Kamis, 24 April 2014

Ijazah Hadits Imam Al-Albany

islamflower.jpg
Ijazah Hadits Imam Al-Albany
Syaikh Al-Albany memiliki ijazah hadits dari ‘Allamah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbagh yang kepadanya beliau mempelajari ilmu hadits, dan mendapatkan hak untuk menyampaikan hadits darinya. Syaikh Al-Albany menjelaskan tentang ijazah beliau ini pada kitab Mukhtasar al-‘Uluw (hal 72) dan Tahdzir as-Sajid (hal 63). Beliau memiliki ijazah tingkat lanjut dari Syaikh Bahjatul Baytar (dimana isnad dari Syaikh terhubung ke Imam Ahmad). Keterangan tersebut ada dalam buku Hayah al-Albany (biografi Al-Albany) karangan Muhammad Asy-Syaibani. Ijazah ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar ahli dalam hadits dan dapat dipercaya untuk membawakan hadits secara teliti. Ijazah serupa juga dimiliki murid Syaikh Al-Albany, yaitu Syaikh Ali Hasan Al-Halabi. Jadi, adalah tidak benar jika dikatakan bahwa Syaikh hanya belajar dari buku, tanpa ada wewenang dan tanpa ijazah.
Dalam pembahasan ini, saya pikir tidak mengapa untuk memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan dan pekerjaan Syaikh Al-Albany agar kita lebih yakin perihal kedudukan beliau dalam bidang ilmu hadits, semisal penghormatan dari ulama-ulama lain yang ditunjukan kepada beliau. Mungkin satu atau dua penjelasan pendek belumlah mencukupi, meski begitu, saya berharap informasi ini cukup menarik dan dapat memberi semangat kepada para pembaca:
  1. Syaikh Al-Albany dilahirkan pada taun 1914 M di Asykodera, ibukota pertama Albania.

  2. Syaikhnya yang pertama adalah ayahnya, Al-Hajj Nuh An-Najjati, yang telah menyelesaikan belajar Syari’ah di Istanbul dan kembali ke Albania sebagai seorang ulama Hanafiyah. Di bawah bimbingan ayahnya, Syaikh Al-Albany belajar Quran, tajwid dan bahasa Arab, dan juga fiqh Hanafiyah. 

  3. Beliau belajar fiqh hanafiyah lebih lanjut dan bahasa Arab dari Syaikh Sa’id al-Burhan.
     
  4. Beliau mengikuti pelajaran dari Imam Abdul Fattah dan Syaikh Taufiq Al-Barzah
     
  5. Syaikh Al-Albany bertemu dengan ulama hadits zaman ini, Syaikh Ahmad Syakir, dan beliau ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits. 

  6. Beliau bertemu dengan ulama hadits India, Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin, yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubra karya An-Nasai, seperti halnya karya Al-Mizzi yang monumental, Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat tentang ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan keyakinan beliau bahwa Syaikh Al-Albany adalah ulama hadits terbesar saat ini. 

  7. Sebagai pengakuan terhadap keilmuannya mengenai hadits, pada tahun 1955 Syaikh Al-Albany ditugaskan di Fakultas Syariah Universitas Damaskus untuk menganalisa dan meneliti secara terperinci mengenai hadits-hadits jual beli dan yang berhubungan dengan transaksi bisnis lain. 

  8. Syaikh Al-Albany memulai pekerjaannya secara resmi pada bidang hadits dengan men-transkrip karya monumental Al-Hafidz al-Iraqy, yaitu Al-Mughni ‘an Hamlil-Ashfar -sebuah studi tentang beragam hadits- dan riwayat-riwayat pada karya terkenal Al-Ghazali, Ihya’ Ulumudin. Pekerjaan ini sendiri mencakup lebih dari 5000 hadits. 

  9. Syaikh selalu mengunjungi perpustakaan Dhahiriyyah di Damaskus, sehingga kemudian beliau diberi kunci perpustakaan, karena beliau sering berada di sana dan belajar dalam waktu yang lama. Suatu hari, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh Al-Albany. Kejadian ini menjadikan beliau mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membuat katalog seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Karenanya, beliau mendapatkan banyak ilmu dari 1000 manuskrip hadits, sesuatu yang telah dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh Dr. Muhammad Mustafa A’dhami pada pendahuluan “Studi Literatur Hadits Awal”, dimana beliau mengatakan, “Saya mengucapkan terimakasih kepada Syaikh Nashiruddin Al-Albany, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”. 

  10. Syaikh Al-Albany kadang-kadang terlihat keadaannya yang amat miskin selama hidupnya. Beliau mengatakan sering mengambil sobekan-sobekan kertas dari jalan –biasanya berupa kartu undangan pernikahan-, yang kemudian digunakan untuk menulis haditsnya. Seringkali, dia membeli potongan-potongan kertas dari tempat pembuangan dan membawanya ke rumah untuk dipakai. 

  11. Beliau senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, terutama yang berasal dari India dan Pakistan, mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko dan ‘UbaiduLlah Rahman, pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih.
     
  12. Keahliannya dalam bidang hadits diakui oleh banyak ulama yang berkompeten, baik masa lalu maupun sekarang, termasuk Dr. Amin Al-Mishri, kepala Studi Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu murid Syaikh Al-Albany, juga Dr. Syubhi Ash-Shalah, mantan kepala bidang Ilmu Hadits di Universitas Damaskus, Dr. Ahmad Al-Asal, kepala Studi Islam di Universitas Riyadh, ulama hadits Pakistan sekarang, ‘Allamah Badi’uddien Syah As-Sindi; Syaikh Muhammad Thayyib Awkij, mantan kepala Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi pengakuan dari Syaikh Ibn Baaz, Ibnul ‘Utsaimin, Muqbil bin Hadi, dan banyak lagi yang lain pada masa berikutnya. 

  13. Setelah sejumlah hasil karyanya dicetak, selama tiga tahun Syaikh terpilih untuk mengajar hadits di Universitas Islam Madinah, sejak tahun 1381 H sampai 1383 H, dimana beliau juga bertugas sebagai anggota dewan pengurus universitas (setelah itu beliau kembali ke tempat studi pertamanya dan mengkhidmatkan dirinya pada perpustakaan Adh-Dhahiriyyah). Kecintaan beliau pada Universitas Madinah dibuktikan dengan mewariskan seluruh koleksi perpustakaan pribadinya ke Universitas. 

  14. Beliau mengajar dua kali sepekan di Damaskus, yang dihadiri oleh banyak mahasiswa dan dosen universitas. Di sini, Syaikh menyelesaikan pengajarannya pada karya klasik dan modern (edited): 

    • Fath al-Majid, karya Abdur Rahman bin Hushain Alu Syaikh 

    • Raudhah an-Nadiyyah karya Siddiq Hasan Khan 

    • Minhaj al-Islamiyah karya Muhammad As’ad 

    • Ushul al-Fiqh, karya al-Khallal 

    • Mustholah at-Tarikh, karya Asad Rustum 

    • Al-Halal wa al-Haram karya Yusuf Qardhawi 

    • Fiqh as-Sunnah karya Sayyid Sabiq 

    • Ba’its al-Hadits karya Ahmad Syakir 

    • At-Taghib wa at-Tarhib karya Al-Hafidz Al-Mundziri 

    • Riyadh ash-Shalihin karya Imam An-Nawawi 

    • Al-Imam fi Ahadits al-Ahkam, karya Ibnu Daqiqil ‘Ied
       
  15. Setelah menganalisa hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits India, Muhammad Musthofa A’dhami (kepala Ilmu Hadits di Makkah), memilih Syaikh Al-Albany untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisanya, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid, lengkap dengan ta’liq (catatan, red) dari keduanya. Ini adalah tazkiyah dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh Al-Albany.
     
  16. Pada edisi dari himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islamy meminta Syaikh Al-Albany untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan, ”Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…” 

  17. Hasil karya Syaikh yang telah dicetak, terutama pada bidang hadits dan ilmu perangkatnya (seperti ilmu Mustholah Hadits, Jarh wa Ta’dil, Rijalul Hadits, edit.) berjumlah sekitar 112 buku. Tujuh belas diantaranya sebanyak 45 jilid. Beliau meninggalkan manuskrip minimal tujuh puluh karangan. 

  18. Telah terekam suatu kejadian (dan kejadian ini terdapat pada dua kaset – murid-murid beliau sering merekam pelajaran beliau), bahwa seorang laki-laki telah mengunjungi Syaikh Al-Albany di rumahnya di Yordania dan menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Nabi! Bagaimana reaksi kita ketika berada pada situasi ini? Syaikh Al-Albany meminta lelaki itu duduk dan mendiskusikan pernyataannya tersebut dalam waktu yang lama (seperti yang saya katakana: ada pada dua kaset), sehingga pada akhirnya, si tamu tersebut bertaubat dari klaimnya itu dan semua yang hadir, termasuk Syaikh turut menangis. Pada kenyataannya, sudah berapa sering terdengar Syaikh Al-Albany menangis ketika berbicara mengenai Allah, Rasul-Nya, dan muamalah antar Muslim? 

  19. Pada kejadian yang lain, beliau dikunjungi tiga orang yang kesemuanya menuduh Syaikh Al-Albany kafir. Ketika waktu sholat tiba, mereka menolak untuk bermakmum kepada Syaikh, karena tidak mungkin bagi seorang kafir menjadi imam sholat. Syaikh menerima hal ini, dan mengatakan bahwa menurut pandangannya, ketiga orang ini adalah Muslim, sehingga salah satu dari mereka berhak menjadi imam sholat. Tak lama kemudian, mereka bertiga berdebat lama sekali mengenai perbedaan di antara mereka sendiri, dan ketika waktu sholat berikutnya telah tiba, ketiga laki-laki ini mendesak untuk ikut sholat di belakang Syaikh Al-Albany

  20. Selama hidupnya, Syaikh telah meneliti dan men-ta’liq lebih dari 30.000 silsilah perawi hadits (isnaad) pada hadits-hadits yang tidak terhitung jumlahnya, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab Sunnah tersebut, pent)
     (wbmstr Jilbab Online)

sumber: http://www.troid.org
Penerjemah: Webmaster Jilbab Online (2003)
Muroja’ah: Abu Hudzaifah
dinukil dari jilbab-online (www.jilbab.or.id)


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar