Oleh
Ustadz Iqbal Gunawan,Lc.
“Wahhabiyah” atau “Wahhabi”, dua kata ini sudah sering kita dengar namun tahukah kita apa sebenarnya hakikat keduanya?
Secara bahasa, kata wahhab berasal dari kata wahaba yahabu, yang artinya memberi. Sedangkan wahhab adalah shibghah mubalaghah (bentuk suprlative) dari kata wahib (pemberi). Kata al-wahhab, juga menjadi salah satu dari asma-ul-husna, yang berarti Maha Pemberi. Adapun istilah wahhabiyah adalah istilah yang biasa dilontarkan untuk dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab.
Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab dilahirkan di kota ‘Uyainah (sebelah utara kota Riyadh) pada tahun 1115 Hijriyah, bertepatan dengan tahun 1703 Masehi di tengah-tengah keluarga Ulama. Ayah, kakek dan paman-paman beliau adalah para Ulama, sehingga sejak kecil beliau sudah menghafal al-Qur’an dan belajar fiqh, tafsir dan hadits dari ayah beliau. Saat sudah mencapai usia baligh beliau berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan ia bertemu serta menimba ilmu dari para ulama Mekkah dan Madinah. Beliau juga berangkat menuju Basrah dan menimba ilmu dari para ulama Basrah ketika itu.
Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab rahimahullah memulai dakwahnya di kota Huraimila’, yaitu tempat tinggal ayahanda beliau yang menjabat sebagai hakim disana. Beliau mulai mengajak untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menjelaskan bahaya syirik dan bahaya beribadah kepada selain Allah Azza wa Jalla. Tetapi sepeninggal ayahandanya, beliau kembali ke ‘Uyainah dan kembali berdakwah disana. Lantaran terjadi berbagai tekanan, akhirnya beliau meninggalkan kota ‘Uyainah menuju Dir’iyah.
Di kota Dir’iyah inilah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab bertemu dengan Amir Muhammad bin Su’ud sebagai pemimpin kota Dir’iyah ketika itu, yang akhirnya mereka berdua sepakat untuk menyebarkan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab, yaitu untuk memurnikan ajaran Islam dari segala bentuk syirik, bid’ah dan khurafat, serta mengembalikan kaum Muslimin kepada ajaran Islam yang benar sesuai yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah dipraktekkan oleh para sahabat. Kerjasama yang penuh berkah inilah yang merupakan cikal bakal Kerajaan Saudi Arabia yang kita kenal sekarang.[1]
Pada masa itu, negeri-negeri Islam benar-benar mengalami kemerosotan dari segala aspek, kaum Muslimin mengalami kemuduran moral dan akhlak, preaktek kesyirikan tersebar dimana-mana, berdo’a kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada pohon serta batu-batu keramat, serta praktek sihir dan perdukunan hampir merata di tengah-tengah kaum Muslimin.[2]
Dengan munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab ini di tengah Jazirah Arab, dan dibantu oleh kekuatan pedang Amir Muhammad bin Su’ud yang kemudian menyebar ke negeri-negeri Islam lainnya, maka pantaslah kalau beliau dijuluki sebagai pembaharu abad kedua belas Hijriyah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
Sesungguhnya Allah mengutus untuk ummat ini setiap satu abad seseorang yang akan menjadi pembaharu agama ini.[HR Abu Dawud,no.4291].
Seiring dengan gencarnya dakwah yang penuh berkah ini, ternyata musuh-musuh Islam tanpa henti-hentinya senantiasa menebarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan yang semuanya tanpa bukti. Diantara fitnah yang sering diletakkan kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab, yaitu tuduhan jika beliau mengkafirkan semua yang menyelisihi dakwahnya, padahal beliau sendiri mengatakan,”Adapun kedustaan dan kebohongan, seperti perkataan mereka kami mengkafirkan secara umum, dan kami mewajibkan hijrah kepada kami walaupun ia sanggup menampakkan agamanya, dan kami mengkafirkan siapa saja yang tidak mengkafirkan mereka, dan siapa yang tidak ikut berperang bersama kami, dan kebohongan-kebohongan seperti ini dan lebih daripada ini, semua ini adalah dusta dan kebohongan yang bertujuan hendak menghalangi manusia dari agama Allah dan Rasul-Nya.”[3]
Tuduhan lain yang biasa diletakkan kepada dakwah ini adalah mereka tidak mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melarang manusia bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga mereka dituduh tidak menghormati orang-orang shalih dan para wali, padahal buku-buku dan tulisan-tulisan Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab rahimahullah sangat jelas membantah hal ini. Beliau rahimahullah bahkan mengarang kitab ringkasan sirah (sejarah perjalanan hidup) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tuduhan-tuduhan seperti ini disebabkan karena beliau rahimahullah sangat menentang sikap ghuluw (berlebihan) terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah bersabda:
لاَتُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
Janganlah kalian memujiku secara berlebihan seperti berlebihannya kaum Nashrani terhadap Isa bin Maryam; karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba-Nya maka katakanlah; Hamba Allah dan Rasul-Nya.[HR Bukhari,no.3445].
Tuduhan lain yang sering disematkan kepada dakwah beliau adalah bahwa beliau tidak mengagungkan keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh tuduhan ini merupakan kebohongan besar. Bagaimana mungkin tuduhan ini ditujukan kepada beliau, sedangkan enam dari putra-putri beliau semuanya diberi nama dari keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu: Ali, Abdullah, Hasan, Husain, Ibrahim, dan Fathimah.
Beliau juga mendapat tuduhan jika dakwahnya membawakan madzhab baru, yaitu madzhab Wahhabi. Dianggapnya beliau menyelisihi para Ulama sebelumnya, padahal beliau sama sekali tidak membawa sesuatu yang baru, dan sesungguhnya beliau sangat menghormati para Ulama pendahulu beliau. Bahkan madzhab fiqh beliau adalah madzhab Hanbali yang memang sudah tersebar di daerah Najed sebelum beliau dilahirkan. Adapun dari segi aqidah, beliau mengikuti aqidah para Ulama Salaf dari kalangan sahabat, tabi’in dan imam-imam setelah mereka. Hal itu nampak sangat jelas pada karya-karya beliau yang banyak menukil dari perkataan para ulama Salaf.
Syubhat lain yang sering dilontarkan musuh dakwah beliau, ialah karena Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab berasal dari Najed, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
اَللهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ: هُنَاكَ الزّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Ya, Allah. Berkahilah pada Negeri Syam kami dan Negeri Yaman kami,” para Sahabat berkata:”Dan Najed kami,” Rasulullah berkata:”Disanalah gempa-gempa dan fitnah-fitnah, dan padanya muncul tanduk setan”. [HR al-Bukhari,no.1037]
Sebagian orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan Najed adalah tempat kelahiran beliau rahimahullah, padahal kata Najed itu artinya dataran tinggi. Dan al-Khatthabi mengatakan bahwa Najed penduduk Madinah adalah wilayah Irak dan sekitarnya yang berada disebelah timur Madinah.[4]
Penjelasan ini didukung oleh hadits ‘Umar Radhiyallahu anhu:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُشِيرُ إِلَى الْمَشْرِقِ فَقَالَ هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشيْطَانِ
Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk ke arah timur sambil berkata:”Perhatikanlah! Sesungguhnya fitnah datang dari sini, sesungguhnya fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan”. [HR al-Bukhari,no.3279].
Memang dari arah sanalah muncul banyak aliran sesat dan fitnah-fitnah. Dari arah sanalah akan muncul Dajjal pada akhir zaman. Meskipun begitu bukan berarti tidak ada kebaikan di Negeri Irak, karena terbukti kota Baghdad pernah menjadi pusat/kiblat ilmu, dan juga dari negeri ini telah lahir ulama-ulama besar. Wallahu a’lam bish-Shawab.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 7/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab ‘Unwanul Majd fi Tarikhi Najd, karya Usman Basyir, dan kitab Tarikh Najd, karya Hushain Ghannam.
[2]. Lihat tesis S3 Syaikh Shalih bin Abdullah bin Abdurrahman al-Abud tentang Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab dan pengaruhnya di dunia Islam.
[3]. Fathul Bari
Ustadz Iqbal Gunawan,Lc.
“Wahhabiyah” atau “Wahhabi”, dua kata ini sudah sering kita dengar namun tahukah kita apa sebenarnya hakikat keduanya?
Secara bahasa, kata wahhab berasal dari kata wahaba yahabu, yang artinya memberi. Sedangkan wahhab adalah shibghah mubalaghah (bentuk suprlative) dari kata wahib (pemberi). Kata al-wahhab, juga menjadi salah satu dari asma-ul-husna, yang berarti Maha Pemberi. Adapun istilah wahhabiyah adalah istilah yang biasa dilontarkan untuk dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab.
Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab dilahirkan di kota ‘Uyainah (sebelah utara kota Riyadh) pada tahun 1115 Hijriyah, bertepatan dengan tahun 1703 Masehi di tengah-tengah keluarga Ulama. Ayah, kakek dan paman-paman beliau adalah para Ulama, sehingga sejak kecil beliau sudah menghafal al-Qur’an dan belajar fiqh, tafsir dan hadits dari ayah beliau. Saat sudah mencapai usia baligh beliau berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan ia bertemu serta menimba ilmu dari para ulama Mekkah dan Madinah. Beliau juga berangkat menuju Basrah dan menimba ilmu dari para ulama Basrah ketika itu.
Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab rahimahullah memulai dakwahnya di kota Huraimila’, yaitu tempat tinggal ayahanda beliau yang menjabat sebagai hakim disana. Beliau mulai mengajak untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menjelaskan bahaya syirik dan bahaya beribadah kepada selain Allah Azza wa Jalla. Tetapi sepeninggal ayahandanya, beliau kembali ke ‘Uyainah dan kembali berdakwah disana. Lantaran terjadi berbagai tekanan, akhirnya beliau meninggalkan kota ‘Uyainah menuju Dir’iyah.
Di kota Dir’iyah inilah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab bertemu dengan Amir Muhammad bin Su’ud sebagai pemimpin kota Dir’iyah ketika itu, yang akhirnya mereka berdua sepakat untuk menyebarkan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab, yaitu untuk memurnikan ajaran Islam dari segala bentuk syirik, bid’ah dan khurafat, serta mengembalikan kaum Muslimin kepada ajaran Islam yang benar sesuai yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah dipraktekkan oleh para sahabat. Kerjasama yang penuh berkah inilah yang merupakan cikal bakal Kerajaan Saudi Arabia yang kita kenal sekarang.[1]
Pada masa itu, negeri-negeri Islam benar-benar mengalami kemerosotan dari segala aspek, kaum Muslimin mengalami kemuduran moral dan akhlak, preaktek kesyirikan tersebar dimana-mana, berdo’a kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada pohon serta batu-batu keramat, serta praktek sihir dan perdukunan hampir merata di tengah-tengah kaum Muslimin.[2]
Dengan munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab ini di tengah Jazirah Arab, dan dibantu oleh kekuatan pedang Amir Muhammad bin Su’ud yang kemudian menyebar ke negeri-negeri Islam lainnya, maka pantaslah kalau beliau dijuluki sebagai pembaharu abad kedua belas Hijriyah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
Sesungguhnya Allah mengutus untuk ummat ini setiap satu abad seseorang yang akan menjadi pembaharu agama ini.[HR Abu Dawud,no.4291].
Seiring dengan gencarnya dakwah yang penuh berkah ini, ternyata musuh-musuh Islam tanpa henti-hentinya senantiasa menebarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan yang semuanya tanpa bukti. Diantara fitnah yang sering diletakkan kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab, yaitu tuduhan jika beliau mengkafirkan semua yang menyelisihi dakwahnya, padahal beliau sendiri mengatakan,”Adapun kedustaan dan kebohongan, seperti perkataan mereka kami mengkafirkan secara umum, dan kami mewajibkan hijrah kepada kami walaupun ia sanggup menampakkan agamanya, dan kami mengkafirkan siapa saja yang tidak mengkafirkan mereka, dan siapa yang tidak ikut berperang bersama kami, dan kebohongan-kebohongan seperti ini dan lebih daripada ini, semua ini adalah dusta dan kebohongan yang bertujuan hendak menghalangi manusia dari agama Allah dan Rasul-Nya.”[3]
Tuduhan lain yang biasa diletakkan kepada dakwah ini adalah mereka tidak mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melarang manusia bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga mereka dituduh tidak menghormati orang-orang shalih dan para wali, padahal buku-buku dan tulisan-tulisan Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab rahimahullah sangat jelas membantah hal ini. Beliau rahimahullah bahkan mengarang kitab ringkasan sirah (sejarah perjalanan hidup) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tuduhan-tuduhan seperti ini disebabkan karena beliau rahimahullah sangat menentang sikap ghuluw (berlebihan) terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah bersabda:
لاَتُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
Janganlah kalian memujiku secara berlebihan seperti berlebihannya kaum Nashrani terhadap Isa bin Maryam; karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba-Nya maka katakanlah; Hamba Allah dan Rasul-Nya.[HR Bukhari,no.3445].
Tuduhan lain yang sering disematkan kepada dakwah beliau adalah bahwa beliau tidak mengagungkan keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh tuduhan ini merupakan kebohongan besar. Bagaimana mungkin tuduhan ini ditujukan kepada beliau, sedangkan enam dari putra-putri beliau semuanya diberi nama dari keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu: Ali, Abdullah, Hasan, Husain, Ibrahim, dan Fathimah.
Beliau juga mendapat tuduhan jika dakwahnya membawakan madzhab baru, yaitu madzhab Wahhabi. Dianggapnya beliau menyelisihi para Ulama sebelumnya, padahal beliau sama sekali tidak membawa sesuatu yang baru, dan sesungguhnya beliau sangat menghormati para Ulama pendahulu beliau. Bahkan madzhab fiqh beliau adalah madzhab Hanbali yang memang sudah tersebar di daerah Najed sebelum beliau dilahirkan. Adapun dari segi aqidah, beliau mengikuti aqidah para Ulama Salaf dari kalangan sahabat, tabi’in dan imam-imam setelah mereka. Hal itu nampak sangat jelas pada karya-karya beliau yang banyak menukil dari perkataan para ulama Salaf.
Syubhat lain yang sering dilontarkan musuh dakwah beliau, ialah karena Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab berasal dari Najed, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
اَللهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ: هُنَاكَ الزّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Ya, Allah. Berkahilah pada Negeri Syam kami dan Negeri Yaman kami,” para Sahabat berkata:”Dan Najed kami,” Rasulullah berkata:”Disanalah gempa-gempa dan fitnah-fitnah, dan padanya muncul tanduk setan”. [HR al-Bukhari,no.1037]
Sebagian orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan Najed adalah tempat kelahiran beliau rahimahullah, padahal kata Najed itu artinya dataran tinggi. Dan al-Khatthabi mengatakan bahwa Najed penduduk Madinah adalah wilayah Irak dan sekitarnya yang berada disebelah timur Madinah.[4]
Penjelasan ini didukung oleh hadits ‘Umar Radhiyallahu anhu:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُشِيرُ إِلَى الْمَشْرِقِ فَقَالَ هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشيْطَانِ
Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk ke arah timur sambil berkata:”Perhatikanlah! Sesungguhnya fitnah datang dari sini, sesungguhnya fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan”. [HR al-Bukhari,no.3279].
Memang dari arah sanalah muncul banyak aliran sesat dan fitnah-fitnah. Dari arah sanalah akan muncul Dajjal pada akhir zaman. Meskipun begitu bukan berarti tidak ada kebaikan di Negeri Irak, karena terbukti kota Baghdad pernah menjadi pusat/kiblat ilmu, dan juga dari negeri ini telah lahir ulama-ulama besar. Wallahu a’lam bish-Shawab.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 7/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab ‘Unwanul Majd fi Tarikhi Najd, karya Usman Basyir, dan kitab Tarikh Najd, karya Hushain Ghannam.
[2]. Lihat tesis S3 Syaikh Shalih bin Abdullah bin Abdurrahman al-Abud tentang Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab dan pengaruhnya di dunia Islam.
[3]. Fathul Bari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar