Jumat, 30 Mei 2014

Nasehat Syaikh Muqbil Al-Waadi’i Untuk Ahlussunnah


ان يتباعدوا عن اسباب الفرقة واﻻختلاف فعقيدة اهل السنة واحدة واتجاههم واحد ليس هناك مسوغ للفرقة والاختلاف اﻻ الجهل والبغي والشيطان و في “صحيح مسلم”: ان الشيطان قد ايس ان يعبده المصلون في جزيرة العرب ولكن في التحريش بينهم
Hendaknya mereka Ahlussunnah menjauhi sebab-sebab perpecahan dan perselisihan, karena aqidah Ahlussunnah itu satu, dan arah pandangan mereka juga satu. Maka tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berpecah dan berselisih, kecuali karena disebabkan kejahilan, kedengkian dan ajakan syaithan.




Dalam “Shahih Muslim” disebutkan, “Sesungguhnya syaithan telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang menegakkan shalat di jazirah arabia, akan tetapi syaithan tidak berputus asa untuk membuat perpecahan di antara mereka.”



والخلاف شر كما قال عبدالله بن مسعود رضي الله عنه  عندما صلى عثمان رضي الله عنه بمنى بالنالس اربعا فاسترجع عبدالله رضي الله عنه ثم قال: “صليت مع رسول الله صلى الله عليه و على اله وسلم ركعتين ومع ابي بكر ركعتين ومع عمر ركعتين  فياليت لي ركعتين مقبولتين فقيل له اﻻ صليت ركعتين؟ قال: الخلاف شر” رواه البخاري ومسلم  
Dan berselisih itu adalah kejelekan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuketika ‘Utsmaan radhiyallahu ‘anhushalat di Mina mengimami manusia dengan empat raka’at, maka Ibnu Mas’ud menyatakan, “Innalillaahi wa inna ilaihi raaji`uun.” 




Kemudian beliau menyatakan, “Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sebanyak dua raka’at, dan bersama Abu Bakr sebanyak dua rakaat, dan bersama ‘Umar juga sebanyak dua raka’at (mengqasharnya), maka alangkah baiknya bila aku menjalankan dua rakaat yang diterima oleh Allah.” Maka pada saat itu ada yang mengatakan kepada beliau, “Tidakkah engkau shalat dua raka’at saja?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Berselisih itu adalah kejelekan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]




Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Dahulu para shahabat Nabi bila singgah di suatu tempat, ‘Umar mengatakan, dahulu apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam singgah di suatu tempat, mereka para shahabat duduk berpencar di lembah-lembah dan tempat-tempat yang dekat dengan sumber air, Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallambersabda:



“Sesungguhnya terpencarnya duduk kalian di lembah-lembah ini adalah dari syaithan.” Maka setelah itu mereka tidak pernah lagi singgah di suatu lembah kecuali duduk berkumpul antara satu dengan yang lainnya. Sampai ada yang mengatakan, “Seandainya dibentangkan satu lembar kain saja, niscaya itu akan mencukupi tempat duduk mereka.”



Maka alhamdulillah kalian wahai Ahlussunnah tidak seperti kaum Syi’ah Rafidhah yang saling mengkafirkan di antara mereka, demikian pula kalian tidak seperti tokoh-tokoh kaum Mu’tazilah yang saling mengkafirkan satu dengan lainnya, sebagaimana yang diterangkan dalam kitab “Al-Milal wan Nihal”. Adapun Ahlussunnah, alhamdulillah mayoritas perselisihan yang terjadi di antara mereka itu ialah di seputar pemahaman terhadap hadits-hadits yang menerangkan perkara ibadah yang telah diriwayatkan dengan berbagai macam riwayat, atau perbedaan pendapat di seputar tash-hih (penshahihan) dan tadh’if (pendha’ifan) terhadap hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam [1] dan atau sebab-sebab perselisihan lainnya sebagaimana yang telah disebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. [2]




Wahai Ahlussunnah, kalian telah mengetahui bahwa musuh-musuh kalian amat gembira bila musibah menimpa kalian, sedangkan musuh-musuh Islam tidaklah merasa takut kecuali kepada kalian. Sehingga mereka sangat berambisi untuk membuat perpecahan di antara kalian dengan cara apapun.
Sesungguhnya menjadi kewajiban atas Ahlussunnah untuk menyiapkan diri-diri mereka guna memecahkan berbagai problem yang sedang mengepung dunia Islam secara keseluruhan. Sedangkan mereka dalam masalah ini adalah sebagai ahlinya dan pihak yang paling pantas untuk menjalankannya. Karena Allah telah menganugerahkan kepada mereka pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah.




Sesungguhnya Ahlussunnah itu mayoritas di dunia Islam. Akan tetapi karena keberadaan mereka terpisah-pisah dan berbeda-bedanya negeri mereka serta tidak saling tahu antara satu dengan lainnya menyebabkan mereka larut dalam berbagai perkumpulan masyarakat. Kita berharap agar Allah ta`ala memberikan taufiq kepada orang-orang yang memperjuangkan dakwah kepada sunnah, sehingga mencari tahu keadaan Ahlussunnah dan menebarkan berita tentang keberadaan serta kondisi mereka. Semoga Allah menyatukan berbagai kekuatan mereka.



Diringkas dari kutaib “Nashiihati li Ahlissunnah” karya Syaikh Muqbil bin Haadi Al-Waadi’i rahimahullah.



Fikri Abul Hasan
————————————-
Footnote:



1. Meskipun kaidah-kaidah dalam tash-hih maupun tadh’if terhadap suatu hadits telah disepakati oleh para Ulama, namun masih terbuka pintu ijtihad di antara mereka dalam menilai kualitas hadits.


2. Sebagaimana diuraikan dalam kitab beliau yang berjudul “Raf’ul Malam ‘an A’immatil A’lam”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar