima’rifati Ruwaatis Sunan Wal Masaanid- Taqiyuddin Ahmad Al Faasi
    Beliau mengatakan:”Dia memiliki pengetahuan yang luas  dalam Tafsir, Hadits, fiqh, ushul, Bahasa Arab, dan lain-lain serta memiliki kesungguhan”.
  6. Thabaqatul Huffadz-As Suyuthi
    Beliau mengatakan mirip dengan yang digambarkan oleh Al hafidz Az Zahabi.
2. Persaksian para ulama seputar keahlian beliau dalam Ilmu hadits.
Inilah Persaksian Mereka:
Az Zahabi
Ibnu Rajab mengutip Pendapat Az Zahabi tentang Ibnu Taimiyah dalam Kitab Dzail ala At Thabaqatil Hanabilah yang mengatakan:
Dia adalah  lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap  Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada  zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu,  zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma`ruf, nahi mungkar, dan banyaknya  buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.
Pada  umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat  menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik  pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada  sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna  mengenai rijal, Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah  sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal  matan-matan hadits yang menyendiri padanya .. Maka tidak seorangpun pada  waktu  itu yang  bisa menyamai atau mendekati tingkatannya .
Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: Setiap hadits yang tidak diketahui  oleh Ibnu Taimiyah, maka itu  bukanlah  hadist.[3]
Ibnu Katsir
Dalam Kitabnya yang fenomenal, Al Bidayah wan Nihayah pada Peristiwa yang terjadi tahun 728 Hijriah, beliau menyinggung manaqib Ibnu Taimiyah dalam ceritanya tentang wafatnya guru beliau tersebut. Beliau mengatakan:
Adapun hadits, Dia adalah pemegang panjinya, hapal baik sanad maupun matan, mampu membedakan sohih dan Hasan dan mengetahui rijal-rijalnya secara mendalam.
Al Hafidz Al Ya’mari- (Ibnu Sayyidin nas)-guru dari gurunya Ibnu hajar
Ibnu Hajar menukil Pendapat beliau dalam Kitab Durarul kaminah fi A’yan At Tsaminah, beliau mengatakan:
وقال شيخ شيوخنا الحافظ أبو الفتح اليعمري في ترجمة ابن تيمية حذاني يعني المزي على رؤية الشيخ الإمام شيخ الإسلام تقي الدين فألفيته ممن أدرك من العلوم حظاً وكان يستوعب السنن والآثار حفظاً إن تكلم في التفسير فهو حامل رايته، أو أفتى في الفقه فهو مدرك غايته، أو ذكر في الحديث فهو صاحب علمه وذو روايته، أو حاضر بالملل والنحل لم ير أوسع من نحلته في ذلك ولا أرفع من درايته، برز في كل فن على أبناء جنسه، ولم تر عين من رآه مثله ولا رأت عينه مثل نفسه
Beliau  menghapal[4] seluruh kitab-kitab sunan dan juga atsar, kalau dia berbicara tafsir, maka seolah ia pemegang benderanya (sangat ahli), kalau dia berfatwa tentang fiqh, maka dia seolah paling menguasai fiqh, Kalau dia bicara tentang hadits,maka dia seolah pemilik  ilmunya dan yang meriwayatkannya, atau ketika ia menyampaikan tentang aliran-aliran maka tidak ada yang lebih luas dan lebih tinggi pembahasannya, Ibnu Taymiyah menguasai semua cabang ilmu. mata manusia tidak pernah melihat orang seperti dia dan matanya tidak pernah melihat orang yang menandinginya.
Ibnu Hajar Al Astqalani
dalam Kitab Durarul kaminah fi A’yan At Tsaminah, beliau mengatakan tentang biografi ibnu Taimiyah:
ولد في عاشر ربيع الأول سنة 661 وتحول به أبوه من حران سنة 67 فسمع من ابن عبد الدائم والقاسم الأربلي والمسلم ابن علان وابن أبي عمر والفخر في آخرين وقرأ بنفسه ونسخ سنن أبي داود وحصل الأجزاء ونظر في لرجال والعلل وتفقه وتمهر وتميز وتقدم وصنف ودرس وأفتى وفاق الأقران وصار عجباً في سرعة الاستحضار وقوة الجنان والتوسع في المنقول والمعقول والإطالة على مذاهب السلف والخلف
Lahir pada tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661 Hijriah, kemudia ia Pindah bersama bapaknya dari harran pada tahu 667 Hijriah. Belajar dari ibnu Abdid Daaim, al Qasim al Irbili, Muslim bin Allan, ibnu abi Umar, dan Al fakhri. Belajar secara Otodidak dan menyalin sunan Abu Daud hingga beberapa bagian. Meneliti rijal dan cacat (hadits), Paham, Mahir, istimewa, terdepan, dan juga telah mengarang, mengajar, berfatwa, melebihi batas generasinya, mengagumkan dalam hal kecepatan mengingat, Kuat jiwanya, luas pengetahuan aqli dan naqlinya, dan memiliki pengetahuan mazhab salaf dan kholaf yang luas.
Ibnu Rajab Al Hambali
Dalam kitab Dzail thabaqatil hanabilah Beliau menyebutkan:
وعنى بالحديث. وسمع ” المسند ” مرات، والكتب الستة، ومُعجم الطبراني الكبير، وما لا يحصى من الكتب والأجزاء.
Dia Sibuk dengan hadits, mendengar Al Musnad berkali-kali, Al kitab serta sunnah, Mu’jam thabrani al kabir, dan berbagai kitab yang tak terhitung lagi serta beberapa kitab-kitab kecil.
3. Kitab Ilmu Musthalah dan Kodifikasi Hadits yang telah dinyatakan statusnya oleh Ibnu Taimiyah
DR Abdurrahman Bin Abdul Jabbar Al Faryawai telah mengumpulkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah tentang Ilmu Musthalah  dan  juga hadits-hadits  yang pernah dikomentari Oleh ibnu Taimiyah dalam sebuah Kitab yang berjudul “Syaikhul Islam ibnu Taimiyah wa Juhuuduhu fil hadits Wa Ulumih”. Beliau mengumpulkannya dari kitab-kitab Ibnu Taimiyah, terutama Jilid ke-18 dari majmu Fatawa. Buku Ini lumayan tebal, totalnya 4 jilid dan jumlah hadits yang disebutkan ada 1032 hadits. Selain buku tersebut Ibnu Taimiyah sendiri juga mengarang sebuah kitab kecil yang berjudul Risalah fi Ilmil Hadits yang ditahqiq oleh Musa Muhammad Ali.
Dari beberapa keterangan diatas, jelaslah bahwa ibnu Taimiyah telah diakui oleh para ulama dulu dan sekarang sebagai Al hafidz dan Muhaddits yang mumpuni dalam Ilmu hadits serta dapat diambil tashih dan tadh’ifnya.
Semoga bermanfaat.
Saudaramu: dobdob

[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih banyak dari yang belum dihapal
[2] Fihrisul Faharis wal Atsbat wa Mu’jamil Maajim wa musalsalat oleh al Kattani.Juz I hal 154
[3] Mungkin kita akan mengatakan  Az Zahabi agak berlebihan dalam ungkapan ini, namun itulah yang beliau ungkapkan padahal beliau adalah orang yang paling adil dalam melakukan penilaian terhadap seseorang.
[4] Dalam riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Rajab pada Kitab Thabaqatul Hanabilah menggunakan Kaada bukan Kana, jadi artinya: nyaris menghapal seluruh sunnah. Saya kira inilah yang lebih mendekati sekalipun masih merupakan ungkapan hiperbola. Tapi  itulah ungkapan kekaguman para huffadz terhadap ibnu Taimiyah yang tentunya beralasan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar