Mari kita menelaah Fatwa Syaikhul Islam
terkait fitnah pembunuhan Husain ini! kita ketahui bahwasanya Yazid bin
Muawiyah Bin Abu Sufyan merupakan khalifah yang berkuasa ketika
Ubaidaullah bin ziyad membantai Husain dan keluarga.
Syaikhul Islam mengatakan:
Belum pernah sebelumnya seorangpun
manusia membicarakan masalah Yazid bin Mu’awiyah dan tidak pula
membicarakannya termasuk masalah Dien.
Hingga terjadilah setelah itu beberapa perkara, sehingga manusia melaknat Yazid bin Mu’awiyah, bahkan bisa saja laknat tersebut berujung kepada laknat terhadap orang lain dengan menggunakan kejadian-kejadian tersebut
Sedangkan kebanyakan Ahlus Sunnah tidak suka melaknat orang tertentu. Kemudian suatu kaum dari golongan yang ikut mendengar yang demikian meyakini bahwa Yazid termasuk pemuka orang shalih dan imam yang mendapat petunjuk.
Hingga terjadilah setelah itu beberapa perkara, sehingga manusia melaknat Yazid bin Mu’awiyah, bahkan bisa saja laknat tersebut berujung kepada laknat terhadap orang lain dengan menggunakan kejadian-kejadian tersebut
Sedangkan kebanyakan Ahlus Sunnah tidak suka melaknat orang tertentu. Kemudian suatu kaum dari golongan yang ikut mendengar yang demikian meyakini bahwa Yazid termasuk pemuka orang shalih dan imam yang mendapat petunjuk.
Maka golongan yang melampaui batas terhadap Yazid menjadi dua sisi yang berlawanan:
Sisi pertama, mereka
yang mengucapkan bahwa dia kafir zindiq dan bahwasanya dia telah
membunuh salah seorang anak perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, membunuh sahabat-sahabat Anshar, dan anak-anak mereka pada
kejadian Al-Hurrah (pembebasan Madinah) untuk menebus dendam keluarganya
yang dibunuh dalam keadaan kafir seperti kakek ibunya ‘Utbah bin
Rab’iah, pamannya Al-Walid dan selain keduanya. Mereka menyebutkan pula
bahwa dia terkenal sebagai peminum khamr dan menampakkan
maksiat-maksiatnya.
Pada sisi lain, ada yang
meyakini bahwa dia (Yazid) adalah imam yang adil, mendapatkan petunjuk
dan dapat memberi petunjuk. Dan dia dari kalangan sahabat atau pembesar
shahabat serta salah seorang dari wali-wali Allah. Bahkan sebagian dari
mereka meyakini bahwa dia dari kalangan para nabi. Mereka berkata :
barangsiapa yang ragu terhadap Yazid maka Allah akan menghentikan dia
dalam neraka Jahannam.
Mereka meriwayatkan dari Syaikh Hasan bin
‘Adi bahwa ia adalah wali yang seperti ini dan seperti itu. Barangsiapa
yang ragu maka dia menetap dalam neraka karena ucapan mereka yang
demikian terhadap Yazid.
Setelah zaman Syaikh Hasan bertambahlah
perkara-perkara batil dalam bentuk syair atau prosa. Mereka ghuluw
kepada Syaikh Hasan dan Yazid dengan perkara-perkara yang menyelisihi
apa yang ada di atasnya Syaikh ‘Adi yang agung -semoga Allah mensucikan
ruhnya-. Karena jalan beliau sebelumnya adalah baik, belum terdapat
bid’ah-bid’ah yang seperti itu, kemudian mereka mendapatkan bencana dari
pihak Rafidlah yang memusuhi mereka dan kemudian membunuh Syaikh Hasan
bin ‘Adi sehingga terjadilah fitnah yang tidak disukai Allah dan
Rasul-Nya.
Dua sisi ekstrim terhadap Yazid tersebut menyelishi apa yang disepakati oleh para ahli Ilmu dan orang beriman.
Yazid bin Mu’awiyah dilahirkan pada masa khalifah Utsman bin ‘Affan radliallahu ‘anhu dan tidak pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak pula termasuk sahabat dengan kesepakatan para ulama. Dia tidak pula terkenal dalam masalah Dien dan keshalihan.
Dia termasuk pemuda muslim bukan kafir dan bukan pula zindiq. Dia memegang tampuk kekuasaan setelah ayahnya dengan tidak disukai oleh sebagian kaum muslimin namun diridlai oleh sebagian yang lain. Dia memiliki keberanian dan kedermawanan dan tidak pernah menampakkan kemaksiatan-kemaksiatan sebagaimana dikisahkan oleh musuh-musuhnya.
Yazid bin Mu’awiyah dilahirkan pada masa khalifah Utsman bin ‘Affan radliallahu ‘anhu dan tidak pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak pula termasuk sahabat dengan kesepakatan para ulama. Dia tidak pula terkenal dalam masalah Dien dan keshalihan.
Dia termasuk pemuda muslim bukan kafir dan bukan pula zindiq. Dia memegang tampuk kekuasaan setelah ayahnya dengan tidak disukai oleh sebagian kaum muslimin namun diridlai oleh sebagian yang lain. Dia memiliki keberanian dan kedermawanan dan tidak pernah menampakkan kemaksiatan-kemaksiatan sebagaimana dikisahkan oleh musuh-musuhnya.
Namun pada masa pemerintahannya telah terjadi perkara-perkara besar
yaitu:
yaitu:
1. Terbunuhnya Al-Husein radhiyallahu
‘anhu padahal dia tidak memerintahkan untuk membunuhnya dan tidak pula
menampakkan kegembiraan dengan pembunuhan Husein serta tidak memukul
gigi taringnya dengan besi.
Dia juga tidak membawa kepala Husein ke Syam. Dia hanya memerintahkan untuk mencegah Husein dengan melarangnya dari urusan tertentu sekalipun dengan memeranginya. Tetapi para utusannya melebihi dari apa yang diperintahkannya karena Samardzi Al-Juyusy mendorong ‘Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ibnu Ziyad pun menyakitinya dan ketika Al-Husein radhiyallahu ‘anhu meminta agar dia dibawa menghadap Yazid, atau diajak ke front untuk berjihad (memerangi orang-orang kafir bersama tentara Yazid -pent), atau kembali ke Mekkah, mereka menolaknya dan tetap menawannya. Atas perintah Umar bin Sa’d, maka mereka membunuh beliau dan sekelompok Ahlul Bait radhiyallahu ‘anhum dengan dzalim.
Dia juga tidak membawa kepala Husein ke Syam. Dia hanya memerintahkan untuk mencegah Husein dengan melarangnya dari urusan tertentu sekalipun dengan memeranginya. Tetapi para utusannya melebihi dari apa yang diperintahkannya karena Samardzi Al-Juyusy mendorong ‘Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ibnu Ziyad pun menyakitinya dan ketika Al-Husein radhiyallahu ‘anhu meminta agar dia dibawa menghadap Yazid, atau diajak ke front untuk berjihad (memerangi orang-orang kafir bersama tentara Yazid -pent), atau kembali ke Mekkah, mereka menolaknya dan tetap menawannya. Atas perintah Umar bin Sa’d, maka mereka membunuh beliau dan sekelompok Ahlul Bait radhiyallahu ‘anhum dengan dzalim.
Terbunuhnya beliau -radhiyallahu ‘anhu-
adalah musibah besar, terbunuhnya Al-Husein dan Utsman Bin Affan
sebelumnya merupakan penyebab fitnah terbesar pada umat ini. Pembunuh
keduanya adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah.
Ketika keluarga beliau radhiyallahu ‘anhu
mendatangi Yazid bin Mua’wiyah, Yazid memuliakan mereka dan
mengantarkan mereka ke Madinah.
Diriwayatkan bahwa Yazid melaknat Ibnu
Ziyad atas pembunuhan Husein dan berkata: “Aku sebenarnya meridlai
ketaatan penduduk Irak tanpa pembunuhan Husein.” Tetapi dia tidak
menampakkan pengingkaran terhadap pembunuhnya, tidak membela serta tidak
pula membalasnya, padahal itu adalah wajib bagi dia. Maka akhirnya
Ahlul Haq mencelanya karena meninggalkan kewajibannya, ditambah lagi
dengan perkara-perkara lainnya dan musuh-musuhnya malah menambahkan
beberapa kedustaan palsu atasnya.
2. Penduduk Madinah membatalkan bai’atnya
kepada Yazid dan mereka mengeluarkan utusan-utusan dan penduduknya.
Yazid pun mengirimkan tentara kepada mereka, memerintahkan mereka untuk
taat dan jika mereka tidak mentaatinya setelah tiga hari mereka akan
memasuki Madinah dengan pedang dan menghalalkan darah mereka. Setelah
tiga hari, tentara Yazid memasuki Madinah an-Nabawiyah, membunuh mereka,
merampas harta mereka, bahkan menodai kehormatan-kehormatan wanita yang
suci, kemudian mengirimkan tentaranya ke Mekkah yang mulia dan
mengepungnya. Yazid meninggal dunia pada saat pasukannya dalam keadaan
mengepung Mekkah dan hal ini merupakan permusuhan dan kedzaliman yang
dikerjakan atas perintahnya.
Oleh karena itu, keyakinan Ahlus Sunnah dan para imam-imam umat ini adalah mereka tidak melaknat dan tidak mencintainya.
Shalih bin Ahmad bin Hanbal berkata: Aku
katakan kepada ayahku: “Sesungguhnya suatu kaum mengatakan bahwa mereka
cinta kepada Yazid.” Maka beliau rahimahullah menjawab: “Wahai anakku,
apakah akan mencintai Yazid seorang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir?” Aku bertanya: “Wahai ayahku, mengapa engkau tidak melaknatnya?”
Beliau menjawab: “Wahai anakku, kapan engkau melihat ayahmu melaknat
seseorang?” Diriwayatkan pula bahwa ditanyakan kepadanya: “Apakah engkau
menulis hadits dari Yazid bin Mu’awiyyah?” Dia berkata: “Tidak, dan
tidak ada kemulyaan, bukankah dia yang telah melakukan terhadap ahlul
Madinah apa yang dia lakukan?”
Yazid menurut ulama dan Imam-imam kaum
muslimin adalah termasuk raja (Islam -pent). Mereka tidak mencintainya
seperti mencintai orang-orang shalih dan wali-wali Allah namun tidak
pula melaknatnya.
Karena sesungguhnya mereka tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta ‘yin), berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu:
seseorang yang dipanggil dengan Hammar sering meminum khamr.
setiap dia dihadapkankan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia dicambuk. Maka berkatalah seseorang: “Semoga Allah melaknatnya. Betapa sering dia dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan engkau melaknatnya, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. ” (HR. Bukhari)
Karena sesungguhnya mereka tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta ‘yin), berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu:
seseorang yang dipanggil dengan Hammar sering meminum khamr.
setiap dia dihadapkankan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia dicambuk. Maka berkatalah seseorang: “Semoga Allah melaknatnya. Betapa sering dia dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan engkau melaknatnya, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. ” (HR. Bukhari)
Walaupun demikian di kalangan Ahlus
Sunnah juga ada yang membolehkan laknat terhadapnya karena mereka
meyakini bahwa Yazid telah melakukan kedhaliman yang menyebabkan laknat
bagi pelakunya.
Kelompok yang lain berpendapat untuk
mencintainya karena dia seorang muslim yang memegang pemerintahan di
zaman para shahabat dan dibai’at oleh mereka. Serta mereka berkata:
“Tidak benar apa yang dinukil tentangnya padahal dia memiliki
kebaikan-kebaikan, atau dia melakukannya dengan ijtihad.”
Pendapat yang benar adalah apa
yang dikatakan oleh para imam (Ahlus Sunnah), bahwa mereka tidak
mengkhususkan kecintaan kepadanya dan tidak pula melaknatnya. Di
samping itu kalaupun dia sebagai orang yang fasiq atau dhalim, Allah
masih mungkin mengampuni orang fasiq dan dhalim. Lebih-lebih lagi kalau
dia memiliki kebaikan-kebaikan yang besar.
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya
dari Ummu Harran binti Malhan radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
Tentara pertama yang memerangi Konstantinopel akan diampuni. (HR.
Bukhari)
Bukhari)
sedangkan tentara pertama yang memerangi
konstantinopel adalah di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyyah dan pada
waktu itu Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bersamanya.
Catatan:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah melanjutkan
setelah itu dengan ucapannya: “Kadang-kadang sering tertukar antara
Yazid bin Mu’ awiyah dengan pamannya Yazid bin Abu Sufyan. Padahal
sesungguhnya Yazid bin Abu Sufyan adalah dari kalangan Shahabat, bahkan
orang- orang pilihan di antara mereka dan dialah keluarga Harb (ayah Abu
Sufyan bin Harb -pent) yang terbaik.
Beliau adalah salah seorang pemimpin Syam yang diutus oleh Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu ketika pembebasan negeri Syam. Abu Bakar ash- Shiddiq pernah berjalan bersamanya ketika mengantarkannya, sedangkan dia berada di atas kendaraan. Maka berkatalah Yazid bin Abu Sufyan: “Wahai khalifah Rasulullah, naiklah! (ke atas kendaraan) atau aku yang akan turun.”
Maka berkatalah Abu Bakar: “Aku tidak akan naik dan engkau jangan turun, sesungguhnya aku mengharapkan hisab dengan langkah-langkahku ini di jalan Allah. Ketika beliau wafat setelah pembebasan negeri Syam di zaman pemerintahan Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau mengangkat saudaranya yaitu Mu’awiyah untuk menggantikan kedudukannya.
Beliau adalah salah seorang pemimpin Syam yang diutus oleh Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu ketika pembebasan negeri Syam. Abu Bakar ash- Shiddiq pernah berjalan bersamanya ketika mengantarkannya, sedangkan dia berada di atas kendaraan. Maka berkatalah Yazid bin Abu Sufyan: “Wahai khalifah Rasulullah, naiklah! (ke atas kendaraan) atau aku yang akan turun.”
Maka berkatalah Abu Bakar: “Aku tidak akan naik dan engkau jangan turun, sesungguhnya aku mengharapkan hisab dengan langkah-langkahku ini di jalan Allah. Ketika beliau wafat setelah pembebasan negeri Syam di zaman pemerintahan Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau mengangkat saudaranya yaitu Mu’awiyah untuk menggantikan kedudukannya.
Kemudian Mu’awiyah mempunyai anak yang
bernama Yazid di zaman pemerintahan ‘Utsman ibnu ‘Affan dan dia tetap di
Syam sampai seterusnya.
Yang wajib adalah membatasi dan menghindar dari membicarakan Yazid bin Mu’awiyah serta menguji kaum muslimin dengan melakukan hal tersebut. Sesungguhnya yang demikian merupakan bid’ah yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah. Karena hal itu menyebabkan sebagian orang bodoh meyakini bahwa Yazid bin Mu`awiyah termasuk kalangan shahabat dan termasuk Pemuka orang shalih atau imam yang adil padahal ini adalah kesalahan yang nyata.”[1]
Semoga bermanfaat`
Yang wajib adalah membatasi dan menghindar dari membicarakan Yazid bin Mu’awiyah serta menguji kaum muslimin dengan melakukan hal tersebut. Sesungguhnya yang demikian merupakan bid’ah yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah. Karena hal itu menyebabkan sebagian orang bodoh meyakini bahwa Yazid bin Mu`awiyah termasuk kalangan shahabat dan termasuk Pemuka orang shalih atau imam yang adil padahal ini adalah kesalahan yang nyata.”[1]
Semoga bermanfaat`
[1] MAJMU FATAWA III/410-414
410
411
414
Tidak ada komentar:
Posting Komentar