IDAHRAM MENGKAFIRKAN KAUM SALAFY WAHABI
(Siapa sebenarnya yang khawarij, kaum salafi atau idahram??)
(Siapa sebenarnya yang khawarij, kaum salafi atau idahram??)
Saya jadi bingung, sebenarnya yang suka
mengkafirkan itu kaum salafy atauhkah idahram??!!, yang khawarij yang
mana?, kaum wahabi ataukah idahram??!!
Idahram berkata, ((Mereka "keluar
dari agama Islam seperti anak panah yang tembus keluar". Mereka dihukumi
oleh Nabi Saw. sebagai orang yang telah keluar dari agama Islam (murtad)
dan tidak pernah kembali lagi seperti tidak pernah kembalinya anak
panah yang tembus keluar dari badan binatang buruannya. Hal itu
diantaranya karena penyimpangan aqidah mereka dalam (*1) tajsim (menganggap Allah Swt. memiliki badan dan anggota tubuh) dan (*2) tasybiih (menyerupakan Allah Swt. dengan makhluk), juga disebabkan perilaku mereka yang buruk terhadap umat Islam, seperti ; (*3) takfir
(mengkafirkan), tabdii' (membid'ahkan), menganggap diri paling benar,
menjaga jarak dan tidak mau berteman atau menegur muslim lain di luar
kelompok mereka (mereka istilahkan dengan hajr al-mubtadi')"…)) (lihat Sejarah berdarah… hal 144-145).
Idahram juga berkata, "…Seperti
itulah faham Salafi Wahabi yang hadir di dunia ini baru kemarin sore,
yaitu baru 210 tahun yang lalu, tetapi merasa paling benar, dan
mengkafirkan semuar orang yang tidak mengikuti fahamnya. Mereka berlaku
demikian karena iman mereka tidak dapat melewati kerongkongan, alias
hanya di mulut saja, tidak meresap ke hati dan tidak diamalkan dalam
bentuk nyata. Karena itu semua mereka dihukumi oleh Rasulullah Saw.
sebagai orang yang telah keluar dari agama Islam. Na'udzubillah
mindzalik" (Sejarah berdarah…145-146)
Dalam konteks di atas jelas bahwa
Idahram nekat menyatakan bahwa kaum wahabi murtad, dengan dalih
bahwasanya kaum salafy dinyatakan murtad oleh Nabi, dan sebab pemurtadan
kaum wahabi adalah karena aqidah (1) tajsim, (2) tasybih, dan (3)
takfiir.
Ali bin Abi Tholib radhiallahu
'anhu Tidak Mengkafirkan Kaum Khawarij Asli Yang Ia Perangi, Lantas
Idahram Nekat Mengkafirkan Kaum Salafy Wahabi??
Para ulama telah berselisih pendapat
tentang kafirnya kaum khawarij yang diperangi oleh Ali Bin Abi Tholib.
Sebagian ulama berpendapat bahwa mereka adalah kafir murtad, akan tetapi
mayoritas ualama dan para muhaqqiq (ahli tahqiq) dari kalangan para
ulama madzhab berpendapat bahwa mereka hanyalah fasiq dan tidak sampai
pada derajat kafir.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
لأَنَّ الْمَذْهَبَ الصَّحِيْحَ الْمُخْتَارَ الَّذِي قَالَهُ الأَكْثَرُوْنَ وَالْمُحَقِّقُوْنَ أَنَّ الْخَوَارِجَ لاَ يَكْفُرُوْنَ كَسَائِرِ أَهْلِ الْبِدَعِ
"Karena madzhab/pendapat yang benar yang terpilih yang merupakan pendapat mayoritas dan para ahli tahqiq bahwasanya khawarij tidaklah kafir sebagaimana ahlu bid'ah yang lainnya' (Al-Minhaaj syarh shahih Muslim 2/50)
لأَنَّ الْمَذْهَبَ الصَّحِيْحَ الْمُخْتَارَ الَّذِي قَالَهُ الأَكْثَرُوْنَ وَالْمُحَقِّقُوْنَ أَنَّ الْخَوَارِجَ لاَ يَكْفُرُوْنَ كَسَائِرِ أَهْلِ الْبِدَعِ
"Karena madzhab/pendapat yang benar yang terpilih yang merupakan pendapat mayoritas dan para ahli tahqiq bahwasanya khawarij tidaklah kafir sebagaimana ahlu bid'ah yang lainnya' (Al-Minhaaj syarh shahih Muslim 2/50)
Al-Haafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata;
قَالَ ابْنُ بَطَّال ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ غَيْرُ خَارِجِيْنَ عَنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ
"Ibnu Batthool berkata, "Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa khawarij tidaklah keluar dari kaum muslimin" (Fathul Baari 12/300-301)
قَالَ ابْنُ بَطَّال ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ غَيْرُ خَارِجِيْنَ عَنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ
"Ibnu Batthool berkata, "Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa khawarij tidaklah keluar dari kaum muslimin" (Fathul Baari 12/300-301)
Ibnu Qudaamah berkata :
الْخَوَارِجُ
الَّذِيْنَ يُكَفِّرُوْنَ بِالذَّنْبِ وَيُكَفِّرُوْنَ عُثْمَانَ
وَعَلِيًّا وَطَلْحة وَالزُّبَيِرَ وَكَثِيْرًا مِنَ الصَّحَابَةِ
وَيَسْتَحِلُّوْنَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ مَنْ
خَرَجَ مَعَهُمْ فَظَاهِرُ قَوْلِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِنَا
الْمُتَأَخِّرِيْنَ أَنَّهُمْ بُغَاةٌ حُكْمُهُمْ حُكْمُهُمْ وَهَذَا
قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِي وَجُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ
وَكَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيْثِ
"Khawarij yang mengkafirkan orang karena
(melakukan) dosa dan mengkafirkan Utsman, Alim Tholhah, Az-Zubair dan
banyak sahabat, serta menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka
kecuali yang keluar bersama mereka, maka dzohir dari perkataan para
fuqohaa dari para ahli fiqih hanabilah mutaa'khkhirin bahwasanya mereka
adalah bugoot (pemberontak), sehingga hukum khawarij sebagaimana hukum
bughoot. Dan ini adalah pendapat Abu Hanifah, Syafii, dan mayoritas ahli
fiqih serta pendapat banyak ahli hadits" (Al-Mughni 10/46)
Al-Khotthoobi rahimahullah berkata:
أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُمْ عَلَى ضَلاَلِهِمْ مُسْلِمُوْنَ
"Mereka telah ijmak/sepakat bahwasanya meskipun khawarij di atas kesesatan akan tetapi mereka adalah kaum muslimin" (Faidul Qodiir 3/679).
أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُمْ عَلَى ضَلاَلِهِمْ مُسْلِمُوْنَ
"Mereka telah ijmak/sepakat bahwasanya meskipun khawarij di atas kesesatan akan tetapi mereka adalah kaum muslimin" (Faidul Qodiir 3/679).
Ibnu Abdil Bar rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Abi Tholib bahwasanya beliau tidak mengkafirkan khawarij.
أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ
أَهْلِ النَّهْرَوَانِ أَكُفَّارٌ هُمْ؟ قَالَ : مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا،
قِيْلَ فَمُنَافِقُوْنَ هُمْ؟ قَالَ : إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لاَ
يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ قَلِيْلاَ. قِيْلَ : فَمَا هُمْ؟ قَالَ : قَوْمٌ
أَصَابَتْهُمْ فِتْنَةٌ فَعَمُوْا فِيْهَا وَصَمُّوْا وَبَغَوْا عَلَيْنَا
وَحَارَبُوْنَا وَقَاتَلُوْنَا فَقَتَلْنَاهُمْ
Ali bin Abi Tholib ditanya tentang ahlu
Nahrawan (yaitu kahawrij), "Apakah mereka kafir?", maka beliau menjawab,
"Mereka (khawarij) lari dari kekufuran". Maka dikatakan kepada beliau,
"Apakah khawarij munafiq?", beliau berkata, "Kaum munafiq tidaklah
mengingat Allah kecuali hanya sedikit". Lantas siapa mereka?, beliau
berkata, "Mereka adalah kaum yang tertimpa fitnah sehingga akhirnya
mereka menjadi buta dan tuli dalam fitnah tersebut, dan memberontak
kepada kami, serta memerangi kami, maka kamipun membunuh mereka"
Riwayat perkataan Ali bin Abi Tholib ini
banyak disebutkan oleh para ulama dalam buku-buku mereka dan dijadikan
dalil oleh mereka bahwasanya khawarij tidaklah kafir, seperti Imam
An-Nawawi dalam kitab Al-Majmuu' syarh Al-Muhadzdzab 19/193, Ibnu
Bathhool dalam syarah Shahih Al-Bukhari, 8/585, Ibnu Qudaamah Al-Hanbali
dalam kitab Al-Mughni 10/46, Az-Zarqooni dalam syarh Muwattho' Al-Imam
Malik 2/26, Al-Munaawi As-Syafii dalam kitab Faidul Qodiir 3/679. Ibnu
Bathhool berkata tentang riwayat Ali ini : وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ مِنْ طُرُقٍ "Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dari beberapa jalan" (Syarh Shahih Al-Bukhari 8/585)
Oleh karenanya tidak kafirnya khawarij
adalah pendapat Ali bin Abi Tholib dan pendapat para sahabat yang ikut
dalam pasukan Ali tatkala memerangi khawarij. Karenanya Ali bin Abi
Tholib tidaklah menjadikan istri-istri khawarij sebagai gonimah.
Demikianlah pendapat para sahabat dan
mayoritas ulama tentang kaum khawarij yang telah diperangi oleh Ali bin
Abi Tholib, kaum yang bengis yang telah disifati oleh Nabi dengan
sifat-sifat yang brutal dan bodoh, serta Nabi menjanjikan ganjaran besar
bagi orang-orang yang memerangi mereka. Itupun toh mereka tidak
dikafirkan !!!??.
Lantas begitu beranikah Idahram kemudian mengkafirkan kaum salafi wahabi, serta memvonis mereka sebagai kaum yang murtad ?!!!. Kalaupun kaum salafy adalah khawarij sebagaimana igauan Idahram maka pendapat yang tepat mereka hanyalah fasiq dan tidak kafir??, lantas bagaimana lagi jika ternyata kaum salafy wahabi bukanlah khawarij??, bahkan membantah aqidah dan pemikiran khawarij??!!.
Argumen Idahram Akan Kafirnya Kaum Salafi Wahabi
Diantara argumentasi Idahram akan kafirnya kaum Salafi Wahabi ada tiga perkara,
(1) Idahram menuduh kaum salafy wahabi memiliki aqidah tajsiim
(2) Idahram menuduh kaum salafy wahabi memiliki aqidah tasybiih
(3) Idahram menuduh kaum salafy suka mengkafirkan kaum muslimin
TAJSIIM & TASYBIIH
Tajsim dan tasybih yang merupakan kekufuran adalah jika kita mengatakan bahwa tangan Allah seperti tangan kita, wajah Allah seperti wajah kita, penglihatan Allah seperti penglihatan kita. Hal ini sebagaimana halnya jika kita mengatakan bahwa ilmu Allah seperti ilmu kita dan kekuatan Allah seperti kekuatan kita. (Lihat Syarah Al-'Aqidah At-Thohawiyah hal 53, Dar At-Ta'aarud 4/145 dan Maqoolat at-Tasybiih wa Mauqif Ahlis Sunnah minhaa 1/79)
Al-Imam Abu 'Isa At-Thirmidzi menukil perkataan Imam Ishaq bin Rohuuyah, Imam At-Thirmidzi berkata:
"Dan Ishaaq bin Ibrohim berkata ((Hanyalah merupakan tasybiih jika ia berkata : Tangan Allah seperti tangan (manusia) atau pendengaran Allah seperti pendengaran (manusia). Jika ia berkata : "Pendengaran (Allah) seperti pendengaran (manusia/makhluk)" maka inilah tasybiih.
Adapun jika ia berkata sebagaimana yang
dikatakan oleh Allah : "Tangan, pendengaran, dan penglihatan Allah" dan
ia tidak mengatakan bagaimananya serta tidak mengatakan bahwasanya
pendengaran Allah seperti pendengaran (*makhluk) maka hal ini bukanlah
tasybiih. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam al-Quran :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat")) (Lihat Sunan At-Thirmidzi 3/42, kitab Az-Zakaat, bab Maa Jaa a fi fadl as-Shodaqoh, dibawah hadits no 662)
Al-Imam Ahmad berkata,
مَنْ قَالَ بَصَرٌ كَبَصَرِي وَيَدٌ كَيَدِي وَقَدَمٌ كَقَدَمِي فَقَدْ شَبَّهَ اللهَ بِخَلْقِهِ
"Barangsiapa yang berkata : Penglihatan Allah seperti penglihatanku dan tangan Allah seperti tanganku, serta kaki Allah seperti kakiku maka ia telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan makhlukNya" (Diriwayatkan oleh Al-Khollaal dengan sanadnya dalam kitabnya "As-Sunnah" sebagaimana telah dinukil oleh Ibnu Taimiyyah dalam Dar At-Ta'aarudl 2/32 dan Ibnul Qoyyim dalam Ijtimaa al-Juyuusy al-Islaamiyah hal 162 )
مَنْ قَالَ بَصَرٌ كَبَصَرِي وَيَدٌ كَيَدِي وَقَدَمٌ كَقَدَمِي فَقَدْ شَبَّهَ اللهَ بِخَلْقِهِ
"Barangsiapa yang berkata : Penglihatan Allah seperti penglihatanku dan tangan Allah seperti tanganku, serta kaki Allah seperti kakiku maka ia telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan makhlukNya" (Diriwayatkan oleh Al-Khollaal dengan sanadnya dalam kitabnya "As-Sunnah" sebagaimana telah dinukil oleh Ibnu Taimiyyah dalam Dar At-Ta'aarudl 2/32 dan Ibnul Qoyyim dalam Ijtimaa al-Juyuusy al-Islaamiyah hal 162 )
Karenanya menyatakan bahwa Allah
memiliki sifat ilmu, qudroh, penglihatan, pendengaran, berbicara, akan
tetapi tidak sama dengan ilmu manusia, qudroh manusia, penglihatan dan
pembicaraan manusia, maka ini bukanlah tasybiih atau tajsiim, bahkan ini
adalah tauhid kepada Allah. Yaitu menetapkan sifat-sifat Allah yang
termaktub dalam Al-Qur'an dan Sunnah akan tetapi sifat-sifat tersebut
maha tinggi dan tidak akan sama dengan sifat-sifat makhluk.
Allah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١١)
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat" (QS Asy-Syuuroo : 11)
Perhatikanlah dalam ayat ini, Allah
menyatakan bahwa Allah Maha mendengar dan Maha Melihat, akan tetapi
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, sehingga penglihatan dan
pendengaran Allah tidaklah seperti penglihatan dan pendengaran manusia
ataupun makhluk yang lain.
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
tentang sifat-sifat Allah dibangun di atas mensifati Allah sesuai dengan
apa yang Allah sifatkan tentang diriNya dalam Al-Qur'an atau melalui
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya tanpa
adanya (1) tahriif dan (2) ta'thiil serta tanpa (3) takyiif dan (4)
tamtsiil. (lihat Al-Aqidah Al-Washithiyyah bersama syarah Kholil Harroos hal 47-48)
Tahriif secara
bahasa adalah merubah atau mengganti (lihat Mu'jam Maqooyiis Al-Lughoh
2/42 dan Lisaanul 'Arob 10/387), adapun tahriif secara terminology (yang
berkaitan dengan sifat-sifat Allah) adalah merubah lafal-lafal nash
yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah atau merubah makna dari
lafal-lafal tersebut (lihat As-Showaa'iq Al-Mursalah 1/215-216)
Ta'thiil
secara terminology adalah menolak sifat-sifat Allah yang datang dalam
nash-nash al-Qur'an mapun hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, baik menolak sebagian sifat (sebagaimana dilakukan oleh kaum
Asyaa'iroh dan Al-Maaturiidiyah) ataupun menolak seluruh sifat-sifat
Allah (sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Al-Jahmiyah dan
Al-Mu'tazilah)
Takyiif secara
terminology adalah membagaimanakan sifat-sifat Allah, seperti
menyatakan bahwa sifat Allah begini dan begitu tanpa dalil, dan tanpa
menyamakan dengan makhluk (Lihat Al-Qowaa'id Al-Mutslaa beserta syarhnya
Al-Mujalaa hal 206)
Adapun Tamtsiil secara
terminology adalah membagaimanakan sifat Allah dengan menyamakan sifat
Allah seperti sifat makhluk, seperti menyatakan bahwa tangan Allah sama
seperti tangan manusia, turunnya Allah sama seperti turunnya manusia,
penglihatan Allah seperti penglihatan manusia, dan seterusnya. (Lihat
Al-Qowaa'id Al-Mutslaa beserta syarhnya Al-Mujalaa hal 202)
Aqidah inilah yang disepakati oleh para
imam salaf umat ini. Ibnu Abdil Barr rahimahullah (salah seorang ulama
besar madzhab Maliki yang wafat pada tahun 463 H) telah menukil ijmak
(konsensus) ahlus sunnah atas aqidah ini. Beliau berkata dalam kitabnya
yang sangat masyhuur At-Tamhiid Limaa
fi Al-Muwattho' min al-Ma'aaniy wa
al-Asaaniid:
"Ahlus Sunnah ijmak (berkonsensus) dalam menetapkan seluruh sifat-sifat Allah yang datang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan sepakat untuk beriman kepada sifat-sifat tersebut. Adapun Ahlul Bid'ah, Jahmiyah dan Mu'tazilah seluruhnya, demikian juga kaum khawarij seluruhnya mengingkari sifat-sifat Allah, mereka tidak membawakan sifat-sifat Allah pada makna hakekatnya, dan mereka menyangka bahwasanya barang siapa yang menetapkan sifat-sifat tersebut maka ia adalah musyabbih. Mereka ini di sisi para penetap sifat-sifat Allah adalah para penolak Allah (yang disembah). Dan al-haq (kebenaran) ada pada apa yang dikatakan oleh mereka yang mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Qur'an dan sunnah rasulNya, dan mereka adalah para imam Jama'ah, Alhamdulillah" (At-Tamhiid 7/145)
Sebagaimana hal ini juga telah
disebutkan oleh Al-Imam At-Thirmidzi dalam sunannya. Imam At-Thirmidzi
meriwayatkan sebuah hadits yang menyebutkan tentang sifat tangan kanan
Allah, ia berkata
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan tangan kanannya, lalu Allah mentarbiayahnya (mengembangkannya) untuk salah seorang dari kalian sebagaimana salah seorang dari kalian mengembangkan kuda kecilnya. Sampai-sampai sesuap makanan benar-benar menjadi seperti gunung Uhud" (HR At-Thirmidzi no 662)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan tangan kanannya, lalu Allah mentarbiayahnya (mengembangkannya) untuk salah seorang dari kalian sebagaimana salah seorang dari kalian mengembangkan kuda kecilnya. Sampai-sampai sesuap makanan benar-benar menjadi seperti gunung Uhud" (HR At-Thirmidzi no 662)
Setelah meriwayatkan hadits ini lalu kemudian At-Thirmidzi berkata :
"Telah berkata lebih dari satu dari kalangan ahli ilmu tentang hadits ini dan riwayat-riwayat hadits yang lain tentang sifat-sifat Allah, dan turunnya Allah setiap malam ke langit dunia, mereka berkata : Telah tetap riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah dan diimani, tidak boleh dikhayalkan, serta tidak boleh dikatakan bagaimana sifat-sifat tersebut??(3/41)
Demikianlah diriwayatkan dari Imam Malik, Sufyan bin 'Uyainah, dan Abdullah bin Al-Mubaarok bahwasanya mereka berkata tentang hadits-hadits ini : "Tetapkan hadits-hadits tersebut tanpa membagaimanakannya". Dan demikianlah perkataan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
"Telah berkata lebih dari satu dari kalangan ahli ilmu tentang hadits ini dan riwayat-riwayat hadits yang lain tentang sifat-sifat Allah, dan turunnya Allah setiap malam ke langit dunia, mereka berkata : Telah tetap riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah dan diimani, tidak boleh dikhayalkan, serta tidak boleh dikatakan bagaimana sifat-sifat tersebut??(3/41)
Demikianlah diriwayatkan dari Imam Malik, Sufyan bin 'Uyainah, dan Abdullah bin Al-Mubaarok bahwasanya mereka berkata tentang hadits-hadits ini : "Tetapkan hadits-hadits tersebut tanpa membagaimanakannya". Dan demikianlah perkataan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Adapun Jahmiyah maka mereka mengingkari riwayat-riwayat ini dan mereka berkata bahwasanya hal ini adalah tasybiih.
Lebih dari satu tempat dalam Al-Qur'an Allah menyebutkan : Tangan, pendengaran, dan penglihatan. Maka kaum Jahmiyah mentakwil ayat-ayat ini dan menafsirkannya dengan tafsiran yang tidak sesuai dengan tafsirang para ahli ilmu. Jahmiyah berkata, "Sesungguhnya Allah tidak menciptakan Adam dengan tanganNya", dan Jahmiyah berkata, "Makna Tangan di sini adalah kekuatan")) (demikian perkataan At-Thirmidzi dalan Sunannya 3/42)
Lebih dari satu tempat dalam Al-Qur'an Allah menyebutkan : Tangan, pendengaran, dan penglihatan. Maka kaum Jahmiyah mentakwil ayat-ayat ini dan menafsirkannya dengan tafsiran yang tidak sesuai dengan tafsirang para ahli ilmu. Jahmiyah berkata, "Sesungguhnya Allah tidak menciptakan Adam dengan tanganNya", dan Jahmiyah berkata, "Makna Tangan di sini adalah kekuatan")) (demikian perkataan At-Thirmidzi dalan Sunannya 3/42)
Menetapkan sifat-sifat Allah
sebagaimana lahiriyahnya tanpa mentasybih dengan sisfat-sifat makhluk
merupakan aqidah para imam 4 madzhab.
Imam Abu Haniifah rahimahullah berkata :
وَلَهُ يَدٌ
وَوَجْهٌ وَنَفْسٌ كَمَا ذَكَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ، فَمَا
ذَكَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ مِنْ ذِكْرِ الْوَجْهِ وَالْيَدِ
وَالنَّفْسِ فَهُوَ لَهُ صِفَاتٌ بِلاَ كَيْفَ وَلاَ يُقَالُ إِنَّ يَدَهُ
قُدْرَتُهُ أَوْ نِعْمَتُهُ لِأَنَّ فِيْهِ إِبْطَالَ الصِّفَةِ وَهُوَ
قَوْلُ أَهْلِ الْقَدَرِ وَالاِعْتِزَالِ وَلَكِنَّ يَدَهُ صِفَتُهُ بِلاَ
كَيْفَ وَغَضَبَهُ وَرِضَاهُ صِفَتَانِ مِنْ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى بِلاَ
كَيْفَ
"Allah memiliki tangan, wajah, dan jiwa
sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur'an. Apa yang disebutkan
oleh Allah di Al-Qur'an berupa penyebutan tentang wajah, tangan, dan
jiwa maka itu adalah sifat-sifat Allah, tanpa membagaimanakannya. Dan
tidak boleh dikatakan sesungguhnya tangannya adalah qudroh
(kemampuan)Nya atau nikmatNya, karena hal ini menolak sifat dan ini
adalah perkataan Para penolak taqdir dan kaum mu'tazilah, akan tetapi
tanganNya adalah sifatNya tanpa membagaimanakannya. KemarahanNya dan
keridhoanNya adalah dua sifat yang termasuk sifat-sifat Allah tanpa
membagaimanakannya" (Lihat Syarh al-Fiqh al-Akbar karya Syaikh Abu
al-Muntahh Ahmad bin Muhammad Al-Hanafi hal 120-122, dan juga As-Syarh
Al-Muyassar li Al-Fiqh al-Akbar karya Al-Khomiis hal 42)
Imam Maalik rahimahullah tatkala ditanya tentang bagaimananya istiwaa Allah maka beliau berkata :
الاِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
"Istiwaa diketahui (tidak dijahili maknanya), dan bagaimananya tidak bisa dipikirkan, dan mengimaninya adalah wajib, serta bertanya tentang bagaimananya adalah bid'ah" (Atsar perkataan Imam Malik ini shahih dari banyak jalan, silahkan melihat takhriij atsar ini secara detail dalam buku : "Al-Atsar Al-Masyhuur 'an Al-Imaam Maalik fi sifat Al-Istiwaa' hal 35-51, karya Syaikh Abdur Rozzaaq Al-'Abbad bisa didownload disini)
الاِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
"Istiwaa diketahui (tidak dijahili maknanya), dan bagaimananya tidak bisa dipikirkan, dan mengimaninya adalah wajib, serta bertanya tentang bagaimananya adalah bid'ah" (Atsar perkataan Imam Malik ini shahih dari banyak jalan, silahkan melihat takhriij atsar ini secara detail dalam buku : "Al-Atsar Al-Masyhuur 'an Al-Imaam Maalik fi sifat Al-Istiwaa' hal 35-51, karya Syaikh Abdur Rozzaaq Al-'Abbad bisa didownload disini)
Ibnu Qudamah meriwayatkan atsar dari Imam Syafii, Ibnu Qudamah berkata :
"Yunus bin 'Abdil A'la berkata, aku mendengar Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafii tatkala ditanya tentang sifat-sifat Allah dan apa yang diimani oleh As-Syafii maka As-Syafii berkata, "Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang datang dalam kitabNya (al-Qur'an) dan dikabarkan oleh NabiNya shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya, tidak boleh seorangpun dari makhluk Allah yang telah tegak hujjah kepadanya untuk menolaknya, karena Al-Qur'an telah menurunkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut, dan telah sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang nama-nama dan sifat-sifat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh para perawi yang adil (*tsiqoh/terpercaya). Jika seseorang menyelisihinya setelah tetapnya hujjah kepadanya maka ia kafir, adapaun sebelum tegaknya hujjah maka ia mendapat udzur karena kejahilan, karena ilmu tentang hal ini (*nama-nama dan sifat-sifat Allah) tidak bisa diketahui dengan akal, atau dengan pemikiran, dan kami tidak mengkafirkan seorangpun yang jahil (tidak tahu), kecuali setelah sampai kabar tentang hal tersebut kepadanya. Kami menetapkan sifat-sifat ini dan kami menolak tasybih dari sifat-sifat tersebut sebagaimana Allah telah menolah tasybih dari diriNya" (kitab Itsbaat Sifat al-'Uluw karya Ibnu Qudamah hal 181 dan juga dalam kitab beliau Dzam at-Ta'wiil hal 21)
"Yunus bin 'Abdil A'la berkata, aku mendengar Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafii tatkala ditanya tentang sifat-sifat Allah dan apa yang diimani oleh As-Syafii maka As-Syafii berkata, "Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang datang dalam kitabNya (al-Qur'an) dan dikabarkan oleh NabiNya shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya, tidak boleh seorangpun dari makhluk Allah yang telah tegak hujjah kepadanya untuk menolaknya, karena Al-Qur'an telah menurunkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut, dan telah sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang nama-nama dan sifat-sifat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh para perawi yang adil (*tsiqoh/terpercaya). Jika seseorang menyelisihinya setelah tetapnya hujjah kepadanya maka ia kafir, adapaun sebelum tegaknya hujjah maka ia mendapat udzur karena kejahilan, karena ilmu tentang hal ini (*nama-nama dan sifat-sifat Allah) tidak bisa diketahui dengan akal, atau dengan pemikiran, dan kami tidak mengkafirkan seorangpun yang jahil (tidak tahu), kecuali setelah sampai kabar tentang hal tersebut kepadanya. Kami menetapkan sifat-sifat ini dan kami menolak tasybih dari sifat-sifat tersebut sebagaimana Allah telah menolah tasybih dari diriNya" (kitab Itsbaat Sifat al-'Uluw karya Ibnu Qudamah hal 181 dan juga dalam kitab beliau Dzam at-Ta'wiil hal 21)
Ibnu Qudaamah berkata dalam kitabnya Dzam At-Takwil (hal 20)
"Abu Bakr Al-Marwadzi berkata, "Dan
telah mengabarkan kepadaku Ali bin Isa bahwasanya Hambal telah
menyampaikan kepada mereka, ia berkata, "Aku bertanya kepada Abu
Abdillah (*Al-Imam Ahmad) tentang hadits-hadits yang
diriwayatkan ((Sesungguhnya Allah turun setiap malam ke langit dunia))
dan ((Sesungguhnya Allah dilihat)), dan ((Sesungguhnya Allah meletakkan
kakinya)) dan hadits-hadits yang semisal ini maka Abu Abdillah (*Al-Imam
Ahmad) berkata:
"Kami beriman dengan hadits-hadits ini
dan kami membenarkannya, tanpa ada bagaimanannya dan tanpa memaknakannya
(*mentakwilnya) dan kami tidak menolak sedikitpun dari hadits-hadits
ini, dan kami mengetahui bahwasanya apa yang datang dari Rasulullah
adalah benar, jika datang dengan sanad-sanad yang shahih, dan kami tidak
menolak sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidaklah
Allah disifati lebih dari apa yang Allah sifati dirinya sendiri, atau
pensifatan RasulNya tentang Allah, tanpa adanya batasan
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat"
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat"
Dan orang-orang yang mensifati (Allah)
tidak akan sampai sampai kepada sifatNya (*yang sebenarnya) dan
sifat-sifatNya dariNya. Kami tidak melebihi Al-Qur'an dan Hadits, maka
kami mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Allah, dan kami
mensifati sebagaimana yang Allah sifati diriNya, kami tidak
melampauinya, kami beriman kepada seluruh al-Qur'an, yang muhkam maupun
yang mutasyabih, dan kami tidak menghilangkan satu sifatpun dari
sifat-sifat Allah hanya karena celaan"
Demikianlah aqidah 4 imam madzhab ahlus
sunnah, bahwasanya mereka menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang
ditunjukkan oleh ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih, akan tetapi
mereka menafikan tasybih dan penyamaan dengan sifat-sifat makhluk.
Mereka menetapkan sifat tangan Allah akan tetapi tidak seperti tangan
makhluk, demikian pula wajah Allah, sebagaimana penglihatan dan
pendengaran Allah tidak seperti penglihatan dan pendengaran makhluk.
Meskipun Ahlus Sunnah menetapkan
sifat-sifat Allah akan tetapi mereka menyerahkan hakikat bagaimana
sifat-sifat tersebut hanya kepada Allah. Karena akal dan ilmu manusia
tidak akan mampu menangkap bagaimananya hakikat sifat-sifat Allah. Allah
telah berfirman
وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
"Ilmu mereka tidak dapat meliputi Nya" (QS Thoohaa : 110)
وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
"Ilmu mereka tidak dapat meliputi Nya" (QS Thoohaa : 110)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فمذهب السلف رضوان
الله عليهم إثبات الصفات وإجراؤها على ظاهرها ونفي الكيفية عنها، لأن
الكلام في الصفات فرعٌ عن الكلام في الذات، وإثبات الذات إثبات وجودٍ لا
إثبات كيفيةٍ، فكذلك إثبات الصفات، وعلى هذا مضى السلف كلهم
"Madzhab salaf –semoga Allah meridhoi
mereka- adalah menetapkan sifat-sifat Allah dan memperlakukan
sifat-sifat tersebut sebagaimana dzohirnya (lahiriahnya) dan menafikan
bagaimanaa hakikat sifat-sifat tersebut. Karena pembicaraan tentang
sifat-sifat Allah adalah cabang dari pembicaraan tentang dzat Allah. Dan
penetapan dzat Allah adalah menetapkan adanya wujudnya dzat Allah bukan
menetapkan bagaimananya dzat Allah, maka demikianpula penetapan
sifat-sifat Allah. Dan ini inilah madzhab para salaf seluruhnya"
(Majmuu' Al-Fataawaa 4/6-7)
Hal ini berbeda dengan musyabbihah yang
membagaimanakan sifat-sifat Allah atau menyerupakan sifat-sifat Allah
dengan sifat-sifat makhluk.
Kaum mu'atthilah menolak sifat-sifat
Allah, ada diantara mereka yang menolak sebagian sifat seperti kaum
Asyaa'iroh dan Maturidiah, dan ada diantara mereka yang menolak seluruh
sifat seperti kaum Jahmiyah dan Mu'tazilah.
Mereka menganggap penetapan setiap sifat
Allah melazimkan telah mentasybiih (menyerupakan) Allah dengan
makhluknya. Padahal menyatakan Allah dan makhluk sama-sama memiliki
pendengaran dan penglihatan bukanlah tasybiih atau tajsiim yang
merupakan kekufuran, hanyalah merupakan kekufuran jika kita menyatakan
bahwa penglihatan dan pendengaran Allah seperti penglihatan dan
pendengaran manusia –sebagaimana telah lalu penjelasannya-.
Sampai-sampai jahmiyah dan mu'tazilah
(yang menolak seluruh sifat Allah) menamakan Asyairoh sebagai
musyabbihah karena telah menetapkan sebagian sifat Allah.
Diantara tuduhan Mu'attilah (para
penolak sifat-sifat Allah) adalah menuduh Ahlus Sunnah sebagai Mujaasim
dan Musyabbih. Hal ini telah jauh-jauh hari diingatkan oleh para ulama
salaf.
Abu Zur'ah Ar-Roozi (wafat 264 H) berkata :
الْمُعَطِّلَةُ
النَّافِيَةُ الَّذِيْنَ يُنْكِرُوْنَ صِفَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الَّتِي
وَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ وَعَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ >
وَيُكَذِّبُوْنَ بِالأَخْبَارِ الصِّحَاحِ الَّتِي جَاءَتْ عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ > فِي الصِّفَاتِ وَيَتَأَوَّلُوْنَهَا بَآرَائِهِمْ
الْمَنْكُوْسَةِ عَلىَ مُوَافَقَةِ مَا اعْتَقَدُوْا مِنَ الضَّلاَلَةِ،
وَيَنْسِبُوْنَ رُوَاتَهَا إِلَى التَّشْبِيْهِ. فَمَنْ نَسَبَ
الْوَاصِفِيْنَ رَبَّهُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى -بِمَا وَصَفَ بِهِ
نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ وَعَلَى لِسَانِ نَبْيِّهِ مِنْ غَْيِر تَمْثِيْلٍ
وَلاَ تَشْبِيْهٍ- إِلَى التَّشْبِيْهِ فَهُوَ مُعَطِّلٌ نَافٍ،
ويُستَدَلُّ عَلَيْهِمْ بِنِسْبَتِهِمْ إِيَّاهُمْ إِلَى التَّشْبِيْهِ
أَنَّهُمْ مُعَطِّلَةٌ نَافِيَةٌ، كَذلِكَ كَانَ أَهْلُ الْعِلْمِ
يَقُوْلُوْنَ، مِنْهُمْ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَوَكِيْعُ بْنُ
الْجَرَّاحِ
"Mu'atthilah para penolak sifat yang
mengingkari sifat-sifat Allah azza wa jalla, yang Allah telah mensifati
diriNya di Al-Qur'an dan melalui lisan NabiNya, dan mereka (mu'attilah)
mendustakan hadits-hadits yang shahih yang datang dari Rasulullah
tentang sifat-sifat, lalu mereka mentakwilnya dengan pemikiran mereka
yang terbalik agar sesuai dengan keyakinan mereka yang sesat, lalu
mereka menisbahkan para perawi hadits-hadits tersebut kepada tasybiih.
Maka barangsiapa yang menisbahkan orang-orang yang mensifati Rob mereka
tabaroka wa ta'aala dengan sifat-sifat -yang Allah mensifati dirinya di
al-Qur'an dan melalui lisan Nabi Nya tanpa tamtsiil dan tasybiih- kepada
tasybiih maka ia adalah seorang mu'attil yang menafikan sifat. Dan
mereka (para mu'atthil) diketahui dengan sikap mereka yang menisbahkan
para penetap sifat-sifat Allah kepada tasybiih. Demikianlah yang para
ulama katakan, diantaranya Abdullah bin al-Mubaarok (*wafat 181 H) dan
Wakii' bin Al-Jarooh (*wafat 197 H)" (Al-Hujjah fi bayaan Al-Mahajjah
1/187 dan 1/196-197)
Ishaaq bin Rohuuyah (wafat 238 H) berkata :
عَلاَمَةُ جَهْم وَأَصْحَابِهِ دَعْوَاهُمْ عَلَى أَهْلِ الْجَمَاعَةِ وَمَا أُوْلِعُوا بِهِ مِنَ الْكَذِبِ أَنَّهُمْ مُشَبِّهَةٌ، بَلْ هُمُ الْمُعَطِّلَةُ
"Tanda Jahm (bin Shofwan) dan para sahabatnya –yang gemar berdusta- adalah mereka menuduh Ahlu Sunnah wal Jamaa'ah bahwasanya mereka adalah musyabbihah. Bahkan justru merekaitulah (Jahm dan pengikutnya) mu'atthilah" (Syarh Ushuul I'tiqood Ahli as-Sunnah wa al-Jamaa'ah 2/588)
عَلاَمَةُ جَهْم وَأَصْحَابِهِ دَعْوَاهُمْ عَلَى أَهْلِ الْجَمَاعَةِ وَمَا أُوْلِعُوا بِهِ مِنَ الْكَذِبِ أَنَّهُمْ مُشَبِّهَةٌ، بَلْ هُمُ الْمُعَطِّلَةُ
"Tanda Jahm (bin Shofwan) dan para sahabatnya –yang gemar berdusta- adalah mereka menuduh Ahlu Sunnah wal Jamaa'ah bahwasanya mereka adalah musyabbihah. Bahkan justru merekaitulah (Jahm dan pengikutnya) mu'atthilah" (Syarh Ushuul I'tiqood Ahli as-Sunnah wa al-Jamaa'ah 2/588)
Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi As-Syafii (wafat 219) berkata
وَمَا نَطَقَ بِهِ
الْقُرْآنُ وَالْحَدِيْثُ مِثْلُ ((وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ
مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ)) وَمِثْلُ ((وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ
بِيَمِينِهِ)) وَمَا أَشْبَهَ هَذَا مِنَ الْقُرْآنِ وَالْحَدِيْثِ لاَ
نَزْيِدُ فِيْهِ وَلاَ نفسِّره وَنَقِفُ عَلَى مَا وَقَفَ عَلَيْهِ
الْقُرآنُ وَالسُّنَّةُ وَنَقُوْل ((الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ
اسْتَوَى)) وَمَنْ زَعَمَ غَيْرَ هَذَا فَهُوَ مُعَطِّلٌ جَهْمِيٌّ
"Dan apa yang diucapkan oleh Al-Qur'an dan hadits seperti,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
"Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu" (QS Al-Maaidah : 64), dan seperti :
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
"Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya" (QS Az-Zumar : 67)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
"Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu" (QS Al-Maaidah : 64), dan seperti :
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
"Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya" (QS Az-Zumar : 67)
Dan yang semisal ayat-ayat ini dalam Al-Qur'an dan hadits, maka kami tidak menambah-nambahnya dan kami tidak menafsirkannya (*dengan takwil-takwil), dan kami berhenti sesuai diamana
berhentinya Al-Qur'an
dan Al-Hadits dan kami berkata,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang ada di atas 'Arsy" (QS Thoohaa : 5)
Dan barang siapa yang menyangka selain dari ini maka ia adalah mu'atthil jahmiah" (Dzamm at-Takwiil 1/24)
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang ada di atas 'Arsy" (QS Thoohaa : 5)
Dan barang siapa yang menyangka selain dari ini maka ia adalah mu'atthil jahmiah" (Dzamm at-Takwiil 1/24)
Inilah kaum yang telah jauh-jauh diperingatkan oleh para imam kaum muslimin akan bahaya mereka.
Ternyata idahram salah satu dari kaum tersebut !!!
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar