Sesungguhnya
berbagai perselisihan yang timbul di antara Ahlussunnah akan hilang
dengan izin Allah bila memperhatikan beberapa perkara berikut:
[1]. Menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan hukum. Allah ta’alaberfirman:
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا
“Maka bila
kalian bertikai dalam satu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada
Allah dan Rasul-Nya bila kalian memang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir. Yang demikian itu baik dan akan lebih baik lagi akibatnya.”
[An-Nisa’: 59]
وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله
“Dan apa saja yang kalian perselisihkan padanya dalam satu masalah maka hukumnya dikembalikan kepada Allah.” [As-Syuraa: 10]
وإذا
جاءهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الرسول وإلى أولي
الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم ولولا فضل الله عليكم ورحمته
لاتبعتم الشيطان إلا قليلا
“Dan apabila
sampai kepada mereka berita tentang keamanan ataupun ketakutan, maka
merekapun menyebarkannya. Seandainya berita itu mereka laporkan kepada
Rasul atau kepada Ulama di antara mereka, niscaya para Ulama itu akan
mengambil kesimpulan hukum bagi mereka dari berita itu dan
memberitahukan mereka dengan kesimpulannya yang benar. Kalau tidaklah
karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian akan
mengikuti syaithan, kecuali sebahagian kecil saja. [An-Nisa: 83]
[2]. Bertanya kepada Ulama dari kalangan Ahlussunnah. Allah ta`ala berfirman:
“Maka bertanyalah kalian kepada ahlinya bila kalian tidak mengetahuinya.” [An-Nahl: 43]
Akan tetapi
sebagianpenuntut ilmu merasa bangga dengan ilmu yang ada pada dirinya
dan kemudian ia mendebat dengan ilmu itu siapa saja yang berbeda
pendapat dengannya. Hal ini merupakan salah satu dari sekian banyak
sebab terjadinya perpecahan dan perselisihan di antara mereka. Al-Imam
At-Tirmidzi meriwayatkan dalam “Jaami’-nya” dari Abu Umaamah, beliau
menyatakan: Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi
wasallammenyatakan:
“Tidaklah
sesat satu kaum setelah mereka sebelumnya mendapat petunjuk, kecuali
karena ia diberi kemampuan berdebat.” Kemudian beliau membaca ayat:
“Tidaklah mereka membikin permisalan bagimu kecuali mereka dalam rangka
mendebat engkau. Bahkan mereka memang kaum yang suka berdebat.”
[Az-Zukhruf: 58]
[3].
Menumpahkan perhatian untuk
menuntut ilmu agama. Maka apabila engkau
menyadari kekurangan-kekurangan yang ada padamu, maka sesungguhnya
dirimu tidak ada apa-apanya dibanding para Ulama terdahulu seperti
Al-Hafidzh Ibnu Katsir dan juga para Ulama sebelum beliau yang terkenal
dalam berbagai disiplin ilmu. Maka bila engkau memperhatikan tingginya
ilmu para Ulama tersebut, niscaya engkau akan sibuk dengan warisan ilmu
mereka dan lalai dari mengkritik orang lain.
[4]. Melihat
perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan shahabat Nabi radhiyallahu
‘anhum serta para Ulama yang terkenal sepeninggal shahabat. Maka bila
engkau melihat perbedaan pendapat di antara mereka, niscaya akan
membawamu kepada perselisihan yang tidak menimbulkan mafsadah. Engkau
pun tidak akan menuntut Ahlussunnah yang berbeda pendapat denganmu itu
tunduk kepada pikiranmu. Dan engkau pun telah tahu, bila engkau
menuntutnya tunduk kepada pendapatmu itu, berarti engkau telah
melumpuhkan pemahamannya dan akalnya serta mengajak mereka untuk taqlid
(membebek) kepadamu. Sementara taqlid itu dalam agama adalah haram.
Allah ta`ala berfirman:
“Dan janganlah kalian mengikuti apa yang kalian tidak ada ilmu padanya.” [Al-Isra’: 36]
Dan
dalil-dalil dalam masalah ini telah diterangkan secara gamlang dalam
sebuah kitab yang berjudul “Al-Qaulul Mufiid fi Adillatil Ijtihad wat
Taqlid” karya As-Syaukani.
[5].
Memperhatikan keadaan masyarakat Islam dan persoalan apa yang sedang
mengepung mereka dari berbagai bahaya yang mengancam, demikian pula
kenyataan mayoritas umat Islam yang jahil tentang agamanya. Maka bila
engkau melihat kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat Islam, niscaya
engkau akan sibuk memperhatikan mereka dan lalai dari saudaramu yang
menyelisihi engkau dalam pemahamanmu itu. Dan engkaupun akhirnya akan
lebih mengutamakan yang terpenting dari yang penting. Nabi shallallahu
`alaihi wa ‘ala alihi wasallamketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau
menyatakan kepadanya:
“Yang
pertama kali kamu seru kepadanya ialah seruan kepada syahadat
(persaksian) tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan
bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah.” [Muttafaqun 'alaih dari
hadits Ibnu 'Abbas]
Maka
sesungguhnya kita telah melihat berbagai masalah yang menjadi perbedaan
pendapat Ahlussunnah masa kini, bahwa mereka tidaklah berbeda pendapat
karena hawa nafsunya. Kita dapati masalah-masalah yang diperselisihkan
itu mendekati tiga puluh masalah, dan kami telah membagikannya pada
saudara-saudara kami Ahlussunnah untuk menelaahnya dan menyebutkan
padanya insya Allah hadits-hadits tersebut dengan sanad-sanadnya. Dan
para peneliti juga akan menelaah berbagai pendapat para Ulama yang
menjelaskan hadits-hadits tersebut untuk memahaminya lebih lanjut. Dan
bila perlu, ditelaah pula kitab-kitab para Ahli Fiqih rahimahullah guna
memahami hadits-hadits tersebut. [Nashiihati li Ahlissunnah 11 – 14]
Fikri Abul Hasan
Sumber:http://madrasahjihad.wordpress.com/2011/11/28/nasehat-syaikh-muqbil-al-waadii-untuk-ahlussunnah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar