Rabu, 28 Mei 2014

Kisah Fatimah dan Daging Anjing

Ajaran Islam bisa saja asing di tengah-tengah umat Islam itu sendiri. Ada yang bahkan tidak tahu haramnya sesuatu yang sudah dipahami haramnya oleh kaum muslimin lainnya. Semacam dalam hal daging anjing yang kebanyakan kaum muslimin sudah memahami keharamannya. Namun kisah Fathimah yang berada di salah satu dusun di Gunungkidul berikut sangat memprihatikankan.



Haramnya Anjing


Mengenai haramnya daging anjing sudah teramat jelas diterangkan dalam dalil-dalil berikut ini.


1- Hadits yang menerangkan larangan memakan binatang yang bertaring dan taringnya digunakan untuk memangsa binatangnya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)


Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)


Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,


نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)


Imam Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Syarh Muslim,

قَالَ أَصْحَابنَا : الْمُرَاد بِذِي النَّاب مَا يُتَقَوَّى بِهِ وَيُصْطَاد
“Yang dimaksud dengan memiliki taring adalah –menurut ulama Syafi’iyah-, taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).” (Syarh Shahih Muslim, 13: 83). Dari definisi ini, anjing berarti termasuk dari hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi.


2- Anjing termasuk hewan fasik yang boleh dibunuh ketika sedang ihram.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)


Imam Nawawi menjelaskan pula, “Makna fasik dalam bahasa Arab adalah al khuruj (keluar). Seseorang disebut fasik apabila ia keluar dari perintah dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Lantas hewan-hewan ini disebut fasik karena keluarnya mereka hanya untuk mengganggu dan membuat kerusakan di jalan yang biasa dilalui hewan-hewan tunggangan. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa hewan-hewan ini disebut fasik karena mereka keluar dari hewan-hewan yang diharamkan untuk dibunuh di tanah haram dan ketika ihram.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 114).


Sedangkan yang dimaksud dengan “kalb aqur” sebenarnya bukan maksudnya untuk anjing semata, inilah yang dikatakan oleh mayoritas ulama. Namun sebenarnya kalb aqur yang dimaksudkan adalah setiap hewan yang pemangsa (penerkam) seperti binatang buas, macan, serigala, singa, dan lainnya. Inilah yang dikatakan oleh Zaid bin Aslam, Sufyan Ats Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan selainnya. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 114-115.





3- Upah jual beli anjing adalah upah yang haram, sehingga anjing haram untuk dimakan.
Dari Abu Mas’ud Al Anshori, beliau berkata,


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari upah jual beli anjing, upah pelacur dan upah tukang ramal.” (HR. Bukhari no. 2237)



Dari Abu Az Zubair, ia berkata bahwa ia mengatakan pada Jabir bin ‘Abdillah mengenai upah jual beli anjing dan kucing. Jabir lantas menjawab,


زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari upah jual beli anjing dan kucing.” (HR. Muslim no. 1569)



Perlu ingat pula kaedah, “Jika Allah melarang memakan sesuatu, maka pasti upah hasil jual belinya haram.”


Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
Sungguh jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk mengkonsumsi sesuatu, Allah pun melarang upah hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud no. 3488 dan Ahmad 1: 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Dari sini jelaslah pula haramnya jual beli anjing karena anjing itu haram untuk dimakan.


Kisah Fatimah di Dusun Sumber, Saptosari, Gunungkidul



Kisah ini terjadi di Dusun Sumber, Kelurahan Planjan, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Dusun Sumber ini merupakan daerah Kristenisasi. Hanya sekitar 50% yang beragama Islam sedangkan lainnya beragama Nashrani (Kristen) dan agama lainnya. Sejak tahun 1969 telah masuk SD BOPKRI yang kita telah mengetahui bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah Kristen yang terkemuka. Di tahun 1987, Kristenisasi mulai menyerang dengan cara mengajak warga untuk masuk gereja dengan ditawari ‘Sarimi’ dan bantuan lainnya. Keistimewaan sekolah yang kami ceritakan tadi, biaya sekolah digratiskan dan bahkan para siswa mendapatkan uang saku, juga perlengkapan sekolah.



Ada salah satu kisah unik dari seorang anak di Dusun Sumber yang kami ceritakan di atas. Islam yang sudah terasa asing di dusun tersebut sampai perkara-perkara haram pun tidak diketahui. Suatu hari seorang anak yang bernama Fatimah, yang sudah kita tahu bahwa nama ini adalah nama muslim, ditanya oleh seseorang, “Nok, wes sarapan?” “Wes, sarapan guguk”, jawabannya. Yang dimaksud sarapan guguk adalah sarapan dengan menggunakan daging anjing. Innalillah, ia jawabnya pun begitu santainya sebagaimana anak yang lugu. Padahal dia anak muslim yang hidup di tengah-tengah warga Nashrani. Sampai ajaran Islam pun menjadi asing di sana. Sedangkan di luar sana, kaum muslimin sudah tahu bahwa daging anjing itu haram.



Ambil Ibroh


Inilah kisah yang bisa membuat kita mengambil pelajaran penting berikut:


1- Perlu kiranya kita serius belajar Islam, bukan hanya belajar ilmu dunia saja.



2- Belajar tadi bertujuan supaya kita menghilangkan kebodohan pada diri sendiri dan saudara kita yang lain.



3- Saatnya kita ambil peduli pada saudara-saudara kita yang terpengaruh Kristenisasi karena kehidupan mereka di tengah-tengah orang Nashrani membuat mereka menganggap biasa saja memakan daging yang jadi hobi orang Nashrani.

4- Butuhnya da’i yang mau terjun ke pedalaman atau di tengah hutan riba, bukan hanya di tengah kota. Namun siapakah yang mau rela berjuang seperti ini?! Hidup di daerah kering, misalnya dan penuh kesusahan. Cuma para pejuang yang mampu bertahan, ditambah mereka yang ditolong oleh Allah karena ikhlas dalam dakwahnya.



Di daerah lain di Gunungkidul (daerah Rongkop tepatnya), dikisahkan pula bahwa sampai-sampai ada takmir masjid yang memelihara anjing. Ia adalah ketua takmir yang mendirikan masjid. Padahal sangat jelas dalil yang menunjukkan haramnya memelihara anjing. Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda,


مَنِ اتَّخَذَ كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ صَيْدٍ أَوْ زَرْعٍ انْتَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ
Barangsiapa memanfaatkan anjing selain anjing untuk menjaga hewan ternak, anjing (pintar) untuk berburu, atau anjing yang disuruh menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qiroth” (HR. Muslim no. 1575). Kata Ath Thibiy, ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud (Fathul Bari, 3: 149).



Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,


مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِيَةٍ ، نَقَصَ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطَانِ
Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qiroth.” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574)


Semoga akan senantiasa dari umat ini yang selalu berada di atas kebenaran Islam di tengah Islam yang semakin terasing.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 10 Jumadal Akhiroh 1434 H
www.rumaysho.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar