Oleh: Choirul Hisyam
IMAM AHMAD
Ketika terjadi fitnah tentang “Pernyataan bahwa Al-Qur’an
adalah makhluk” Imam Ahmad dipenjara, dibelenggu, dipukuli, disiksa, dan
dipukuli di bawah terik matahari pada siang hari Ramadhan hingga sore hari,
padahal saat itu beliau sedang puasa.
Setelah beliau dipindahkan ke tempatnya di dalam penjara,
sementara darah melumuri bajunya, padahal beliau seorang Imam Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Mudah-mudahan Allah meridhainya. Beliau adalah Imam pada zaman itu.
Tetapi meski demikian beliau tidak mencari kemenangan untuk dirinya pribadi.
Beliau tidak marah karena dirinya sendiri. Beliau hanya marah kerena Allah.
Setelah kejadian ini beliau berkata, “Semua orang yang menyebut saya, maka dia
berada dalam kehalalan (1).”
Beliau juga berkata, “Saya telah menjadikan Abu Ishaq (2)
berada dalam kehalalan. Karena saya melihat Allah berfirman, Hendaklah mereka
memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu
? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .” (QS. An-Nur:22)
Nabi juga menyuruh Abu Bakar agar memaafkan pada kisah ifk
(perkataan dusta yang menuduh Aisyah radhiyallahu ‘anha).
Lalu Imam Ahmad berkata lagi, “Apa gunanya jika Allah
menyiksa saudara muslim anda hanya karena kepentingan pribadi ?”
Imam Ahmad setelah disiksa dengan siksaan yang sangat parah
ini, beliau tidak membuka map dan catatan nama-nama musuhnya. Beliau tidak
mencari siapa dalang di balik peristiwa yang menyebabkan datangnya siksaan yang
menimpa beliau ini.
Beliau tidak mengatakan, “Si Fulan-lah yang telah
menjerumuskan saya dalam masalah ini.”
“Si fulan-lah yang memprovokasi masalah ini, Si fulan-lah
telah memicingkan saya, Si fulan-lah telah meremahkan hak saya, Si fulan-lah
tidak berbuat apa pun untuk menyelesaikan penderitaan saya, Si fulan tidak
mengunjungi saya setelah keluar dari penjara, si fulan-lah telah mengeluarkan
beberapa kata tidak baik terhadap saya.”
Mungkin sebagian orang menduga bahwa Imam Ahmad akan
mengambil tindakan terhadap orang-orang yang bersaksi dalam fitnah tersebut.
Tetapi yang jelas, beliau tidak berusaha membalas dendam sedikitpun terhadap
mereka.
Sejarah juga tidak pernah mengabarkan kepada kita dari Imam
Ahmad lewat hamparan biografi beliau yang panjang bahwa beliau mengucapkan
ssuatu kata yang bertujuan membela diri pribadi.
___________________
1) Maksudnya: Saya tidak membencinya dan tidak pula
mendoakan keburukan baginya. Tetapi saya memaafkannya
2)Yaitu Al-Mu’thasim, khalifa yang memukuli dan mencambuknya
***
IBNU TAIMIYAH
Beliau adalah seorang ulama besar yang disakiti dan difitnah
bahwa beliau telah melakukan banyak perbuatan buruk. Para ulama
mengkafirkannya. Sang Sultan juga berfatwa agar ia dibunuh. Bahkan sebagian
mereka memukul dada Ibnu Taimiyah sambil mengatakan, Darahnya berada di dalam
leher saya (Maksudnya, dialah yang bakal membunuh Syaikul Islam ini). Dan
beliau terus terusan dipindah dari satu penjara ke penjara yang lain di
Damaskus dan Kairo.
Beliau berada dalam penjara dalam rentang waktu yang sangat
lama. Setelah itu beliau dikeluarkan dari penjara, dan tak lama kemudian,
beliau dijebloskan lagi ke penjara.
Orang-orang di zamannya bersama-sama bangkit untuk
membinasakan beliau. Mereka para pembesar tukang bid’ah, para penurut hawa
nafsu, dan para pendengki. Hati mereka dipenuhi kemarahan dan kedengkian
terhadap imam yang memenuhi dunia dengan ilmu dan dakwah ini. Seorang imam yang
menghambat laju perkembangan para tukang bid’ah dan pengikut hawa nafsu dengan
pedang-pedang sunnahnya. Dan kitab-kitab beliau hingga saat ini menjadi saksi
atas hal itu.
Di antara musuh bebuyutan yang paling memusuhi Syaikhul
Islam, yang mengeluarkan fatwa bahwa beliau telah halal darahnya, harus
dibunuh, dan telah kafir….adalah seorang ulama dari fuqaha’ penganut madzhab
Maliki. Lelaki itu bernama Ibnu Mahluf.
Ibnu Mahluf meninggal di masa hidupnya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Ketika murid beliau yang bernama Ibnu Qayyim mendengar kabar
kematiannya, ia segera berlari menghadap Syaikhul Islam, demi memberitahukan
kabar gembira tentang kematian musuh terbesar dan musuh bebuyutannya yang
bernama Ibnu Mahluf.
Ibnul Qayyim berkata, “Bergembiralah, Ibnu Mahluf telah
meninggal dunia.”
Kemudian apa tindakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ? Apakah
beliau mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kaum
muslimin dari keburukannya ?”
Sama sekali Ibnu Taimiyyah tidak mengatakan hal itu. Baliau
tidak seperti sebagian kita yang mengatakan, “Itu adalah kerikil yang terbuang
di jalan kaum muslimin. Kita sekarang terbebas darinya.” Sama sekali beliau
tidak mengatakan hal itu. Justru Ibnu Qayyim berkata, “Namun beliau malah
menggertak dan mengingkari perbuatan saya. Kemudian beliau ber-istirja’ .”
(Mengucapkan, “Innalillahi wa Innailaihi Raji’un.”)
Setelah itu Ibnu Taimiyyah langsung bangkit menuju rumah
keluarga Ibnu Mahluf orang yang semasa hidupnya sangat memusuhi beliau dan
menghibur mereka. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya saya sekarang sebagai
pengganti Ibnu Mahluf. Dan tidaklah kalian membutuhkan bantuan apapun, kecuali
saya akan membantu kalian.” Sehingga seluruh keluarga Ibnu Mahluf menjadi bahagia
dengan kedatangan beliau dan mendoakan beliau dengan kebaikan.
____________
*)Mengambil faedah dari kitab, “Ushulul hukmi ‘alal
mubtadi’ati ‘inda Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah” (Dasar Membiad’ahkan Orang Menurut Syaikhul Ibnu Taimiyah) , Dr. Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hulaibi, Pustaka eLBA, Surabaya, 2007
Taimiyah” (Dasar Membiad’ahkan Orang Menurut Syaikhul Ibnu Taimiyah) , Dr. Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hulaibi, Pustaka eLBA, Surabaya, 2007
Ilustrasi: alamazharians.blogspot.com
(nahimunkar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar