Akhir-akhir ini, banyak bermunculan lisan-lisan yang mencela kehormatan ulama. Lebih disayangkan lagi ini dilakukan oleh para thalabul ‘ilmi. Salah satu ulama yang menjadi sasaran para tukang fitnah itu adalah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi.
Sangat disayangkan, ternyata penyebar fitnah di dunia maya (blog-blog)
tersebut kebanyakannya tidak bisa baca kitab -hadanallahu wa iyyahu-.
Kami ingin mengingatkan diri kami pribadi dan juga kepada segenap
pembaca, khususnya tukang fitnah dan namimah untuk bertakwa kepada Allah
karena darah ulama adalah beracun. Jangan asal copy paste
artikel-artikel berbahasa inggris yang menyinggung kehormatan ulama,
lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan disebar, sebagaimana
kebiasaan para tukang penyebar fitnah tersebut. Ini sebagai nasehat agar
tidak seperti salah satu admin blog penyebar fitnah yang akhirnya
dirinya tergerogoti kanker.
.
- Bagi yang merasa tersindir, kami hanya sekadar mengingatkan sekali lagi bahwa darah ulama adalah beracun. Maka, jika ingin sembuh, bertaubatlah kepada Allah dan hentikan penyebaran fitnah yang semakin membuat kaum muslimin bingung. Sungguh, blog Anda isinya hanya menjatuhkan kehormatan para ulama dan da’i ahli tauhid, meskipun dengan dalih mengungkap “fakta”.
- Sungguh, mendakwahkan manhaj salaf sudah sangat berat di zaman ini. Janganlah kita perberat lagi dengan buruknya akhlak kita.
- Dan juga bagi setiap penerus aktivitas fitnah, kami juga mengingatkan bahwa sibukkanlah diri Anda dengan menuntut ilmu syar’i, kalau tidak ingin seperti si pengidap kanker tersebut.
- Dan bagi setiap pembaca. Hendaknya kita mulai bersemangat mempelajari bahasa Arab, bahasa agama kita, agar kita bisa menikmati kalamullah dan kalam rasul-Nya, kitab-kitab para ulama, ceramah-ceramah kajian para ulama, dan yang tidak kalah penting agar tidak mudah tertipu orang-orang bodoh yang bermodalkan copy-paste semata tanpa tatsabut kepada ahli ilmu.
- Kita terlarang taqlid buta (fanatik tulen) kepada ulama tertentu, termasuk kepada Syaikh Ali Hasan, sebagaimana prinsip agama yang kita pegang bahwa satu-satunya manusia yang ma’shum hanya Rasulullah. Namun, hendaknya kita bisa menjaga adab terhadap para ulama, termasuk adab di saat mereka tergelincir dalam hal tertentu –jika memang tergelincir— selama kita masih bisa melihat bahwa ulama tersebut masih memilki komitmen dengan sunnah dan menjadikan tauhid sebagai asas dakwah, serta menjadikan manhaj salaf sebagai prinsip beragamanya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar