Upaya massa mempertahankan mati-matian kuburan tua dari
penggusuran yang akan dilakukan Satpol PP menimbulkan bentrok berdarah dan
bakar-bakaran. Bentrokan berdarah antara Satpol PP dan pendukung Makam Mbah
Priok di Jakarta Utara membara dari pagi sampai tengah malam, Rabu 14 April
2010.
Akibatnya, korban berjatuhan di antaranya 3 anggota Satpol
PP tewas, 158 orang luka (69 Satpol PP, 23 Polisi, 66 Warga). Kerugian
materiil: 81 kendaraan dibakar: 6 bus polisi, 16 truk polisi, 36 truk dan mobil
Satpol PP, 1 water canon polisi, 2 ekskavator, 2 bus steady safe, 2 truk
trailer, dan 16 kendaraan lain. (sumber: Republika, Jum’at 16/ 4 2010).
Peristiwa berdarah yang menelan korban tewas 3 jiwa dan
menderita luka 158 orang serta 81 kendaraan dibakar hangus itu tentunya
menimbulkan aneka perasaan duka, memilukan, sekaligus memalukan. Dan yang lebih
memalukan dan tambah memilukan adalah munculnya “rayap-rayap” yang bergembira
ria yang bancaan bangkai kendaraan. “Rayap-rayap” itu bergegas
mempreteli besi bangkai kendaraan yang tadinya dibakar itu dengan modal kunci
Inggris dan semacamnya.
Secara gampangnya kata, ini adalah drama keserakahan lawan
keserakahan dan menyisakan munculnya bentuk keserakahan pula.
Tidak hanya berhenti pada keserakahan. Setelah peristiwa
bentrokan dan bakar-bakaran selesai, hari berikutnya diadakan apa yang disebut
mediasi penyelesaian sengketa Makam Mbah Priok yang digagas Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta. Hasilnya 9 butir kesepakatan, intinya: Makam Mbah Priok ditetapkan
sebagai situs bersejarah dan tidak kena gusur. Sedang proses hukum mengenai
kerusuhan di Priok itu tetap berjalan.
Perundingan penyelesaian kasus Makam Mbah Priok ini
berlangsung di Balaikota, Kamis (15/4 2010) sementara itu di luar kawasan itu
para pendemo meneriakkan kecaman bahkan makian terhadap penguasa provinsi.
Perundingan dipimpin Wagub DKI, Prijanto, dihadiri ahli waris makam yang
diwakili oleh Habib Alwi Al Haddad, Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino,
Anggota DPD RI AM Fatwa, Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin, dan Ketua Umum
Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, serta sejumlah tokoh agama dan
masyakarat.
Barangkali pihak pendukung kuburan tua maupun mereka yang
mendudukkan diri sebagai ulama atau tokoh agama bernafas lega bahwa mereka
berhasil mempertahankan kuburan tua. Sebagaimana lega dan
gembiranya
“rayap-rayap” yang mendapatkan mangsa bangkai besi rongsok kendaraan yang habis
dibakar itu. Namun perlu diingatkan, terutama dan wabil khusus para Ulama serta
tokoh agama yang bertandang dalam perundingan itu: Antum-antum masih pula
bertanggung jawab bekaitan dengan penyelamatan aqidah Ummat berkaitan dengan
kuburan tua itu.
Kalau sampai dengan jasa Antum mempertahankan kuburan tua
itu justru melestarikan atau mengembangkan jalan yang menuju rusaknya bahkan
hancurnya aqidah, maka Antum-antum bertanggung jawab di dunia dan akherat.
Oleh karena itu, yang lebih sangat penting adalah
menyelematkan aqidah Ummat Islam dibanding mempertahankan kuburan tua itu. Dan
bahkan dengan dipertahankannya itu, kalau sampai justru mengakibatkan
terjerumusnya Ummat Islam ke keyakinan yang tidak benar, misalnya mengkultuskan
kuburan, bahkan meminta-minta kepada isi kubur, maka para Ulama dan tokoh Islam
yang mendukung kuburan tua itu adalah di barisan depan dalam menanggung
bebannya.
Jatuhnya korban jiwa atas kasus ini adalah sesuatu yang
pantas disesali. Dan lebih sangat akan disesali bila terjadi jatuhnya aqidah
Ummat ke jurang keyakinan yang tidak benar berkaitan dengan kuburan tua itu.
Bila ini terjadi, maka berarti kuburan tua dipertahankan, sedangkan aqidah yang
seharusnya dijaga secara ketat justru ditelantarkan.
(nahimunkar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar