Jumat, 30 Mei 2014

Mengatasi Perselisihan Ahlussunnah Masa Kini (Syaikh Muqbil bin Haadi)


 


Sesungguhnya berbagai perselisihan yang timbul di antara Ahlussunnah akan hilang dengan izin Allah bila memperhatikan beberapa perkara berikut:



[1]. Menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan hukum. Allah ta’alaberfirman:



فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا
“Maka bila kalian bertikai dalam satu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan Rasul-Nya bila kalian memang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu baik dan akan lebih baik lagi akibatnya.” [An-Nisa’: 59]
وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله
“Dan apa saja yang kalian perselisihkan padanya dalam satu masalah maka hukumnya dikembalikan kepada Allah.” [As-Syuraa: 10]



وإذا جاءهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم ولولا فضل الله عليكم ورحمته لاتبعتم الشيطان إلا قليلا
“Dan apabila sampai kepada mereka berita tentang keamanan ataupun ketakutan, maka merekapun menyebarkannya. Seandainya berita itu mereka laporkan kepada Rasul atau kepada Ulama di antara mereka, niscaya para Ulama itu akan mengambil kesimpulan hukum bagi mereka dari berita itu dan memberitahukan mereka dengan kesimpulannya yang benar. Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian akan mengikuti syaithan, kecuali sebahagian kecil saja. [An-Nisa: 83]



[2]. Bertanya kepada Ulama dari kalangan Ahlussunnah. Allah ta`ala berfirman:



“Maka bertanyalah kalian kepada ahlinya bila kalian tidak mengetahuinya.” [An-Nahl: 43]
Akan tetapi sebagianpenuntut ilmu merasa bangga dengan ilmu yang ada pada dirinya dan kemudian ia mendebat dengan ilmu itu siapa saja yang berbeda pendapat dengannya. Hal ini merupakan salah satu dari sekian banyak sebab terjadinya perpecahan dan perselisihan di antara mereka. Al-Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dalam “Jaami’-nya” dari Abu Umaamah, beliau menyatakan: Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallammenyatakan:




“Tidaklah sesat satu kaum setelah mereka sebelumnya mendapat petunjuk, kecuali karena ia diberi kemampuan berdebat.” Kemudian beliau membaca ayat: “Tidaklah mereka membikin permisalan bagimu kecuali mereka dalam rangka mendebat engkau. Bahkan mereka memang kaum yang suka berdebat.” [Az-Zukhruf: 58]



[3]. Menumpahkan perhatian untuk 

menuntut ilmu agama. Maka apabila engkau menyadari kekurangan-kekurangan yang ada padamu, maka sesungguhnya dirimu tidak ada apa-apanya dibanding para Ulama terdahulu seperti Al-Hafidzh Ibnu Katsir dan juga para Ulama sebelum beliau yang terkenal dalam berbagai disiplin ilmu. Maka bila engkau memperhatikan tingginya ilmu para Ulama tersebut, niscaya engkau akan sibuk dengan warisan ilmu mereka dan lalai dari mengkritik orang lain.



[4]. Melihat perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan shahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum serta para Ulama yang terkenal sepeninggal shahabat. Maka bila engkau melihat perbedaan pendapat di antara mereka, niscaya akan membawamu kepada perselisihan yang tidak menimbulkan mafsadah. Engkau pun tidak akan menuntut Ahlussunnah yang berbeda pendapat denganmu itu tunduk kepada pikiranmu. Dan engkau pun telah tahu, bila engkau menuntutnya tunduk kepada pendapatmu itu, berarti engkau telah melumpuhkan pemahamannya dan akalnya serta mengajak mereka untuk taqlid (membebek) kepadamu. Sementara taqlid itu dalam agama adalah haram. Allah ta`ala berfirman:
“Dan janganlah kalian mengikuti apa yang kalian tidak ada ilmu padanya.” [Al-Isra’: 36]



Dan dalil-dalil dalam masalah ini telah diterangkan secara gamlang dalam sebuah kitab yang berjudul “Al-Qaulul Mufiid fi Adillatil Ijtihad wat Taqlid” karya As-Syaukani.



[5]. Memperhatikan keadaan masyarakat Islam dan persoalan apa yang sedang mengepung mereka dari berbagai bahaya yang mengancam, demikian pula kenyataan mayoritas umat Islam yang jahil tentang agamanya. Maka bila engkau melihat kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat Islam, niscaya engkau akan sibuk memperhatikan mereka dan lalai dari saudaramu yang menyelisihi engkau dalam pemahamanmu itu. Dan engkaupun akhirnya akan lebih mengutamakan yang terpenting dari yang penting. Nabi shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallamketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau menyatakan kepadanya:



“Yang pertama kali kamu seru kepadanya ialah seruan kepada syahadat (persaksian) tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah.” [Muttafaqun 'alaih dari hadits Ibnu 'Abbas]



Maka sesungguhnya kita telah melihat berbagai masalah yang menjadi perbedaan pendapat Ahlussunnah masa kini, bahwa mereka tidaklah berbeda pendapat karena hawa nafsunya. Kita dapati masalah-masalah yang diperselisihkan itu mendekati tiga puluh masalah, dan kami telah membagikannya pada saudara-saudara kami Ahlussunnah untuk menelaahnya dan menyebutkan padanya insya Allah hadits-hadits tersebut dengan sanad-sanadnya. Dan para peneliti juga akan menelaah berbagai pendapat para Ulama yang menjelaskan hadits-hadits tersebut untuk memahaminya lebih lanjut. Dan bila perlu, ditelaah pula kitab-kitab para Ahli Fiqih rahimahullah guna memahami hadits-hadits tersebut. [Nashiihati li Ahlissunnah 11 – 14]



Fikri Abul Hasan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar