Sabtu, 26 April 2014

Kuburan Tua Dipertahankan, Aqidah Ditelantarkan



Upaya massa mempertahankan mati-matian kuburan tua dari penggusuran yang akan dilakukan Satpol PP menimbulkan bentrok berdarah dan bakar-bakaran. Bentrokan berdarah antara Satpol PP dan pendukung Makam Mbah Priok di Jakarta Utara membara dari pagi sampai tengah malam, Rabu 14 April 2010. 

Akibatnya, korban berjatuhan di antaranya 3 anggota Satpol PP tewas, 158 orang luka (69 Satpol PP, 23 Polisi, 66 Warga). Kerugian materiil: 81 kendaraan dibakar: 6 bus polisi, 16 truk polisi, 36 truk dan mobil Satpol PP, 1 water canon polisi, 2 ekskavator, 2 bus steady safe, 2 truk trailer, dan 16 kendaraan lain. (sumber: Republika, Jum’at 16/ 4 2010).
Peristiwa berdarah yang menelan korban tewas 3 jiwa dan menderita luka 158 orang serta 81 kendaraan dibakar hangus itu tentunya menimbulkan aneka perasaan duka, memilukan, sekaligus memalukan. Dan yang lebih memalukan dan tambah memilukan adalah munculnya “rayap-rayap” yang bergembira ria yang bancaan bangkai kendaraan. “Rayap-rayap” itu bergegas mempreteli besi bangkai kendaraan yang tadinya dibakar itu dengan modal kunci Inggris dan semacamnya.

Secara gampangnya kata, ini adalah drama keserakahan lawan keserakahan dan menyisakan munculnya bentuk keserakahan pula. 

Tidak hanya berhenti pada keserakahan. Setelah peristiwa bentrokan dan bakar-bakaran selesai, hari berikutnya diadakan apa yang disebut mediasi penyelesaian sengketa Makam Mbah Priok yang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasilnya 9 butir kesepakatan, intinya: Makam Mbah Priok ditetapkan sebagai situs bersejarah dan tidak kena gusur. Sedang proses hukum mengenai kerusuhan di Priok itu tetap berjalan.

Perundingan penyelesaian kasus Makam Mbah Priok ini berlangsung di Balaikota, Kamis (15/4 2010) sementara itu di luar kawasan itu para pendemo meneriakkan kecaman bahkan makian terhadap penguasa provinsi. 

Perundingan dipimpin Wagub DKI, Prijanto, dihadiri ahli  waris makam yang diwakili oleh Habib Alwi Al Haddad, Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino, Anggota DPD RI AM Fatwa, Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin, dan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, serta sejumlah tokoh agama dan masyakarat.

Barangkali pihak pendukung kuburan tua maupun mereka yang mendudukkan diri sebagai ulama atau tokoh agama bernafas lega bahwa mereka berhasil mempertahankan kuburan tua. Sebagaimana lega dan 
gembiranya “rayap-rayap” yang mendapatkan mangsa bangkai besi rongsok kendaraan yang habis dibakar itu. Namun perlu diingatkan, terutama dan wabil khusus para Ulama serta tokoh agama yang bertandang dalam perundingan itu: Antum-antum masih pula bertanggung jawab bekaitan dengan penyelamatan aqidah Ummat berkaitan dengan kuburan tua itu.

Kalau sampai dengan jasa Antum mempertahankan kuburan tua itu justru melestarikan atau mengembangkan jalan yang menuju rusaknya bahkan hancurnya aqidah, maka Antum-antum bertanggung jawab di dunia dan akherat.

Oleh karena itu, yang lebih sangat penting adalah menyelematkan aqidah Ummat Islam dibanding mempertahankan kuburan tua itu. Dan bahkan dengan dipertahankannya itu, kalau sampai justru mengakibatkan terjerumusnya Ummat Islam ke keyakinan yang tidak benar, misalnya mengkultuskan kuburan, bahkan meminta-minta kepada isi kubur, maka para Ulama dan tokoh Islam yang mendukung kuburan tua itu adalah di barisan depan dalam menanggung bebannya.
Jatuhnya korban jiwa atas kasus ini adalah sesuatu yang pantas disesali. Dan lebih sangat akan disesali bila terjadi jatuhnya aqidah Ummat ke jurang keyakinan yang tidak benar berkaitan dengan kuburan tua itu. Bila ini terjadi, maka berarti kuburan tua dipertahankan, sedangkan aqidah yang seharusnya dijaga secara ketat justru ditelantarkan.


(nahimunkar.com)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar