Fatwa Sesat Syiah: Bersetubuh Tidak Membatalkan Puasa...!!!
Jika membaca postingan terdahulu tentang fatwa ulama Syiah yang menyebutkan bahwa merokok di bulan ramadhan tidak membatalkan puasa ramadhan
kita menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat aneh dan nyeleneh, namun
ternyata ada yang lebih nyeleneh dan lebih gila dalam berfatwa, siapa
lagi kalau bukan ulama Syiah yang berfatwa demikian.
Dialah Sayyid Muhsin Thabathaba'i -Ulama Syiah yang sangat santer dan masyhur- berfatwa dengan teks berikut ini:
(Masalah ke 9) : Jimak (bersenggama)
tidak membatalkan puasa jika dia sedang tidur atau terpaksa, dimana hal
tersebut bukan dalam kendalinya, sebagaimana juga tidak membatalkan
puasa jika dia lupa.
(Masalah ke 10) : Seandainya jika dia
bermaksud hanya bermain di paha kemudian masuk pada salah satu lubang
farj (dua lubang = qubul/kemaluan dan dubur/pantat), itu tidak
membuatnya batal. Namun jika dia bermaksud memasukkannya pada salah
satunya kemudian tidak terealisasi maka puasanya batal, karena dia telah
berniat melakukan hal yang membatalkan puasa.
(Masalah ke 11) : Jika seorang laki-laki
bersetubuh dengan khuntsa (yang memiliki dua kelamin) melalui
kemaluannya maka itu tidak membatalkan puasanya si laki-laki dan juga
tidak membatalkan puasa si khuntsa.
Buku: Mustamsik Urwatil Wutsqa, Juz 8 hal 243.
berikut scan kitabnya:
Fatwa di atas berisi (1) bolehnya
bersenggama jika dalam keadaan tidur, lupa atau terpaksa (2) batal atau
tidaknya puasa seseorang dilihat dari niatnya, bukan perbuatannya, jika
berniat hanya bermain disekitar paha kemudian masuk, maka itu tidak
membatalkan puasa. namun jika berniat memasukkannya kemudian tidak masuk
maka puasanya batal. (3) bolehnya menyetubuhi istri pada pantatnya.
Hukum bersetubuh disaat puasa
Hukum bersenggama (tentunya bersama
istri yang sah, bukan bersama pacar atau istri mut'ah, karena itu pada
asalnya haram) bagi orang yang berpuasa di bulan ramadhan adalah tidak
boleh, karena puasa itu menahan makan, minum dan bersenggama serta
hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Namun jika terlanjur bersenggama atau lupa maka hendaknya dia membayar denda/ kaffarah, sebagaimana hadis berikut ini:
Berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ’anhu- terdahulu.
Dimana seseorang sahabat datang yang
berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah, binasalah saya!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah yang telah membuatmu binasa?”
Dia berkata, “Saya telah berhubungan intim dengan istriku pada siang hari Ramadhan.“
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memiliki kemampuan untuk membebaskan seorang budak?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk memberi makan enam puluh orang miskin?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam terduduk, hingga ada yang membawa setandan kurma kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu bersabda kepada orang tersebut, “Bersedekahlah dengan
korma ini.”
Dia bertanya, ”Apakah -sedekah
tersebut- kepada yang paling miskin diantara kami? Karena
tidak ada diantara dua batas desa kami, penduduknya yang
lebih butuh dari pada kami.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tertawa hingga geraham beliau menjadi terlihat, dan
bersabda, “Pergilah dan berilah keluargamu makan dengan kurma ini.”
(HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya)
Hukum Menyetubuhi Istri pada Dubur
Tidak boleh (haram) menyetubuhi
perempuan pada duburnya atau ketika dia sedang haid atau nifas. Hal itu
termasuk dosa besar, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ
هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ
حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ {222} نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ
أَنَّى شِئْتُمْ {223}
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang
haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran (najis).” Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Qs. Al-Baqarah: 222-223)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala
menerangkan wajibnya menjauhi perempuan yang sedang haid, sampai
mereka bersih dari haidnya. Hal ini menunjukkan bahwa menyetubuhi
mereka yang sedang haid atau nifas adalah haram. Jika mereka telah suci
dengan cara mandi, maka dibolehkan bagi suaminya untuk mendatanginya
sesuai dengan cara yang telah Allah subhanahu wa ta’ala
tetapkan, yaitu menyetubuhinya pada kemaluan yang merupakan tempat
bercocok tanam. Adapun dubur, adalah bukan tempat bercocok tanam tapi
tempat membuang kotoran. Oleh karena itu, tidak boleh menyetubuhi istri
pada duburnya, karena hal itu merupakan dosa besar dan maksiat yang
terang-terangan dalam syariat yang suci ini. Imam Abu Dawud dan
An-Nasaa’i meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkata:
مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِيْ دُبُوْرِهَا
“Dilaknat, orang yang mendatangi perempuan pada duburnya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasaa’i)
Imam At-Turmudzi dan An-Nasaa’i meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوْ امْرَأَةً فِيْ الدُبُرِ
“Allah tidak akan melihat orang
laki-laki yang bersetubuh dengan sesama laki-laki atau orang laki-laki
yang menyetubuhi perempuan di duburnya.” (Sanad kedua hadits tersebut shahih).
Mendatangi perempuan pada duburnya
adalah perbuatan liwath yang diharamkan bagi laki-laki dan perempuan,
berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengisahkan tentang kaum nabi Luth ‘alaihi wa sallam:
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَاسَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya kalian melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh satu orangpun sebelum kalian di alam ini.” (Qs. Al-‘Ankabut: 28)
Oleh: Muh. Istiqamah (Wakil Sekretaris LPPI Indonesia Timur)
Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin wajib menghindari hal itu dan menjauhi segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Para suami harus menjauhi perbuatan mungkar ini, begitu juga para
istri harus menjauhinya serta tidak memberikan jalan kepada suami
mereka untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu bersetubuh
ketika haid dan nifas atau bersetubuh pada dubur. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala
keselamatan bagi kaum muslimin dari segala sesuatu yang bertentangan
dengan syariat-Nya yang suci ini. Sesungguhnya Dia adalah Zat yang
paling pantas diminta.
Sumber: Fatawa Syaikh Bin Baaz Jilid 2, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Pustaka at-Tibyan
Read more about saat berpuasa keluar darah dari dubur by www.konsultasisyariah.com
Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin wajib menghindari hal itu dan menjauhi segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Para suami harus menjauhi perbuatan mungkar ini, begitu juga para
istri harus menjauhinya serta tidak memberikan jalan kepada suami
mereka untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu bersetubuh
ketika haid dan nifas atau bersetubuh pada dubur. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala
keselamatan bagi kaum muslimin dari segala sesuatu yang bertentangan
dengan syariat-Nya yang suci ini. Sesungguhnya Dia adalah Zat yang
paling pantas diminta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar