Imam Malik –rahimahullah- (w 179) berkata, “Orang yang mencela sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki tempat dalam Islam.” (Sunnah, Al Khallal, 1/493)
Beliau juga pernah ditanya bagaimana
menyikapi orang-orang rafidhah, maka ia menjawab, “Jangan berbicara
kepada mereka dan jangan bersikap manis, karena mereka semua pendusta.” (Minhaj Sunnah, 1/61)
Al Qadhi Abu Yusuf –rahimahullah- (w 182) berkata, “Saya tidak shalat dibelakang seorang Jahmi, Rafidhi (penganut syi’ah rafidhah) dan qadari (penganut qadariyyah).” (Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah, 4/733)
Imam Syafi’i –rahimahullah- (w 204) berkata, “Aku
tidak pernah melihat seorang pun dari kalangan pengekor hawa nafsu yang
paling berdusta dalam pengakuan dan paling palsu dalam kesaksian
melebihi orang-orang rafidah.” (Ibnu Bathah dalam Al Ibanah Al Kubra, 2/545)
Muhammad bin Yususf Al Faryabi –rahimahullah- (w 212) berkata, “Saya tidak memandang orang-orang rafidhah dan jahmiyah melainkan kezindikan (kufur).” (Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah, 8/1457)
Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- (w 241) ketika ditanya oleh anak beliau Abdullah bin Ahmad perihal orang yang mencela seorang sahabat Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berkata, “Aku tidak memandangnya berada diatas Islam.” (Sunnah, Al Khallal, 1/493)
Imam Bukhari –rahimahullah- (w 256) berkata, “Aku shalat dibelakang seorang jahmi atau rafidhy sama dengan
shalat dibelakang yahudi atau nasrani. Tidak boleh mengucapkan salam
kepada mereka, membantu mereka, menikah, memberi kesaksian dan memakan
sembelihan-sembelihan mereka.” (Khalq af’aal Al Ibaad, hal. 125)
Abu Bakar Ibnul Arabi
–rahimahullah- (w 543) berkata, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
merasa ridha dengan para sahabat Nabi Musa dan Nabi Isa. Orang-orang
rafidhah pun tidak merasa ridha dengan para sahabat Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mereka menghukumi bahwa para
sahabat Nabi itu telah bersepakat dalam kekufuran dan kebatilan.” (Al
‘Awashim wal Qawashim, hal. 192)
Ibnul Jauzi –rahimahullah-
(w 597) berkata, “Sikap berlebihan orang-orang rafidhah dalam mencintai
Ali radhiyallahu ‘anhu telah membuat mereka mengarang hadis-hadis palsu
yang sangat banyak tentang keutamaan Ali, yang kebanyakannya malah menjelekkan Ali.
Mereka juga memiliki madzhab-madzhab dalam fikih yang dibuat-buat,
khurafat-khurafat yang menyelisihi ijma dalam banyak permasalahan …
Keburukan-keburukan rafidhah tidak terhitung jumlahnya.” (Talbis Iblis,
hal. 136-137)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
–rahimahullah- (w 728) berkata, “Allah mengetahui, dan cukuplah Allah
yang Mahamengetahui, tidak adalah dalam seluruh kelompok yang
menisbatkan kepada Islam dengan kebid’ahan dan kesesatan yang lebih
parah dari mereka (orang-orang syi’ah rafidhah), tidak adalah yang lebih
bodoh, lebih pendusta, lebih zalim, lebih dekat kepada kekufuran,
kefasikan dan kemaksiatan, serta lebih jauh dari hakikat iman melebihi
mereka (orang-orang syi’ah rafidah).” (Minhaj Sunnah, 1/160)
Beliau juga berkata, “Mereka orang-orang
rafidah itu, jika tidak munafik, maka bodoh. Tidak ada orang jahmiyah
dan tidak ada orang rafidhah kecuali ia itu munafik atau bodoh dengan
ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada satu pun dari
mereka yang alim tentang ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Minhaj Sunnah, 1/161)
Ibnul Qayyim
–rahimahullah- (w 751) berkata, “Orang-orang rafidah mengeluarkan
kekufuran, celaan terhadap para tokoh sahabat, golongan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para pembela dan penolongnya dibalik nama
cinta terhadap ahli bait, fanatisme dan loyalitas terhadap mereka.”
(Ighastatul Lahfaan, 2/75)
Ibnu Katsir
–rahimahullah- (w 774) berkata, “Akan tetapi mereka itu (orang-orang
syi’ah rafidhah) adalah kelompok yang sesat, golongan yang rendah,
mereka berpegang kepada dalil-dalil yang mutasyabih (samar) dan
meninggalkan perkara-perkara yang muhkamah (jelas) disisi para ulama
Islam.” (Al Bidayah wa An Nihayah, 5/251)
Komisi Tetap Untuk Fatwa dan Riset
Kerajaan Saudi Arabia ditanya tentang akidah Syi’ah, mereka menjawab,
“Aliran Syi’ah imamiyyah itsna asyriyyah adalah madzhab bid’ah dalam
Islam, pokoknya dan juga cabangnya.”
Dalam fatwa yang lain, “Sesungguhnya
Syi’ah Imamiyyah itsna ‘asyriyyah telah menukilkan dalam buku-buku
mereka dari tokoh-tokoh mereka bahwa Alquran yang dikumpulkan oleh
Utsman bin ‘Affan –radhiyallahu anhu melalui para penghapal Alquran di
kalangan para sahabat itu terjadi perubahan dengan tambahan dan
pengurangan serta penggantian sebagian kata dan kalimatnya, begitu pula
dengan penghapusan sebagian ayat dan surat. Hal itu terdapat dalam kitab
“Fashlul Khithab fii Tahriif Kitab Rabbil Arbaab” yang ditulis oleh
Husain bin Muhammad Taqiyyun Nuri Ath Thabrasi tentang perubahan
Alquran. Begitu juga dalam buku-buku yang lain yang ditulis untuk
membela rafidah dan mendukung aliran mereka seperti “Minhaj Al Karamah”
karya Ibnul Muthahhir.
Mereka juga berpaling dari kitab-kitab
sunnah yang shahih seperti shahih Bukhari dan Muslim. Mereka tidak
menganggapnya sebagai rujukan dalam berdalil atas hukum-hukum, baik
dalam masalah akidah atau pun fikih. Mereka juga tidak memakainya dalam
menafsirkan dan menjelaskan Alquran …” (1/268 fatwa no. 9420)
[Diringkas dari artikel www.dd-sunnah.net berjudul “Maa Qaalahu al Ulamaa` fii Diini asy Syii’ah al Mujrimiin”]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar