Minggu, 27 April 2014

Panglima Islam: Shalahuddin al Ayyubi [Bag.01]

Nama Lengkap: Yusuf bin Ayyub bin Syadzi bin Marwan

Julukan: Sultan an Nashir, Shalahuddin al Ayyubi

Tahun Kelahiran: 532H/1138M

Tempat Kelahiran: Tikrit – Irak

Tahun Wafat: 589H/1193M

Tempat Wafat: Damaskus

Lingkup Hidup: Kesultanan Ayyubiyah – Khilafah Abbasiyah

Musuh-Musuhnya: Orang-orang Salibis

Dia adalah Raja Nashir Abu al Muzhafar Yusuf bin Ayyub bin Syadzi bin Marwan, pendiri Daulah Ayyubiyah di Mesir dan Syam. Dia adalah ksatria berjiwa besar, pahlawan pemberani, dan salah seorang panglima perang yang paling dikenal dalam sejarah Islam. Para musuh telah menyaksikan akhlaknya yang mulia sebelum para sahabatnya, dan mereka menuliskan sejarahnya. Dia merupakan salah satu model tak tertandingi pada sosok agung yang lahir dari rahim Islam. Dia adalah sang pahlawan berjuluk Shalahuddin al Ayyubi pembebas al Quds dari orang-orang salib dan pahlawan perang Hittin.

Masa pertumbuhannya

Shalahuddin al Ayyubi di lahirkan di Tikrit pada tahun 532H/1138M di dalam keluarga Kurdi. Ayahnya adalah seorang penjaga Benteng Tikrit dari pihak Bahruz. Pamannya adalah Asaduddin Syirkuh salah seorang panglima besar dalam tentang Imaduddin Zanki, Qadi di Mosul. Anehnya kelahiran Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadzi bertepatan dengan dipaksanya sang ayah keluar dari Tikrit, sehingga ayahnya sangat pesimis terhadapnya. Salah seorang yang dating berkata kepada sang ayah, “Anda tidak tahu bahwa anak ini akan menjadi seorang penguasa besar yang popular!”

Najmuddin Ayyub meninggalkan Tikrit bersama keluarganya menuju Mosul. Disana dia dan keluarganya tinggal di tempat Imaduddin Zanki. Qadi di Mosul ini sangat memuliakan Najmuddin. Sehingga Shalahuddin kecil tumbuh dengan penuh berkah. Secara bertahap dia mendapatkan kemuliaan disana, belajar menunggang kuda dan berlatih menggunakan senjata. Shalahuddin al Ayyubi tumbuh menjadi pemuda yang mencintai jihad. Dia juga menghafalkan al Qur’an, hadits-hadits Nabi, dan belajar bahasa arab.

Shalahuddin menjadi menteri di Mesir

Mesir sebelum kedatangan Shalahuddin al Ayyubi menjadi markas pusat pemerintahan Fathimiyah. Negeri ini pada masa itu diusik dengan banyak revolusi dalam negeri antara berbagai kelompok yang berbeda-beda. Di antaranya adalah orang-orang Mamalik Turki, orang-orang Sudan, dan orang-orang Maroko. Kondisi negeri tidak stabil karena pergolakan yang disebabkan oleh sering bergantinya banyak khalifah Fathimiyah dalam kurun waktu yang pendek. Sehingga orang-orang salibis berambisi untuk dapat menguasai Mesir. Ketika panglima Nuruddin Mahmud melihat banyak pertentangan ini, dan ambisi penguasa Baitul Maqdis yang merupakan orang salibis untuk dapat menguasai Mesir, maka dari Damaskus dia mengirim tentara ke Mesir dipimpin oleh panglima Asaduddin Syirkuh yang dibantu oleh keponakannya Shalahuddin. Ketika orang-orang salibis mengetahui kedatangan Asaduddin Syirkuh mereka meninggalkan Mesir. Asaduddin dapat masuk dan menguasai Mesir, setelah itu kemudian Shalahuddin menggantikannya sebagai menteri di Mesir.
Terjadi banyak konflik dan konspirasi dari orang-orang yang punya kepentingan dan ambisi. Namun, Shalahuddin dapat menguasainya sebagaimana dia mampu meredam fitna-fitnah dari luar. Shalahuddin melihat munculnya aliran kebathinan di Mesir, oleh karena itu dia mendirikan dua sekolah besar yaitu sekolah Nashiriyah dan sekolah Kamiliyah. Ini bertujuan agar orang-orang berpindah ke aliran atau madzhab Ahlu Sunnah, sebagai awal dari perubahan yang diinginkannya sampai dia membuat kondisi di Mesir benar-benar stabil. Setelah kematian khalifah Fathimiyah yang menentangnya pada tahun 566H/1171M dia mendorong para ulama untuk memanggil Al Mustadhi’ Al Abbasi sebagai Khalifah, mendoakannya dalam setiap khutbah dari atas mimbar. Dengan cara ini berakhirlah pemerintahan Fathimiyah di Mesir. Shalahuddin memerintah Mesir sebagai wakil Nuruddin yang pada akhirnya mengakui khilafah Abbasiyah. Akhirnya Mesir kembali lagi ke pangkuan Khilafah Islamiyah dan Shalahuddin al Ayyubi menjadi tuannya.

Mendirikan Pemerintahan

Ketika Nuruddin Mahmud masih hidup, Shalahuddin khawatir Nuruddin akan memeranginya. Oleh karena itu dia berpikir melihat tempat lain untuk mendirikan pemerintahan. Kemudian Shalahuddin mulai mengirimkan beberapa orang pilihannya untuk mempelajari kondisi Nobi, Yaman dan Burqah.
Nuruddin Mahmud meninggal pada bulan Syawal pada tahun 569H/1174M. Peristiwa ini membuat Shalahuddin lebih tenang. Dia mulai bergerak untuk menyatukan Mesir dan Syam. Shalahuddin mulai menuju ke negeri Syam setelah Nuruddin meninggal. Lalu ke kota Damaskus. Dia mampu memadamkan berbagai pemberontakan yang terjadi di Syam dikarenakan ambisi untuk dapat menguasai pemerintahan Nuruddin. Kurang lebih dua tahun dia menetap di Syam untuk mengembalikan stabilitas pemerintahannya. Lalu dia menggabungkan kota Damaskus. Setelah itu menguasai Homsh dan Halb. Oleh karena itu Shalahuddin menjadi sultan di Mesir dan Syam. Kemudian Shalahuddin kembali ke Mesir dan mulai membenahi urusan dalam negerinya, terutama di kota Kairo dan Iskandariyah. Kekuasaan Shalahuddin telah meluas di negeri ini, memanjang mulai dari Nobi Selatan dan Burqah barat sampai negeri Armenia utara dan negeri Jazirah dan Mosul timur.
Bersambung Insyaallah..
Sumber: Dikutip dari ‘Para Penakluk Muslim Yang Tak Terlupakan’, Tamir Badar, Penerbit al Kautsar

Artikel: www.KisahIslam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar