Prolog
Palestina
kembali membara. Pasukan Zionist Israel yang merupakan sekutu utama
Amerika Serikat di Timur Tengah menyerang kaum muslimin Ghaza. Dengan
alasan memerangi ‘teroris’ HAMAS mereka membunuh ribuan warga sipil dan
menghancurkan rumah-rumah mereka, tempat-tempat umum, sarana-sarana
pendidikan, melarang dan menghancurkan setiap bantuan (makanan dan
obat-obatan) yang akan masuk ke Ghaza baik melalui daratan maupun
perairan. Sebuah pelanggaran besar terhadap Undang-Undang Perang
International, namun Undang-Undang itu mandul dan impoten. Amerika dan
Israel kebal hukum, karena hukum dan undang-undang itu mereka yang
membuatnya. PBB tidak bisa berbuat apa-apa, negara-negara Arab malah
saling menyalahkan, pura-pura tidak tahu, bahkan kalau bisa jangan
sampai tahu.
Sikap Kaum Muslimin
Menyikapi masalah Palestina, kaum muslimin di Indonesia minimal terbagi kepada tiga kelompok.
Pertama : Kelompok yang berlebih-lebihan
Mengapa
kita katakan berlebih-lebihan, karena mereka menyikapinya dengan
hal-hal yang tidak disyari’atkan. Salah satu bentuk sikap tersebut
adalah menyebarkan SMS yang berisikan anjuran bahkan sebagian SMS
mewajibkan kaum muslimin untuk membaca surat dan ayat tertentu dari
Al-Qur’an, yang dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut orang-orang
kafir Yahudi diharapkan bisa dihancurkan dan dibinasakan.
Pertanyaannya, cukupkah dengan bacaan Al-Qur’an orang-orang kafir bisa dikalahkan?
Kalau
demikian, tentulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam orang
pertama yang melakukannya, demikian pula para shahabatnya, dan
ulama-ulama salaf sesudahnya. Karena merekalah orang yang paling banyak
membaca Al-Qur’an dan paling paham terhadap makna kandungan Al-Qur’an,
sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdurrahman As-Sahim dalam fatwanya.
Tentunya lebih ampuh dan berkhasiat, tapi faktanya tidak pernah kita
dengar hal yang demikian, justru mereka berjihad dengan harta dan
jiwa-jiwa mereka, bukan sekedar membaca Al-Qur’an.
Kedua : Kelompok yang meremehkan
Tidak
sedikit dari kalangan kaum muslimin di Indonesia yang meremehkan
permasalahan Palestina. Dengan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan
akal sehat, fakta yang benar, dan nash yang shahih mereka menyudutkan
kaum muslimin Palestina, melemparkan kesalahan kepada mereka, bahkan
tidak sedikit keluar dari ucapan mereka perkataan yang justru
‘membahagiakan’ orang-orang kafir.
Ketiga : Kelompok yang pertengahan (tidak berlebih-lebihan dan tidak meremehkan)
Mereka adalah kelompok yang melihat permasalahan Palestina secara kompleks (syumul),
dan kemudian membantu mereka dengan segala hal yang sesuai dengan nash
yang shahih dan akal yang sehat. Inilah kelompok yang benar, mereka
bersikap pertengahan di antara yang ghulat (berlebih-lebihan) dan jufat (meremehkan). Inilah sikap Ahlussunah wal Jama’ah dari dulu hingga sekarang bahkan hingga hari kiamat.
Palestina di mata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullahu Ta’ala-
Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullahu Ta’ala- adalah salah satu
dari sekian ulama Ahlussunnah wal Jama’ah pada abad ini yang sangat
perhatian terhadap masalah Palestina.
Sebagai
bukti perhatian beliau terhadap masalah Palestina dan keinginan beliau
untuk berjihad di sana, beliau rahimahullahu Ta’ala telah berangkat ke
Palestina pada tahun 1948 M dan sempat melaksanakan shalat di Masjidil
Aqsha, Qiblat pertama kaum muslimin. Perjalanan beliau ke Palestina ini,
beliau tulis dalam sebuah kitab yang berjudul “Rihlatii Ilaa Najd“.
Permasalahan
mulai muncul di tengah-tengah kaum muslimin ketika beliau rahimahullahu
Ta’ala mengeluarkan fatwa agar kaum muslimin Palestina hijrah untuk
keluar dan meninggalkan bumi Palestina. Fatwa ini dikenal dengan Fatwa
Denden.
Pertama:
Sebagian kaum muslimin yang tidak mengetahui fatwa ini secara
menyeluruh, dan fatwa-fatwa beliau lainnya berkaitan dengan masalah
Palestina, menuduh beliau rahimahullahu Ta’ala sebagai antek-antek
yahudi, tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, dan tuduhan-tuduhan
lainnya, yang tidak selayaknya dilemparkan kepada beliau, dan beliau
rahimahullahu Ta’ala berlepas diri dari semua tuduhan tersebut.
Seratus
persen adalah batil perkataan yang mengatakan bahwa beliau
rahimahullahu Ta’ala adalah antek-antek yahudi. Bagaimana mungkin
seorang ulama wara’, muhaddits, al-allamah
abad ini menjadi antek-antek yahudi yang merupakan musuh Allah,
Rasul-Nya, dan kaum muslimin, sebuah kaum yang telah dimurkai dan
dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan seorang ulama yang
bernama Syaikh Ahmad Asy-Syuqairy dalam bukunya “Khurafat Yahudi” menulis sebuah sub judul “Lastum Abnaa-a Ibrahim, Antum Abnaa-u Iblis” (Wahai yahudi kalian bukan anak keturunan Nabi Ibrahim, kalian adalah anak keturunan Iblis).
Kedua : Sekelompok kaum musliminnya, disebabkan ketidaktahuan dan kebodohan mereka terhadap hakikat fatwa ini, dan ketaqlidan
mereka kepada Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu
Ta’ala berpendapat agar kita kaum muslimin tidak usah membantu kaum
muslimin Palestina, dan ikut campur dalam urusan mereka, disebabkan ketidakta’atan
mereka kepada fatwa Syaikh Al-Albani untuk berhijrah meninggalkan bumi
Palestina. Jadi, jangan menyalahkan kaum muslimin lainnya, dan
pemimpin-pemimpin negara Arab yang tidak membantu mereka, tetapi
salahkan diri mereka mengapa mereka tidak mau berhijrah, bukankah hijrah
itu hukumnya wajib. Pendapat ini juga seratus persen keliru, karena
sama sekali bukan ini yang dimaksud oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullahu Ta’ala dalam fatwanya.
Catatan :
Pertama :
Untuk pendapat kelompok pertama, kita jangan terburu-buru dan
tergesa-gesa dalam menuduh seseorang, apalagi yang kita tuduh adalah
seorang ulama sunnah abad ini. Beliau Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullahu Ta’ala adalah salah seorang ulama anshorussunnah,
yang telah membentengi dan menjaga hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
‘Alahi wa Sallam dan sunnah-sunnahnya dari penyimpangan, dan serangan
para orientalis dan orang-orang yang dengki kepada beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Fatwa beliau yang berkaitan dengan masalah Palestina bukan hanya satu, tetapi lebih dari itu. Fatwa Denden
hanyalah salah satu dari fatwa-fatwa tersebut. Dan kita kaum muslimin
telah bersepakat bahwa kewajiban hijrah akan tetap berlangsung hingga
hari kiamat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
لاَ تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Kewajiban
hijrah tidak akan terputus hingga terputusnya kewajiban untuk
bertaubat, dan kewajiban untuk bertaubat tidak akan terputus hingga
terbitnya matahari dari sebelah barat.” (HR. Abu Dawud: no. 2481, dan
dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1208)
Dan ketika kewajiban hijrah tidak mampu dilakukan oleh kaum muslimin disebabkan tidak adanya mahjar
(bumi tempat hijrah) yang kepadanya kaum muslimin berhijrah, atau ada
penghalang-penghalang syar’i yang menyebabkan mereka tidak bisa
berhijrah, maka menjadi gugurlah kewajiban hijrah itu dan bagi kaum
muslimin untuk tetap tinggal di negeri dan bumi mereka. Karena mafsadah yang akan mereka dapatkan ketika berhijrah lebih besar dari maslahatnya.
Imam
An-Nawawi rahimahullahu Ta’ala berkata, “Jika kaum muslimin tidak mampu
untuk melaksanakan kewajiban hijrah (dikarenakan ada al-mawani’ asy-syar’iyyah), maka kewajiban itu menjadi gugur hingga mereka mampu.” (Raudhatuth Thalibin : 10/282).
Berkaitan
dengan kaum muslimin Palestina, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullahu Ta’ala pernah ditanya, tentang sebuah kota di Palestina
yang penduduknya dikuasai oleh yahudi zionist, mereka menjajahnya, dan
melaksanakan undang-undang yahudi di dalamnya, hingga menjadikan
penduduknya terhina dan tidak terhormat, dan sama sekali mereka tidak
bisa melaksanakan dan menampakkan dien mereka, apa yang mesti mereka
lakukan?
Maka
beliau rahimahullahu Ta’ala menjawab, “Adakah di Palestina sebuah desa
atau kota yang aman, yang di dalamnya kaum muslimin bisa melaksanakan
dien mereka, dan selamat dari fitnahnya yahudi zionist? Jika ada, maka
kaum muslimin yang terfitnah dan terjajah di kota mereka (sedangkan
mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan dien dan
kehormatan mereka) hendaknya berhijrah ke kota dan desa yang aman
tersebut, dan jangan mereka keluar meninggalkan bumi Palestina, karena
hijrah dari sebuah desa ke desa lain, atau dari sebuah kota ke kota lain
yang masih dalam satu wilayah, sangat memungkinkan untuk bisa
dilakukan, dan sudah terpenuhi tujuan dan mashlahat dari hijrah
tersebut.”
Inilah
pernyataan beliau rahimahullahu Ta’ala, sekaligus pelengkap dari fatwa
beliau di atas. Jelaslah bagi kita bahwa hijrah yang dimaksud oleh
beliau bukanlah mutlak harus keluar dari bumi Palestina, tetapi hijrah
dari desa ke desa lain atau kota ke kota lain yang lebih aman dan masih
berada dalam wilayah Palestina, dengan tujuan untuk mewujudkan
maksud-maksud dari kewajiban hijrah tersebut, dan juga dalam rangka
mengumpulkan kekuatan untuk memerangi yahudi dan mengeluarkan mereka
dari bumi kaum muslimin.
Kedua : Untuk
kelompok yang kedua, hendaknya kita tidak berprasangka buruk kepada
saudara kita kaum muslimin, dan menyakiti hati mereka. Bukankah seorang
muslim itu kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang
muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangan mereka. Bukankah
mengatakan bahwa kaum muslimin Palestina telah berkhianat dan tidak taat
kepada ulamanya adalah menyakitkan hati mereka, menghancurkan perasaan
mereka. Bahkan ucapan-ucapan yang kita lontarkan kepada mereka dan
menyakitkan hati mereka jauh lebih menyakitkan, lebih menusuk, lebih
membuat mereka menderita dibandingkan hujan peluru, mortir, bom, dan
yang lainnya. Sungguh teganya kita, dan sungguh kejamnya diri kita,
ketika kita menyaksikan mereka meradang kesakitan, merenggang nyawa,
kita justru menambah penderitaan mereka, dengan melemparkan
perkataan-perkataan ‘ngawur’ yang justru menambah beban mereka.
Telah
penulis jelaskan di atas bahwa beliau Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullahu Ta’ala tidak dengan mutlak menyuruh kaum
muslimin hijrah meninggalkan bumi Palestina dikarena ada
penghalang-penghalang syar’i yang menyebabkan mereka tidak bisa
melakukannya. Sama sekali bukan mereka berkhianat dan tidak taat kepada
ulama mereka. Tetapi mana mahjar (bumi hijrah) yang mereka bisa
berhijrah ke dalamnya? Bukankah telah kita ketahui, bahwa ketika
kewajiban hijrah turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
beliau telah memiliki mahjar (bumi hijrah) yang sebelumnya telah diperlihatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau.
“Tempat
hijrah sudah diperlihatkan kepadaku. Aku telah melihat tanah bergaram
dan ditumbuh pohon kurma berada di antara dua gunung yang berupa du
harrah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Inilah kota Madinah yang terdiri dari dua harrah, yaitu harrah waqim (bagian yang lebih subur) dan harrah wabarah (bagian yang agak tandus dan gersang).
Jadilah
bukanlah dalil yang shahih dan hujjah yang benar, bila kita menyatakan
tidak usah membantu kaum muslimin Palestina bahkan tidak boleh sama
sekali membantu mereka karena berlandaskan fatwa ini. Apalagi fatwa
tersebut tidak sebagaimana kita sangkakan dan dakwakan.
Penutup
Sebagai
penutup, penulis tegaskan bahwa Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullahu Ta’ala adalah seorang ulama yang sangat perhatian terhadap
masalah Palestina dan sangat mendukung jihadnya kaum muslimin di sana.
Karena jihadnya mereka di sana adalah merupakan pembelaan diri (jihad difa’i) dan jihad difa’i ini merupakan fardhu ‘ain bagi kaum muslimin sebagaimana telah disepakati oleh para ulama salaf dan khalaf.
Dan para ulama juga menyatakan bahwa apabila musuh telah masuk ke dalam
wilayah kaum muslimin, memerangi, dan menjajah mereka, maka kaum
muslimin berkewajiban untuk membela diri mereka, berjihad melawan dan
memerangi mereka, hingga mereka meninggalkan wilayah kaum muslimin. Dan
bersikap adil dalam masalah Palestina adalah sikap yang terpuji dan
benar insyaAllah. Maka kewajiban bagi kita sebagai kaum muslimin untuk
menolong dan membantu mereka dengan kemampuan yang kita miliki, minimal
doa kita dalam shalat-shalat fardhu kita. Semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala merahmati dan mengampuni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
atas jihad beliau dalam membela agama Allah dan sunnah-sunnah Rasul-Nya,
dan melindungi kehormatan kaum muslimin. Dan semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin Palestina,
menghancurkan yahudi laknatullahi a’laihim, dan mengumpulkan
kita bersama para Nabi, Shiddiqin, Syuhada’, dan orang-rang shalih di
hari kiamat kelak. Wallahu A’lam bish Shawab.
Reference :
1. As-Salafiyyun wa Qadhiyatu Falistina, Syaikh Muhammad Kamil Al-Qashshab dan Syaikh Muhammad Izzuddin Al-Qassam.
3. Shalahuddin Al-Ayyubi wa Juhudu fi Tahriri Baitil Maqdis, Syaikh DR. Ali Ash-Shallaby.
4. Madinah Al-Munawwarah, Studi Historis Berdirinya Negara Islam Pertama, (Skripsi), Tengku Azhar bin Tengku Anwar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar