Selasa, 29 April 2014

Salah Paham tentang Thaghut


Allah ta’ala berfirman :
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا
“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus” [QS. Al-Baqarah : 256].
(Sebagian) orang-orang takfiriy (= gemar mengkafirkan orang) seringkali menggunakan ayat di atas dan ayat-ayat semisal untuk menstigma orang-orang tertentu sebagai thaaghuut. Dan anggapan mereka, semua hal yang disebut thaaghuut oleh para ulama adalah kafir. Atau kongkrit yang akan diangkat dalam artikel ini : Ketika para ulama menjelaskan salah jenis thaaghuut adalah penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka penguasa itu statusnya kafir karena thaaghuut itu berstatus kafir.
Ini adalah kekeliruan deduksi berat yang banyak menjangkiti orang-orang takfiriy.

Benarkah setiap hal yang dinisbatkan kepada thaaghuut itu dihukumi kafir ?
Untuk menjawabnya, kita akan bahas lebih dahulu, apa sebenarnya thaaghuut itu ?. Para ulama mempunyai ragam perkataan sebagaimana disebutkan di bawah :
Ia bisa berupa berhala/patung yang disembah, sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، أَخْبَرَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَضْطَرِبَ أَلَيَاتُ نِسَاءِ دَوْسٍ عَلَى ذِي الْخَلَصَةِ "، وَذُو الْخَلَصَةِ: طَاغِيَةُ دَوْسٍ الَّتِي كَانُوا يَعْبُدُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah berkata Sa’iid bin Al-Musayyib : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak akan tegak hari kiamat hingga pantat-pantat wanita suku Daus berjoget di Dzul-Khalashah”. Dzul-Khulashah adalah thaaghuut (berhala) suku Daus yang mereka sembah pada masa Jaahiliyyah [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7116].
Ia bisa berupa syaithaan, sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنْ وَكِيعٍ، عَنْ زَكَرِيَّا، عَنِ الشَّعْبِيِّ: "الطَّاغُوتِ: الشَّيْطَانُ "
Telah menceritakan kepada kami Abu bakr, dari Wakii’, dari Zakariyyaa, dari Asy-Sya’biy : “Thaaghuut, yaitu syaithaan” [Ghariibul-Hadiits oleh Abu Ishaaq Al-Harbiy, 2/643; shahih].
Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata :
وقال ابن قتيبة : كل معبود ؛ من حجر أو صورة أو شيطان : فهو جبتٌ وطاغوتٌ . وكذلك حكى الزجاج عن أهل اللغة
“Ibnu Qutaibah berkata : ‘Segala sesuatu yang disembah baik berupa batu, patung, ataupun syaithaan, maka ia adalah jibt dan thaaghuut’. Dan begitulah yang dihikayatkan oleh Az-Zujaaj dari para pakar bahasa” [Nuzhatul-A’yun An-Nawaadhir, hal. 410].
Ia bisa berupa dukun, sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدٍ: "الطَّاغُوتِ: الْكَاهِنُ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami Ghundar, dari Syu’bah, dari Abu Bisyr, dari Sa’iid : “Thaaghuut, yaitu dukun” [idem; shahih].
Ia bisa berupa tukang sihir, sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الأَعْلَى، قَالَ: ثنا دَاوُدُ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، أَنَّهُ قَالَ: " الطَّاغُوتُ: السَّاحِرُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-A’laa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Daawud, dari Abul-‘Aaliyyah, bahwasannya ia berkata : “Thaaghuut, yaitu tukang sihir” [Tafsir Ath-Thabariy, 4/557; shahih].[1]
Atau berupa segala sesuatu yang disembah selain Allah, sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، ثنا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى، ثنا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: قَالَ لِي مَالِكٌ " الطَّاغُوتُ: مَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah : Telah menceritakan kepada kami Yuunus bin ‘Abdil-A’laa : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Maalik pernah berkata kepadaku : “Thaaghuut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah” [Tafsir Ibni Abi Haatim, no. 2622; shahih].
Beberapa ulama memutlakkannya dengan semua orang yang menyeru kepada kesesatan, sebagaimana perkataan Al-Qurthubiy rahimahullah :
{وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ} أي اتركوا كل معبود دون الله كالشيطان والكاهن والصنم، وكل من دعا إلى الضلال
“Ayat : dan jauhilah thaaghuut’, maknanya : tinggalkanlah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah, seperti syaithaan, dukun, berhala, dan semua yang menyeru kepada kesesatan” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 10/103].
Atau memutlakkannya pada setiap pemimpin kesesatan :
Ibnul-Mandhur rahimahullah berkata :
الطاغوتُ ما عُبِدَ من دون الله عز وجل وكلُّ رأْسٍ في الضلالِ طاغوتٌ وقيل الطاغوتُ الأَصْنامُ وقيل الشيطانُ وقيل الكَهَنةُ وقيل مَرَدةُ أَهل الكتاب
Thaaghuut adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah ‘azza wa jalla.  Dan segala pemimpin kesesatan adalah thaaghuut. Dikatakan, thaaghuut adalah berhala-berhala. Dikatakan pula : syaithaan dan dukun” [Lisaanul-‘Arab, hal. 2722 – materi kata طوغ].
Al-Fairuz Aabaadiy rahimahullah berkata :
والطاغوت : اللات , والعزى , والكاهن , والشيطان , وكل رأس ضلال , والأصنام ، وما عبد من دون الله , ومردة أهل الكتاب
“Dan thaaghuut adalah Laata, ‘Uzza, dukun, syaithaan, semua pemimpin kesesatan, berhala, sesuatu yang diibadahi selain Allah, dan orang-orang durhaka dari Ahlul-Kitaab” [Al-Qaamuus Al-Muhiith, 4/400].
Atau memutlakkannya pada setiap orang yang memalingkan dari jalan kebaikan/kebenaran.
Ar-Raaghib Al-Asfahaaniy rahimahullah sebagaimana dinukil dalam Taajul-‘Aarus berkata :
ويُرَادُ بهِ السّاحِرُ والماردُ منَ الجنِّ والصّارِفُ عنْ طَرِيقِ الخَيْرِ
“Dan yang dimaksudkan dengannya adalah tukang sihir, pentolan jin yang durhaka, dan orang yang memalingkan dari jalan kebaikan” [Taajul-‘Aarus, 1/5685].
Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah berkata :
وعلماءُ السوءِ الذين يدعون إلى الضلال والكفر أو يدعون إلى البدع أو إلى تحليل ما حرم الله أو تحريم ما أحل الله : طواغيتٌ
“Dan ‘ulama suu’ (yang jelek) yang mengajak kepada kesesatan dan kekufuran, atau mengajak kepada kebid’ahan, atau mengajak kepada menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka mereka disebut thaaghuut” [Syarh Tsalaatsatil-Ushuul, hal. 151].
Bahkan, thaaghuut itu mencakup orang yang memakan uang suap dan beramal tanpa ilmu, sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahullah :
والطواغيت كثيرة , والمتبين لنا منهم خمسة : أولهم الشيطان وحاكم الجور وآكل الرشوة ومن عُبدَ فرضيَ والعامل بغير علم
Thaaghuut itu banyak jenisnya, dan yang telah kami jelaskan di antaranya ada lima, yaitu : syaithaan, hakim yang curang, pemakan risywah (uang sogok), orang yang diibadahi (selain Allah) dan ia ridlaa, serta orang yang beramal tanpa ilmu” [Ad-Durarus-Saniyyah, 1/137].
Mencakup juga dinar dan dirham, sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
وهو اسمُ جنسٍ يدخل فيه : الشيطان والوثن والكهان والدرهم والدينار وغير ذلك
“Ia (thaaghuut) merupakan isim jenis yang masuk padanya : syaithaan, berhala, dukun, dirham, dinar, dan yang lainnya” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 16/565].
Mencakup pula orang yang merubah hukum Allah dan/atau tidak berhukum dengan hukum Allah, sebagaimana perkataan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahullah yang lain :
والطاغوت عام، فكل ما عُبد من دون الله، ورضي بالعبادة من معبود أو متبوع أو مطاع في غير طاعة الله ورسوله، فهو طاغوت.
والطواغيت كثيرة ورؤوسهم خمسة:
(الأول): الشيطان الداعي إلى عبادة غير الله، والدليل قوله تعالى:{أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ}.
( الثاني ): الحاكم الجائر المغير لأحكام الله تعالى، والدليل قوله تعالى:{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً}.
( الثالث ): الذي يحكم بغير ما أنزل الله، والدليل قوله تعالى:{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}...
( الرابع ): الذي يدعي علم الغيب من دون الله، والدليل قوله تعالى:{عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً}. وقال تعالى:{وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}.
( الخامس ): الذي يعبد من دون الله وهو راض بالعبادة، والدليل قوله تعالى:{وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ}.
Thaaghuut itu banyak macamnya, dan biang-biangnya ada lima, yaitu : Pertama, syaithaan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaithaan? Sesungguhnya syaithaan itu adalah musuh yang nyata bagimu’. (QS. Yasin : 60). Kedua, penguasa lalim yang merubah hukum-hukum Allah ta’ala, dan dalilnya adalah firman-Nya ta’ala : ‘Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya’ (QS. An-Nisaa’ : 60). Ketiga, orang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah, dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir’ (QS. Al-Maaidah : 44). Keempat, orang yang mengklaim mengetahui hal yang ghaib, padahal itu adalah hak khusus Allah; dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘(Dia adalah Rabb) yang mengetahui hal ghoib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghoib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhoi-Nya, maka sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya’ (QS. Al-Jin : 26-27); dan firman-Nya : ‘Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)’ (QS. Al-An’aam : 59). Kelima, segala sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia rela dengan penyembahan tersebut. Adapun dalilnya adalah firman Allah ta’ala : ‘Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan, 'Sesungguhnya Aku adalah Tuhan selain daripada Allah', maka orang itu kami beri balasan dengan Jahannam, demikian kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim (QS. Al-Anbiyaa’ : 29)” [Majmuu’ Rasaail fit-Tauhiid wal-Iimaan, hal. 377-378].
والطواغيت كثيرة، ورؤوسهم خمسة: إبليس لعنه الله، ومن عبد وهو راض، ومن دعا الناس إلى عبادة نفسه، ومن ادعى شيئا من علم الغيب، ومن حكم بغير ما أنزل الله
Thaaghuut itu banyak macamnya, dan biangnya ada lima : (1) Iblis la’natullah, (2) orang yang diibadahi selain Allah dan ia ridlaa kepadanya, (3) orang yang menyeru manusia untuk meng-ibadahi dirinya, (4) orang yang mengklaim mengetahui ilmu ghaib, dan (5) orang yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah” [Tsalaatsatul-Ushuul, hal. 195].
Ibnu Katsiir rahimahullah ketika menafsirkan ayat :
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا
“Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” [QS. An-Nisaa’ : 60].
beliau berkata :
والآية أعم من ذلك كله، فإنها ذامة لمن عدل عن الكتاب والسنة، وتحاكموا إلى ما سواهما من الباطل، وهو المراد بالطاغوت هاهنا
“Dan ayat tersebut lebih umum maknanya dari semua yang disebutkan itu, karena ia merupakan celaan bagi orang yang menyimpang dari Al-Qur’am dan As-Sunnah, dan mereka berhukum kepada selain keduanya, yaitu kepada kebathilan. Itulah yang dimaksudkan dengan thaaghuut pada ayat ini” [Tafsir Ibni Katsiir, 2/346].
Abu Ja’far Ath-Thabariy rahimahullah mencoba merangkum pendefinisian thaaghuut : :
والصواب من القول عندي في"الطاغوت"، أنه كل ذي طغيان على الله، فعبد من دونه، إما بقهر منه لمن عبده، وإما بطاعة ممن عبده له، وإنسانا كان ذلك المعبود، أو شيطانا، أو وثنا، أو صنما، أو كائنا ما كان من شيء
“Dan yang benar menurutku tentang perkataan thaaghuut, bahwasannya ia adalah segala sesuatu yang melampaui batas terhadap Allah, lalu diibadahi selain dari-Nya, baik dengan adanya paksaan kepada orang yang beribadah kepadanya, atau dengan ketaatan orang yang beribadah kepadanya. Sesuatu yang diibadahi itu bisa berupa manusia, syaithaan, berhala, patung, atau yang lainnya” [Tafsir Ath-Thabariy, 5/419].
Dan kemudian Ibnul-Qayyim rahimahullah memberikan definisi yang lebih mencakup dengan perkataannya :
والطاغوت كل ما تجاوز به العبد حده من معبود و متبوع أو مطاع فطاغوت كل قوم من يتحاكمون إليه غير الله ورسوله أو يعبدونه من دون الله أو يتبعونه على غير بصيرة من الله أو يطيعونه فيما لا يعلمون أنه طاعة الله
Thaaghuut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas; baik sesuatu itu dari hal yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Maka thaaghuut itu setiap kaum yang berhukum kepadanya selain dari Allah dan Rasul-Nya, atau mereka menyembah selain dari Allah, atau mereka mengikutinya tanpa adanya pentunjuk dari Allah, atau mereka mentaatinya terhadap segala sesuatu yang tidak mereka ketahui bahwasannya hal itu merupakan ketaatan kepada Allah” [I’laamul-Muwaqqi’iin, 1/50].
Rekan-rekan,… dari sini kita dapat tahu kekeliruan orang-orang takfiriy itu. Tidak semua yang disebut thaaghuut itu adalah kafir. Benar, bahwasannya syaithaan, dukun, dan tukang sihir itu kafir, karena dalil-dalil secara jelas menunjukkan akan kekafirannya. Tapi apakah patung itu juga dihukumi kafir ?. Jawabannya : Tentu tidak, karena ia adalah benda mati yang tidak bisa disifati dengan kekufuran, sebagaimana tidak bisa disifati dengan lawannya (iman dan Islam). Hal yang sama dengan dinar dan dirham – yang menjadi thaaghuut bagi orang yang tamak kepadanya - .
Begitu juga dengan pemakan suap. Walaupun ia termasuk pelaku dosa besar[2], namun memakan suap bukanlah jenis dosa yang secara asal menyebabkan pelakunya terjerembab dalam kekafiran (akbar) berdasarkan kesepakatan Ahlus-Sunnah.[3]
Begitu juga dengan ulama suu’ dan mubtadi’ atau ahlul-bid’ah yang menyeru kepada kesesatan. Mereka tidak bisa dimutlakkan kafir, karena para Ahlus-Sunnah telah memerincinya, apakah bid’ah yang didakwakannya itu merupakan bid’ah mukaffirah atau ghairu mukaffirah.[4]
Begitu juga dengan penguasa dhaalim, ia tidak bisa dimutlakkan dengan kekafiran. Rasulullah shallallaallhu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang kemunculan atsarah :
إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِيْ أَثَرَةً فَاصْبِرُوْا حَتَّى تَلْقَوْنِيْ عَلَى الْحَوْضِ
Sesungguhnya kalian nanti akan menemui atsarah (yaitu : pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat – Abu Al-Jauzaa’). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di haudl”  [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7057 dan Muslim no. 1845].[5]
Perintah bersabar (dan larangan keluar dari ketaatan) merupakan nash bahwa atsarah-atsarah tersebut tidaklah dihukumi kafir (murtad).
dan yang lainnya….
Jika demikian,…. maka pensifatan thaaghuut kepada orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah pun demikian, yaitu tidak bisa dimutlakkan kepada kekafiran, karena ia membutuhkan perincian sebagaimana dimaklumi di kalangan Ahlus-Sunnah. Telah berlalu beberapa artikel di Blog ini yang membahasnya.[6]
Ringkas kata, kekafiran thaaghuut itu harus dikembalikan setiap jenisnya dan dalil yang menopangnya. Barangsiapa yang dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi kita menghukuminya kafir; namun sebaliknya, barangsiapa yang tidak dikafirkan Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh seorangpun yang menghukuminya kafir. Kekafiran bukan semata-mata pensifatan thaaghuut pada sesuatu.
Jangan Anda terpedaya dengan sebagian omongan mereka yang dikit-dikit bicara thaaghuut, lalu ujungnya : kafir.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yk].


[1]     Namun dalam riwayat lain dengan sanad sama dari ‘Abdul-A’laa disebutkan :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى، عَنْ دَاوُدَ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ: " الطَّاغُوتِ: الشَّاعِرُ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-A’laa, dari Daawud, dari Abul-‘Aaliyyah, ia berkata : “Thaaghuut, yaitu penyair” [Ghariibul-Hadiits oleh Abu Ishaaq Al-Harbiy, 2/643; shahih].
Kemungkinan, ada tashhiif dalam riwayat ini, wallaahu a’lam.
[2]     Sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ ". قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al-‘Aqadiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, dari pamannya (jalur ibu) Al-Haarits bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu Salamah, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memberikan uang suap dan orang yang menerima uang suap” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1337, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih].
[3]     Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
اتَّفق أهل السنة والجماعة – وهم أهل الفقه والأثر – على أنَّ أحداً لا يُخرجه ذنبُه – وإن عظُمَ – من الإسلام
“Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah – dan mereka adalah ahlul-fiqh wal-atsar - telah bersepakat bahwasannya seseorang tidaklah dikeluarkan dari wilayah Islam akibat dosa yang dilakukannya – meskipun itu dosa besar – “ [At-Tamhiid, 16/315].
[4]     Telah berkata Asy-Syaikh Haafidh Al-Hakamiy dalam kitabnya Ma’aarijul-Qabuul (2/503-504) :
ثم البدع بحسب إخلالها بالدين قسمان:
 مكفرة لمنتحلها.
 وغير مكفرة.
فضابط البدعة المكفرة : من أنكر أمرا مجمعا عليه ، متواترا من الشرع ، معلوما من الدين بالضرورة ، من جحود مفروض ، أو فرض مالم بفرض ، أو إحلال محرم ، أو تحريم حلال ،أو اعتقاد ماينزه الله ورسوله وكاتبه عنه...
والبدعة غير المكفرة: هي مالم يلزم منه تكذيب بالكتاب ، ولابشىء مما أرسل به، ثم مثل لذلك فقال: مثل بدع المروانية، أي – بدع حكام الدولة من بني مروان التي أنكرها عليهم فضلاء الصحابة ، ولم يقروهم عليها- ومع ذلك لم يكفروهم بشىء منها، ولم ينزعوا يدا من بيعتهم لأجلها، كتأخير بعض الصوات عن وقتها ، وتقديمهم الخطبة قبل صلاة العيد...
“Kemudian bid’ah sesuai dengan pengrusakannya terhadap agama dibagi menjadi dua :
a. Mengkafirkan pelakunya
b. Tidak mengkafirkan pelakunya.
Batasan bid’ah yang mengkafirkan pelakunya adalah bila seseorang mengingkari perkara-perkara yang telah disepakati, mutawatir dalam syari’at, diketahui secara pasti termasuk bagian dari agama, mengingkari kewajiban atau mewajibabkan perkara yang tidak wajib, menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, atau meyakini sesuatu yang telah dibersihkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta kitab-Nya.
Sedangkan bid’ah yang tidak mengkafirkan pelakunya adalah bid’ah yang tidak menjadikan seseorang mendustakan Kitab atau sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Seperti bid’ah Marwaniyyah, yaitu bid’ah-bid’ah yang diada-adakan oleh pemerintah Bani Marwan yang diingkari oleh tokoh-tokoh shahabat. Meskipun demikian, para shahabat tidak mengkafirkan mereka dengan sebab bid’ah tersebut, dan juga tidak mencabut bai’at dari mereka akibat bid’ah tadi. Misalnya : bid’ah mengakhirkan waktu shalat dan mendahulukan khutbah sebelum shalat ‘Ied” [selesai].
Selengkapnya, silakan baca : Hukum Mubtadi’ (حكم المبتدع)
[5]     An-Nawawi rahimahullah berkata :
فيه الحث على السمع والطاعة وإن كان المتولي ظالماً عسوفاً، فيعطي حقه من الطاعة، ولا يخرج عليه، ولا يخلع، بل يتضرع إلي الله – تعالي – في كشف أذاه، ودفع شره، وإصلاحه
“Di dalam (hadits) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang yang dhalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan (perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah) dengan sungguh-sungguh lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala supaya Dia menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah memperbaikinya (kembali taat kepada Allah meninggalkan kedhalimannya)” [Syarh Shahih Muslim lin-Nawawi, 12/232].
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar