Ibnu
Abi Khaitsamah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا عَمْرِو بْنِ مَرْزُوقٍ،
قَالَ: أنا شُعْبَةُ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، قَالَ: قَالَ
عَلِيٌّ: مَا لِي وَلِهَذَا الْحَمِيتِ الأَسْوَدِ،
يَعْنِي: عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَبَإٍ، وَكَانَ يَقَعُ فِي أَبِي بَكْرٍ،
وَعُمَرَ.
Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin Marzuuq, ia berkata : Telah mengkhabarkan
kepada kami Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Zaid bin Wahb, ia berkata :
Telah berkata ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Apa urusanku dengan orang hitam jelek
ini – yaitu ‘Abdullah bin Saba’ - . Dia biasa mencela Abu Bakar dan ’Umar”
[At-Taariikh no. 4358].
Berikut
keterangan para perawinya :
a.
’Amru bin Marzuuq
Al-Baahiliy, Abu ’Utsmaan Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, faadlil,
namun mempunyai beberapa keraguan. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya.
Wafat tahun 244 H [At-Taqriib, hal. 745 no. 5145].
b.
Syu’bah bin
Al-Hajjaaj bin Al-Ward Al-’Atakiy; seorang tsiqah, haafidh,
lagi mutqin. Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Wafat tahun 160 H [idem, hal. 436 no. 2805].
c.
Salamah bin Kuhail
bin Hushain Al-Hadlramiy, Abu Yahyaa Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Dipakai
Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 402 no. 2521].
d.
Zaid bin Wahb
Al-Juhaniy, Abu Sulaimaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi jaliil.
Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Wafat setelah
tahun 80 H, dikatakan juga tahun 96 H [idem, hal. 356 no. 2172].
Ada
riwayat lain yang semisal :
أخبرنا أبو القاسم يحي بن بطريق بن بشرى وأبو محمد عبد الكريم
ابن حمزة قالا : أنا أبو الحسين بن مكي ، أنا أبو القاسم المؤمل بن أحمد بن محمد
الشيباني ، نا يحيى بن محمد بن صاعد، نا بندار ، نا محمد بن جعفر ، نا شعبة ، عن
سلمة ، عن زيد بن وهب عن علي قال : مالي وما لهذا الحميت الأسود ؟ قال: ونا يحي بن
محمد ، نا بندار ، نا محمد بن جعفر ، نا شعبة عن سلمة قال: سمعت أبا الزعراء يحدث
عن علي عليه السلام قال: مالي وما لهذا الحميت الأسود
Telah
mengabarkan kepada kami Abu Qaasim Yahya bin Bitriiq bim Bisyraa dan Abu Muhammad
Abdul Kariim bin Hamzah keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abu
Husain bin Makkiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Qaasim
Mu’ammal bin Ahmad bin Muhammad Asy Syaibaniy yang berkata telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Muhammad bin Shaa’idi yang berkata telah menceritakan
kepada kami Bundaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Salamah dari
Zaid bin Wahb dari Aliy yang berkata “apa urusanku dengan orang jelek
hitam ini?”. [Mu’ammal] berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami Bundaar yang berkata telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata telah menceritakan
kepada kami Syu’bah dari Salamah yang berkata aku mendengar Abu Az Za’raa
menceritakan hadis dari Ali [‘alaihis salaam] yang berkata “apa urusanku
dengan orang jelek yang hitam ini?” [Tarikh Ibnu Asakir 29/7].
Riwayat
ini juga shahih.
Ada
yang mengatakan bahwa penyebutan lafadh ‘Abdullah bin Saba’ itu ma’lul,
karena :
Ghundaar perawi yang lebih tsabit darinya tidak menyebutkan lafaz
ini. ‘Amru bin Marzuuq adalah perawi yang shaduq tetapi bukanlah hujjah jika ia
tafarrud sebagaimana telah ternukil jarh terhadapnya dan lafaz “yakni
‘Abdullah bin Saba’ dia mencela Abu Bakar dan Umar” adalah tambahan lafaz
dari ‘Amru bin Marzuuq.
Kita
katakan :
Ghundar
memang dikatakan beberapa ulama sebagai hujjah dalam hadits Syu’bah.
Al-‘Ijliy berkata bahwa ia orang yang paling tsabt dalam hadits Syu’bah
[Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/234]. Ibnul-Mubaarak mengatakan jika orang-orang
berselisih dalam hadits Syu’bah, maka kitab Ghundar menjadi pemutus di antara
mereka [Al-Jarh wat-Ta’diil, 1/271]. Hal yang sama dikatakan oleh
Al-Fallaas [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, 2/274]. Dan yang lainnya dari pujian
ulama yang disematkan pada Ghundar dalam periwayatannya dari Syu’bah.
Namun,...
itu bukan berarti ziyaadah keterangan dari ‘Amru bin Marzuuq adalah syaadz
atau ma’luul. Mengapa ? karena tambahan lafadh yang dibawakan oleh ‘Amru
bin Marzuuq tidak menafikkan atau bertentangan dengan ashl riwayat –
sebagaimana ini disebutkan oleh para ulama dalam penerimaan ziyaadah seorang
perawi.[1]
Bersamaan sedikit jarh beberapa ulama terhadapnya, ‘Amru bin Marzuuq sendiri
termasuk perawi tsiqah dalam periwayatan hadits Syu’bah. Abu Haatim
berkata : “Tsiqah, termasuk ahli ibadah. Dan kami tidak pernah bertemu
dengan ashhaab Syu’bah yang kami tulis riwayat darinya, yang lebih baik
haditsnya dari ‘Amru” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/263]. Ibnu Sa’d berkata :
“Tsiqah, mempunyai banyak hadits dari Syu’bah” [Ath-Thabaqaat, 7/305].
Al-Azdiy berkata : “Penyimakan riwayat Abu Daawud Ath-Thayaalisiy[2]
dan ‘Amru bin Marzuuq dari Syu’bah adalah selevel” [Al-Mu’alamu bi-Syuyuukh Al-Bukhaariy wa
Muslim, hal. 436]. Ia termasuk di antara ashhaab Syu’bah yang
diunggulkan, meskipun thabaqah-nya di bawah Ghundar.
Jadi,...
asal riwayat ‘Amru bin Marzuuq dari Syu’bah adalah shahih. Atau dikatakan : Ia
tsiqah dalam periwayatan dari Syu’bah. Oleh karena itu, ini termasuk
bagian ziyaadatuts-tsiqah yang merupakan tabyiin (penjelas) identitas
orang yang dicela oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu dan
sekaligus sebab pencelaan tersebut.[3]
Walhasil,
riwayat pencelaan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu tersebut
adalah shahih.
Ada
riwayat lain :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ، نا سُفْيَانُ،
قَالَ: نا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ عَبَّاسٍ الْهَمْدَانِيُّ، عَنْ سَلَمَةَ، عَنْ
حُجَيَّةَ الْكِنْدِيِّ، رَأَيْتُ عَلِيًّا عَلَى الْمِنْبَرِ، وَهُوَ يَقُولُ: مَنْ
يَعْذِرُنِي مِنْ هَذَا الْحَمِيتِ الأَسْوَدِ الَّذِي يَكْذِبُ عَلَى اللَّهِ، يَعْنِي:
ابْنَ السَّوْدَاءِ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abbaad Al-Makkiy : Telah menceritakan
kepada kami Sufyaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Jabbaar
bin ‘Abbaas Al-Hamdaaniy, dari Salamah, dari Hujayyah Al-Kindiy : Aku pernah
melihat ‘Aliy ada di atas mimbar dan berkata : “Siapakah yang mau membelaku
dari orang hitam jelek ini yang telah berdusta kepada Allah, yaitu : Ibnus-Saudaa’”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 4359].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عباد، قَالَ: نا سُفْيَانُ، عَنْ عمار
الدهني، قَالَ: سمعت أبا الطفيل، يقول: رأيت المسيب بْن نجية أتى بِهِ ملببه، يَعْنِي:
ابْن السوداء، وعلي عَلَى المنبر، فَقَالَ عَليّ: ما شأنه؟ فَقَالَ: يكذب عَلَى اللَّه،
وعلى رسوله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abbaad, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Sufyaan, dari ‘Ammaar Ad-Duhniy, ia berkata Aku mendengar
Abuth-Thufail berkata : Aku pernah melihat Al-Musayyib bin Najayyah membawa
Ibnus-Saudaa’ dengan menyeretnya, yang waktu itu ‘Aliy berada di atas mimbar. ‘Aliy
berkata : “Ada apa dengan dia ?”. Ia (Al-Musayyib) berkata : “Berdusta atas
nama Allah dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 4360].
Kedua
riwayat ini hasan, saling menguatkan.
Poros
sanad riwayat ini ada pada Muhammad bin ‘Abbaad
bin Az-Zibriqaan, Abu ‘Abdillah Al-Makkiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : “shaduuq
yahimu (sering ragu)”. Termasuk thabaqah ke-10,
dan wafat tahun 234 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 858
no. 6031].
Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat.
Ibnu ‘Adiy berkata : “Haditsnya termasuk hadits orang yang yang jujur, dan aku
berharap tidak mengapa dengannya”. Shaalih bin Muhammad berkata : “Tidak
mengapa dengannya”. Ibnu Qaani’ berkata : “Tsiqah”. Ibnu Ma’iin berkata
: “Tidak mengapa dengannya”. Namun ia telah keliru dalam beberapa hadits yang
ia bawakan, sebagaimana dibawakan contohnya dalam Tahdziibul-Kamaal.
Selama tidak terdapat bukti ia melakukan kekeliruan atau penyelisihan, maka
haditsnya hasan (karena ia seorang yang shaduuq).
Tiga
riwayat di atas saling menjelaskan, bahwa orang hitam jelek itu yang dicela ‘Aliy
tersebut adalah Ibnu-Saudaa’ atau ‘Abdullah bin Saba’. Kedua nama ini satu
orang. Ia dicela karena berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya, yang di antaranya karena
mencela Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.
‘Aliy
dan ahlul-baitnya[4] berlepas
diri dari para pencela Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhum. Artinya,
mereka berlepas diri dari kelakukan jahat orang-orang Syi’ah yang mengikuti
sosok orang yang berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya : ‘Abdullah bin Saba’. Ternyata
kita lebih Syi’ah daripada Syi’ah Raafidlah dalam membela madzhab ‘Aliy bin Abi
Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’
– sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta, 23072012].
[1] Silakan baca beberapa kitab yang membahas ziyaadatuts-tsiqaat,
antara lain : Al-Aqwaalur-Raajihaat fiil-Hadiits Asy-Syaadz wa
Ziyaadatits-Tsiqaat oleh Abu Hurairah Asy-Syaamiy, Ziyaadatuts-Tsiqaat wa
Mauqiful-Muhadditsiin wal-Fuqahaa’ minhaa oleh Nuurullah Syaukat Biik
(desertasi S3, Univ. Ummul-Quraa’), dan yang lainnya.
[2] Padahal, Abu Daawud Ath-Thayaalisiy
termasuk di antara terdepan dalam jajaran ashhaab Syu’bah, sebagaimana ma’ruf.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “Abu Daawud Ath-Thayaalisiy dan
Muhammad bin Ja’far (Ghundar) termasuk orang yang paling tsabt di
kalangan ashhaab Syu’bah” [Fathul-Baariy, 2/227].
[3] Yang seperti ini banyak terdapat dalam
kutub hadits. Satu contohnya yang sering dibawakan ulama (misal : Ibnu Shalaah)
dalam pencontohan diterimanya ziyaadatuts-tsiqaat :
حَدَّثَنَا
إِسْحَاق بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا مَعْنٌ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ،
عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ، صَاعًا مِنْ تَمْرٍ
أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى
مِنَ الْمُسْلِمِينَ ".قَالَ أَبُو عِيسَى: حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ .وَرَوَى مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ حَدِيثِ أَيُّوبَ، وَزَادَ
فِيهِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَرَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ نَافِعٍ، وَلَمْ
يَذْكُرْ فِيهِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Telah
menceritakan kepada kami Ishaaq bin Muusaa Al-Anshaariy : Telah menceritakan Ma’n
: Telah menceritakan kepada kami Maalik, dari Naafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar
: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibakan
zakat fithr di bulan Ramadlaan, satu shaa’ tamr, atau satu shaa’
gandum sya’iir pada setiap orang yang merdeka, budak, laki-laki, atau
perempuan dari kaum muslimin.
Abu
‘Iisaa (At-Tirmidziy) berkata : “Hadits Ibnu ‘Umar adalah hadits hasan shahih.
Dan riwayatkan oleh Maalik, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, dari Naabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam semisal hadits Ayyuub, dan ia menambahkan lafadh padanya
: ‘minal-muslimiin (dari kaum muslimin)’. Dan telah diriwayatkan lebih
dari satu orang dari Naafi’ tanpa penyebutan lafadh ‘minal-muslimiin’ [Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy no. 676].
At-Tirmidziy
menshahihkan tambahan lafadh ‘minal-muslimiin’ dari Maalik yang
tidak diriwayatkan oleh jama’ah perawi tsiqaat dari Naafi, dari Ibnu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhumaa. Muslim menerima ziyaadah Maalik ini dalam
kitab Shahiih-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar