Beberapa
waktu lalu, salah seorang ustadz ‘salafiy’ mempublikasikan fatwa Lajnah
Daaimah dalam situsnya yang mentahdzir dua kitab Asy-Syaikh ‘Aliy
Al-Halabiy : At-Tahdziir min Fitnatit-Takfiir dan Shaihatun Nadziir. Diberinya fatwa tersebut dengan judul yang cukup provokatif : Fatwa Lajnah Daimah tentang Buku Karya Ali Hasan Al-Halabi : Ali Hasan Al-Halabi menyebar pemikiran Murji'ah.
Saya tidak akan membahas tentang fatwa dimaksud, karena Asy-Syaikh
‘Aliy Al-Halabiy sendiri telah menjawabnya dalam kitab berjudul Al-Ajwibatul-Mutalaaimah ‘alaa Fatwaa Al-Lajnah Ad-Daaimah, yang bisa dibaca di sini. Atas jawaban tersebut, Asy-Syaikh Dr. Husain Alusy-Syaikh hafidhahullah (imam dan khathib Masjid Nabawiy) berkata :
والشيخ علي قد ردَّ ردًّا علميّاً [((الأجوبة المتلائمة على فتوى اللجنة الدائمة))] كما عَلَيه سلف هذه الأمَّة.
“Dan Asy-Syaikh ‘Aliy telah membantah dengan bantahan yang ilmiah [Al-Ajwibatul-Mutalaaimah ‘alaa Fatwaa Al-Lajnah Ad-Daaimah]
sebagaimana hal itu telah dilakukan oleh salaf umat ini” [Perkataan ini
beliau sampaikan dalam muhadlarah beliau yang berjudul : ‘Alaa Thariiqis-Sunnah].
Begitu juga reaksi Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah saat mengetahui fatwa Lajnah yang berkata :
وهذا
غَلطٌ مِن اللَّجْنَة، أنا مُستَاءٌ مِن هذِهِ الفَتْوى، وَلَقَدْ
فَرَّقَتْ هذهِ الْفَتْوَى الْمُسْلِمِينَ في أَنْحاءِ العَالمِ؛ حَتَّى
إِنَّهُمْ يَتَّصلونَ بِي مِنْ أَمْرِيكَا وأُوروبّا
“Ini
adalah kekeliruan dari Lajnah. Aku merasa terganggu dengan fatwa ini.
Fatwa ini telah memecah-belah kaum muslimin di seluruh negeri, hingga
mereka menghubungiku dari negeri Amerika dan Eropa” [At-Ta’riifu wat-Tanbi’ah, hal. 15].
Oleh karena itu di sini berlaku perkataan Mujaahid rahimahullah :
لَيْسَ
أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلا يُؤْخَذُ
مِنْ قَوْلِهِ، وَيُتْرَكُ إِلا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
“Tidak ada seorang pun setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dimana perkataannya dapat diambil dan ditinggalkan, kecuali Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Juz’u Raf’il-Yadain, hal. 153 no. 179; shahih[1]].
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu kitab yang ditahdzir adalah Shaihatun Nadziir. Alhamdulillah, beberapa waktu lalu saya mendapatkan kitab ini dengan men-download di Muntadaa Kulalsalafiyeen (tepatnya di sini),
sehingga mengobati rasa penasaran saya setelah sekian lama mencari apa
gerangan isinya. Di antara hal yang menarik saat membaca buku tersebut
adalah apa yang tertera di bagian pembukaan/muqaddimah halaman 6
dimana disitu disebutkan siapa saja yang telah membaca/menelaah kitab
tersebut sebelum disebarluaskan (diterbitkan) oleh Asy-Syaikh ‘Aliy hafidhahullah. Berikut saya ambil scan halamannya :
“Sejumlah
masyaikh kami dan saudara kami telah membaca/mentelaah kitabku ini
sebelum penyebarannya. Yang pertama dari mereka adalah (1) Ustadz kami
Asy-Syaikh Muhammad Naashiruddiin Al-Albaaniy, dan beliau mendoakanku – jazaahullaahu khairan – setelah membacanya : ‘semoga Allah menambahkan taufiq kepadamu’, (2) Ustadz kami Asy-Syaikh Muhammad Syaqrah, (3) Ustadz kami Asy-Syaikh Muhammad Ra’fat, (4) Al-Ustadz Asy-Syaikh Rabii’ bin Haadiy, (5) Al-Ustadz Muhammad ‘Umar Bazmuul,
(6) Al-Akh Asy-Syaikh Masyhuur Hasan, (7) Al-Akh Asy-Syaikh Saliim
Al-Hilaaliy, (8) Al-Akh Asy-Syaikh Muraad Syukriy, dan yang lainnya – baarakallaahu fiihim” [selesai].
Asy-Syaikh Rabii’ Al-Madkhaliy dan Asy-Syaikh Muhammad Bazmuul hafidhahumallah saya bold secara khusus, sebagai penekanan bahwa penyebaran dan penerbitan kitab tersebut setelah dibaca oleh beliau berdua.
Oleh karena itu,..... sungguh aneh jika ‘sang ustadz’ yang dulu diam tidak mencap Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy hafidhahullah sebagai murji’
sekarang menjadi berbalik keadaannya. Apakah itu dikarenakan dulu
Asy-Syaikh ‘Aliy tidak berselisih dengan Asy-Syaikh Rabii’ dan
Asy-Syaikh Bazmuul sehingga tidak dicap seorang murji’; dan kemudian bermetaforfosis menjadi murji’ setelah berselisih dengan keduanya ?. Entahlah.....
Seandainya, ‘sang ustadz’ memproklamirkan Asy-Syaikh ‘Aliy adalah murji’ karena tahdzir Lajnah terhadap kitab Shaihatun Nadziir
(di antaranya), apakah ‘sang ustadz’ juga akan mentahdzir Asy-Syaikh
Rabii’ dan Asy-Syaikh Muhammad Bazmuul yang telah menelaah kitab itu
sebelum penyebarannya ?. Atau,.... mentahdzir yang lebih tinggi dari
keduanya, yaitu Al-Imaam Al-Albaaniy rahimahullah (yang telah menjuluki Asy-Syaikh Rabii’ sebagai pemegang bendera al-jarh wat-ta’diil
di jaman ini – dan perkataan beliau ini selalu diulang-ulang di banyak
kesempatan untuk menyatakan ketinggian martabat Asy-Syaikh Rabii’) ?.
Entahlah....
وإن كنت لا تدري فتلك مصيبة. وإن كنت تدري فالمصيبة أعظم
“Dan
seandainya engkau tidak mengetahui, maka itu musibah. Namun seandainya
engkau tahu, maka musibah itu lebih besar (bagi dirimu)”.
Apa sebab dari semua itu ?. Saya persilakan para Pembaca untuk menjawabnya.
وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ
كَمَا أَنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا
“Mata yang penuh ridla akan terpejam dari segala aib yang ia lihat
Sedangkan mata yang penuh kebencian yang ia lihat hanyalah keburukan”.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri – 14032012].
[1] Riwayat tersebut secara lebih lengkap beserta sanadnya adalah :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ، عَنْ
مُجَاهِدٍ، قَالَ: " لَيْسَ أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلا يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ، وَيُتْرَكُ إِلا
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami
Sufyaan, dari ‘Abdul-Kariim, dari Mujaahid, ia berkata : “Tidak ada
seorang pun setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dimana perkataannya dapat diambil dan ditinggalkan, kecuali Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.
Keterangan perawinya adalah sebagai berikut :
a. Qutaibah bin Sa’iid bin Jamiil bin Thariif bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafiy, Abu Rajaa’ Al-Balkhiy Al-Baghlaaniy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun tahun 150 H, dan wafat tahun 240 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat : Tahdziibul-Kamaal 23/523-537 no. 4852, Tahdziibut-Tahdziib 8/358-361 no. 641, dan Taqriibut-Tahdziib, hal. 799 no. 5557].
b. Sufyaan bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imraan Al-Hilaaliy, Abu Muhammad Al-Kuufiy Al-Makkiy; seorang yang tsiqah, haafidh, faqiih, imaam, dan hujjah. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 107 H, dan wafat tahun 198 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 395 no. 2464].
c. ‘Abdul-Kariim bin Maalik Al-Jazariy, Abu Sa’iid Al-Harraaniy Al-Hadlramiy; seorang yang tsiqah lagi mutqin. Termasuk thabaqah ke-6, dan wafat tahun 127 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 619 no. 4182].
d. Mujaahid bin Jabr Al-Makkiy, Abul-Hajjaaj Al-Qurasyiy Al-Makhzuumiy; seorang yang tsiqah lagi imam di bidang tafsir. Termasuk thabaqah ke-3 dan wafat tahun 101/102/103/104 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 921 no. 6523].
Para perawinya tsiqaat dan sanadnya bersambung (muttashil).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar