Oleh : Abu Bakr ‘Abdurrazzaq bin Shalih bin ‘Ali An-Nahmiy
Orang
pertama yang mencetuskan paham Rafidlah adalah ‘Abdullah bin Saba’
Al-Yahud dari kalangan Yahudi Yaman. Dia menampakkan keislaman, kemudian
datang ke Madinah pada masa khalifah yang lurus, ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu.
Mereka
dinamakan dengan Rafidlah (kaum yang meninggalkan) karena mereka
meninggalkan Zaid bin ‘Ali, ketika mereka meminta beliau untuk
menyatakan putus hubungan dengan Abu Bakar dan ‘Umar, tetapi beliau
justru mendoakan rahmat untuk mereka berdua. Maka mereka
mengatakan,”Jika demikian, kami akan meninggalkanmu”. Maka beliau (Zaid
bin ‘Ali) berkata,”Pergilah ! Sesungguhnya kalian adalah Rafidlah
(orang-orang yang meninggalkan)”.
Adz-Dzahabi berkata dalam Siyaru A’laamin-Nubalaa’
(5/390) bahwa ‘Isa bin Yunus berkata,”Orang-orang Rafidlah datang
menemui Zaid, lantas mereka berkata : ‘Buatlah pernyataan putus hubungan
dengan Abu Bakar dan ‘Umar sehingga kami membantumu’. Maka beliau
menanggapi : ‘Bahkan aku loyal kepada mereka berdua’. Mereka pun berkata
: ‘Jika demikian, maka kami meninggalkanmu’. Dari situlah mereka
dikatakan Rafidlah”.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fataawaa (4/435)
: “Dikatakan kepada Al-Imam Ahmad : ‘Siapa itu Rafidlah ?’. Beliau
menjawab : ‘Orang yang mencela Abu Bakar dan ‘Umar’. Karena alasan
inilah mereka dinamakan Rafidlah. Sebab, mereka meninggalkan Zaid bin
‘Ali ketika beliau loyal kepada kedua khalifah tersebut sedangkan mereka
benci kepada keduanya. Sehingga orang yang membenci mereka berdua
dinamakan Rafidlah”.
Ada yang berkata bahwa mereka dinamakan Rafidlah sebab mereka meninggalkan Abu Bakar dan ‘Umar.
Ibnu
Taimiyyah juga berkata pada sumber yang lalu,”Asal-usul Rafidlah dari
kalangan munafiq dan zindiq. Rafidlah itu dibuat oleh Ibnu Saba’ yang
zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung ’Ali dengan propaganda
bahwa ’Ali lebih berhak untuk kepemimpinan dan ada wasiat bagi ’Ali”.
Beliau
juga berkata pada (28/483),”Para ulama menyebutkan bahwa permulaan
paham Rafidlah adalah dari seorang zindiq bernama ’Abdullah bin Saba’.
Dia menampakkan keislaman dan menyembunyikan agama Yahudinya. Dia ingin
merusak Islam sebagaimana yang dilakukan Paulus An-Nashraniy yang
dahulunya Yahudi ketika merusak agama Nashrani”.
Ibnu Abil-’Izz Al-Hanafiy berkata dalam Syarh Ath-Thahawiyyah hal. 490 dengan tahqiq Al-Albani,”Asal
mula paham Rafidlah dimunculkan oleh seorang munafiq lagi zindiq yang
bermaksud meruntuhkan agama Islam dan mencela Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam
sebagaimana disebutkan para ulama. Karena ’Abdullah bin Saba’ si Yahudi
ketika menampakkan Islam, dia hanya ingin merusak Islam dengan tipu
daya dan keburukannya, sebagaimana dilakukan Paulus terhadap agama
Nashrani. Dia berpenampilan orang yang rajin beribadah, kemudian dia
perlihatkan amar ma’ruf nahi munkart sampai akhirnya dia berupaya
memfitnah ’Utsman dan membunuhnya. Kemudian ketika datang ke Kuffah, dia
menampakkan sikap ekstrim terhadap ’Ali dan pembelaan kepadanya agar
dengan itu ia mampu untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berita itu akhirnya
sampai kepada ’Ali, maka ’Ali bermaksud membunuhnya sehingga dia
melarikan diri darinya menuju Qarqis. Dan berita tentangnya sudah sangat
dikenal dalam sejarah. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Saba’
dulunya seorang Yahudi kemudian dia tampakkan keislamannya padahal dia
seorang munafiq zindiq”.
Ath-Thabari telah menyebutkannya dalam At-Taarikh (4/430) bahwa Ibnu Saba’ dahulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a.
Ibnul-Atsir berkata dalam Al-Kamiil (3/77) : ”Abdullah bin Saba’ si Yahudi dulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a dan ibunya adalah Sauda’ ”.
Ath-Thabariy
menyebutkan dalam sejarah kejadian-kejadian di tahun 30 H bahwa Ibnu
Saba’ mendatangi Abu Darda’. Maka Abu Darda’ berkata kepadanya,”Siapa
kamu ini ? Aku mengira kamu ini – demi Allah – seorang Yahudi !”.
Aku
(yaitu Penulis – Abu Bakr ’Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmiy)
berkata,”Sehingga ’Abdullah bin Saba’ itu hanyalah seorang Yahudi yang
berkedok Islam. Asy-Syahrastani berkata dalam Al-Milal wan-Nihal
(1/204) cet. Daarul-Ma’rifah : ’Saba’iyyah adalah para pengikut
’Abdullah bin Saba’ yang berkata kepada ’Ali : ’Kamulah, kamulah !’. Maksudnya,’Kamu adalah Tuhan’. Maka ’Ali kemudian mengusirnya ke Al-Madain”.
Orang-orang
menyangka bahwa dia dulunya seorang Yahudi lantas masuk Islam. Ketika
beragama Yahudi dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun berwasiat kepada
Musa ’alaihis-salaam seperti yang dikatakannya tentang ’Ali, dialah
orang pertama yang memunculkan pernyataan adanya wasiat tentang
kepemimpinan ’Ali radliyallaahu ’anhu dan dari situlah bercabang
berbagai sikap berlebihan (ghulluw). Dia
meyakni bahwa ’Ali terus hidup dan tidak akan mati, padanya terdapat
sifat ketuhanan, dan beliau tidak boleh menjadi bawahan. Beliaulah yang
datang dari awan, halilintar adalah suaranya, kilatan petir adalah
senyumannya. Beliau nanti akan turun ke bumi lantas memenuhi bumi dengan
keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kedhaliman. Ibnu Saba’
menampakkan ucapan ini setelah wafatnya ’Ali radliyallaahu ’anhu dan adanya sejumlah orang yang berhimpun mendukungnya. Merekalah kelompok pertama yang menyatakan tawaqquf, ghaib, dan akan kembalinya ’Ali. Mereka juga menyatakan menjelmanya sebagian sifat ketuhanan pada para imam setelah ’Ali radliyallaahu ’anhu.
Dia
(’Abdullah bin Saba’) berkata,”Makna seperti ini sebenarnya juga
diketahui oleh para shahabat, sekalipun mereka berseberangan dengan
keinginannya (’Ali). Ini ’Umar bin Khaththab, ketika ’Ali mencungkil
mata seseorang dengan benda tajam di tanah suci, dilaporkan kepadanya
(’Umar) dan ia berkomentar,’Apa yang sanggup aku katakan terhadap tangan
Allah yang telah mencungkil mata di tanah suci milik Allah ?’. Jadi ’Umar memberikan baginya sebutan ketuhanan karena memang ’Umar mengetahui sifat itu pada diri ’Ali”.
Berikut ini adalah biografi ’Abdullah bin Saba’ si Yahudi dalam kitab Mizaanul-I’tidaal karya Adz-Dzahabi dan Lisaanul-Miizaan karya Ibnu Hajar.
Al-Hafidh
Adz-Dzahabi berkata,”Abdullah bin Saba’ termasuk orang-orang zindiq
yang paling ekstrim, sesat, dan menyesatkan. Aku mengira ’Ali yang
membakarnya dengan api. Al-Jauzajani berkata : ’Dia meyakini bahwa
Al-Qur’an itu hanya satu bagian dari sembilan bagian yang ilmunya ada
pada ’Ali. ’Ali mengusirnya setelah bertekad melakukannya”.
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Lisaanul-Miizaan (29/30) :
”Ibnu ’Asakir berkata dalam Tarikh-nya
: ’Asalnya dari Yaman, dulunya dia seorang Yahudi kemudian dia
menampakkan kesialaman. Kemudian dia berkeliling ke negeri-negeri
muslimin untuk memalingkan mereka dari ketaatan kepada penguasa dan
menyusupkan keburukan di tengah-tengah mereka. Dia memasuki kota
Damaskus untuk tujuan tadi pada masa ’Utsman’.
Kemudian dia (Ibnu ’Asakir) meriwayatkan dari jalan Saif bin ’Umar At-Tamimi dalam Al-Futuh dengan
kisah yang panjang, tetapi sanadnya tidak benar. Juga dari jalan Ibnu
Abi Khaitsamah, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin ’Abbad, ia berkata : Telah menceritakan hadits kepada kami Sufyan,
dari ’Ammar Ad-Duhni, ia mengatakan : Aku mendengar Abu Ath-Thufail
berkata :
رأيت المسيب بن نجبة أتى به دخل على المنبر فقال ما شأنه فقال يكذب على الله وعلى رسوله
Aku
melihat Al-Musayyib bin Najbah datang menyeretnya (yaitu Ibnu Saba’),
sementara ’Ali sedang berada di atas mimbar. Lantas beliau (’Ali)
berkata,”Ada apa dengannya ?”. Al-Musayyib berkata,”Dia berdusta atas
nama Allah dan Rasul-Nya”. [1]
Beliau
(Ibnu ’Asakir) juga berkata : Telah menceritakan kepada kami ’Umar bin
Marzuq, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari
Salamah bin Kuhail, dari Zaid bin Wahb, dia berkata : ’Ali bin Abi
Thalib radliyallaahu ta’ala ’anhu berkata,
ما لي ولهذا الخبيث الأسود يعني عبد الله بن سبأ كان يقع في أبي بكر وعمر رضى الله تعالى عنهما
”Apa urusanku dengan al-hamil [2] yang hitam ini – yaitu ’Abdullah bin Saba’ - ?. Dia biasa mencela Abu Bakar dan ’Umar radliyalaahu ta’ala ’anhuma”. [3]
Dari
jalan Muhammad bin ’Utsman bin Abi Syaibah, dia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-’Alla’ dia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ayyas, dari Mujahid, dari
Asy-Sya’bi, dia berkata : ”Orang pertama yang berbuat kedustaan adalah
’Abdullah bin Saba’”. Abu Ya’la Al-Mushili berkata dalam Musnad-nya
: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, dia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan Al-Asadi, dia berkata :
Telah menceritakan kepada kami Harun bin Shaalih, dari Al-Haarits bin
’Abdirrahman, dari Abul-Jalas, ia berkata : Aku mendengar ’Ali berkata
kepada ’Abdullah bin Saba’ :
والله ما أفضى إلي بشيء كتمه أحدا من الناس ولقد سمعت يقول إن بين يدي الساعة ثلاثين كذابا وإنك لأحدهم
”Demi
Allah, beliau tidak pernah menyampaikan kepadaku sesuatupun yang beliau
sembunyikan dari manusia. Benar-benar aku mendengar beliau bersabda,’Sesungguhnya sebelum terjadinya kiamat ada tiga puluh pendusta’; dan engkau adalah salah satu dari mereka”.[4]
Abu
Ishaq Al-Fazari berkata : Dari Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari
Abu Az-Za’ra’, dari Zaid bin Wahb : Bahwasannya Suwaid bin Ghafalah
masuk menemui ’Ali radliyallaahu ’anhu di masa kepemimpinannya.
Lantas dia berkata,”Aku melewati sekelompok orang menyebut-nyebut Abu
Bakar dan ’Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan bahwa engkau
juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada mereka berdua. Diantara
mereka adalah ’Abdullah bin Saba’ dan dialah orang pertama yang
menampakkan hal itu”. Lantas ’Ali berkata,”Aku berlindung kepada Allah
untuk menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan”.
Kemudian beliau mengirim utusan kepada ’Abdullah bin Saba’ dan
mengusirnya ke Al-Madaain. Beliau juga berkata,”Jangan sampai engkau
tinggal satu negeri bersamaku selamanya”. Kemudian beliau bangkit menuju
mimbar sehingga manusia berkumpul. Lantas beliau menyebutkan kisah
secara panjang lebar yang padanya terdapat pujian terhadap mereka berdua
(Abu Bakar dan ’Umar), dan akhirnya berliau berkata,”Ketahuilah, jangan
pernah sampai kepadaku dari seorangpun yang mengutamakan aku dari
mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai hukuman untuk
orang yang berbuat dusta”.[5]
Berita
tentang ’Abdullah bin Saba’ ini sangatlah masyhur dalam buku-buku
sejarah dan dia tidak mempunyai satu riwayat hadits pun, walhamdulillah.
Dia mempunyai pengikut yang dikenal dengan Saba’iyyah yang meyakini
sifat ketuhanan ’Ali bin Abi Thalib dan ’Ali telah membakarnya dengan
api pada masa kekhalifahannya” [selesai perkataan Ibnu Hajar dalam Lisaanul-Miizaan].
Amirul-Mukminin
’Ali bin Abi Thalib telah membakar pengikut si Yahudi ’Abdullah bin
Saba’ setelah beliau menasihati agar mereka kembali dan bertaubat kepada
Allah dari kesesatan dan penyelewengan mereka. Al-Bukhari meriwayatkan
(12/335) dalam Fathul-Baari
no. 6922, beliau berkata : Telah memberikan hadits kepada Abu An-Nu’mar
Muhammad bin Al-Fadhl ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammad
bin Zaid, dari Ayyub, dari ’Ikrimah bahwasannya ia berkata :
أتى
علي رضى الله تعالى عنه بزنادقة فأحرقهم فبلغ ذلك بن عباس فقال لو كنت أنا
لم أحرقهم لنهي رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تعذبوا بعذاب الله
ولقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه
”Didatangkan kepada ’Ali radliyallaahu ’anhu
sekelompok orang zindiq, lantas beliau membakarnya. Kemudian berita itu
sampai kepada Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma, maka beliau berkata :
”Seandainya aku yang menghukumnya, maka aku tidak akan membakarnya,
sebab ada larangan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ’Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah (yaitu api), akan tetapi aku akan membunuhnya karena sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ’Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia”.
Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits ini berkata :
”Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal
bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang
mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah
Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi
yang menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti
ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami
riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thahir Al-Mukhlish dari jalan
’Abdullah bin Syuraik Al-’Amiriy, dari ayahnya ia berkata : Dikatakan
kepada ’Ali : ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang
mengklaim bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil
mereka dan berkata kepada mereka : ’Celaka kalian, apa yang kalian
katakan ?’. Mereka menjawab : ’Engkau adalah Rabb kami, pencipta kami,
dan pemberi rizki kami’. ’Ali berkata : ’Celaka kalian, aku hanyalah
seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian
makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah,
maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku
bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah
kalian kepada Allah dan kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan.
Ketika
datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian
datanglah Qanbar dan berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan
perkataan seperti itu’. ’Ali
pun berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan
seperti itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih
mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang
paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka
’Ali berkata,’Wahai Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang
membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah
untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan
istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah galiannya’.
Kemudian
beliau memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di
parit-parit tersebut. Beliaupun berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian
ke dalamnya atau kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Ali melempar
mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, beliau pun
berkata :
اني إذا رأيت أمرا منكرا - أوقدت ناري ودعوت قنبرا
Ketika aku melihat perkara yang munkar
Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar
Ini adalah sanad yang hasan.
[selesai perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul-Baari].
Adapun
’Abdullah bin Saba’, maka ’Ali mengusirnya ke Al-Madaain. Ketika ’Ali
meninggal dan berita kematian ’Ali sampai kepada ’Abdullah bin Saba’,
dia berkata kepada orang yang membawa berita,”Seandainya pun engkau
membawa berita kepada kami membawa otaknya dimasukkan ke dalam
tujuhpuluh kantong dan engkau berdirikan tujuhpuluh orang saksi yang
adil, maka tentu kami masih bisa memastikan bahwa dia belum terbunuh dan
tidak akan mati sampai menguasai bumi”.[6]
Ibnu
Saba’Al-Yahudi memanfaatkan kematian Amirul-Mukminin ’Ali bin Abi
Thalib, dia susupkan keyakinan-keyakinan rusaknya dan diterima oleh para
pengikutnya dari orang-orang Rafidlah. Mereka pun kemudian
menyebarkannya dan menyeru kepadanya. Di sini, kami akan menyebutkan
sebagian yang diperbuat oleh orang Yahudi ni dan keyakinan-keyakinan
rusaknya yang dia masukkan (ke dalam tubuh kaum muslimin) :
1. Mencetuskan kelompok yang menyimpang ini, yaitu Rafidlah.
2. Upayanya untuk membunuh khalifah yang lurus Dzun-Nurain (pemilik dua cahaya : dua anak perempuan Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam), yaitu ’Utsman bin ’Affan radliyallaahu ’anhu.
3. Mencela shahabat dan mengkafirkannya, terutama Abu Bakar, ’Umar, dan ’Utsman radliyallaahu ’anhum.
4. Keyakinan adanya wasiat tertulis bagi ’Ali.
5. Sikap ekstrim terhadap ’Ali dan ahli bait.
6. ’Aqidah bada’ (menjadi nampak).[7]
7. Pengkultusan ’Ali radliyallaahu ’anhu.
8. Keyakinan tentang tidak meninggalnya ’Ali radliyallaahu ’anhu.
Orang-orang Rafidlah mengambil ’aqidah yang jelek yang disusupkan oleh orang Yahudi ini[8]
dan mereka sampai sekarang masih meyakini ’aqidah-’aqidah ini dan
membelanya, sebagaimana dikatakan oleh guru kami Al-Imam Al-Wadi’iy[9] dalam kitabnya Al-Ilhadul-Khumaini fil-Ardlil-Haramain hal. 110, Cet. Daarul-Hadits :
”Mudah-mudahan
kaum muslimin mengambil pelajaran dari kisah ’Abdullah bin Saba’
sehingga mereka waspada dari tipu daya dan keburukan orang-orang
Rafidlah, sebab seruan mereka terbangun di atas kedustaan dan sungguh
betapa miripnya malam ini dengan malam sebelumnya. Orang-orang Rafidlah
sekarang menganut keyakinan ’Abdullah bin Saba’”.
Ketika
’aqidah orang-orang Rafidlah diambil dari orang Yahudi ini, maka kamu
dapati keserupaan mereka dengan Yahudi dalam banyak perkara. Penulis[10] telah meletakkan sebuah pasal dalam risalah ini seputar masalah tersebut. Rafidlah memiliki beberapa nama. Mereka disebut Al-Itsna ’Asyariyah nisbat kepada keyakinan mereka tentang 12 imam. Mereka dinamakan Ja’fariyyah, nisbat kepada Ja’far Ash-Shaadiq. Mereka dinamakan Imamiyyah
karena berpandangan kepemimpinan itu hanya untuk ’Ali dan anak
keturunannya, dan mereka menunggu seorang imam yang akan muncul di akhir
jaman. Mereka juga dinamakan Rafidlah karena sikap mereka yang
meninggalkan Zaid bin ’Ali sebagaimana pembahasan lalu.[11]
Demikianlah,
dan hendaknya diketahui oleh setiap muslim bahwa orang-orang Rafidlah
pada hakekatnya adalah para musuh Islam. Hanyalah mereka berkedok Islam
untuk menghantam Islam. Mereka bahu-membahu dengan semua musuh Islam
untuk menghadapi Islam serta bekerjasama dengan semua orang jahat untuk
melawan islam. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.
[1] HR. Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (29/7) dan sanadnya hasan.
[2] Al-Hamil adalah sebutan untuk segala sesuatu yang busuk, dan dia berarti orang yang botak dan tidak mempunyai rambut. (Al-Qaamus).
[3] HR. Ibnu ‘Asakir dalam Taarikh Ad-Dimasyqi (29/7) dengan sanad shahih.
[4] Atsar ini tsabit (kokoh), diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 1325, Abu Ya’la dalam Musnad-nya (449), dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (982). Al-Haitsami berkata dalam Majma’uz-Zawaaid (7/333) : “Para perawinya tsiqah (terpercaya)”.
[5] Atsar ini tsabit.
[6] Firaq Asy-Syi’ah karya An-Naubakhti, hal. 21, Cet. Karbalaa.
[7] Yaitu orang-orang Rafidlah meyakini bahwasannya akan menjadi terang sesuatu bagi Allah setelah sebelumnya tersembunyi. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang besar. Silakan lihat kitab Buthlaanu ’Aqaaid Asy-Syi’ah karya Al-’Allamah Muhammad ’Abdus-Sattar At-Turisi, hal. 23 dan Mas-alatut-Taqrib baina Ahlis-Sunnah wasy-Syi’ah (1/344).
[8] Tidak
ada celah untuk mengingkari eksistensi ‘Abdullah bin Saba’ Al-Yahudiy,
sebagaimana disangka oleh sebagian orang bahwa dia hanyalah cerita
dongeng belaka. Buku-buku sejarah telah menetapkan hakekat perbuatannya
bahkan menetapkan hakekat dirinya, sampai-sampai ditulis oleh
orang-orang Syi’ah sendiri.
Tentang hakekat ’Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi ini telah dijelaskan oleh saudaraku yang mulia ’Ali Ar-Razihi dalam kitabnya Taudlihun-Nabaa’ ’an Mua’assis Asy-Syi’ah ’Abdullah bin Saba’ baina Aqlami Ahlis-Sunnah wasy-Syi’ah wa Ghairihim. Silakan merujuknya.
[9] Yaoitu Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy rahimahullah – Abul-Jauzaa’.
[10] Yang
dimaksudkan oleh Asy-Syaikh Abu Bakar ‘Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmi
adalah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab At-Tamimi rahimahullah. Sebagai catatan, tulisan ini merupakan bagian dari muqaddimah Asy-Syaikh An-Nahmi ketika beliau memberikan ta’liq terhadap kitab Risalah fir-Radd ’alar-Rafidlah karya Asy-Syaikh Muhammad bin ’Abdil-Wahhab rahimahullah – Abul-Jauzaa’.
[11] Dan silakan lihat kitab Asy-Syi’ah wat-Tasyayyu’ karya Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Dhahir rahimahullah hal. 296.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar