Selasa, 02 September 2014

Hak-Hak Ahlul-Bait Menurut Ahlus-Sunnah


Di antara hal-hak Ahlul-Bait[1] yang diakui dalam syari’at islam yang mulia di antaranya :
1.      Hak untuk dicintai.
Wajib mencintai mereka karena hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman :
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” [QS. Asy-Syuuraa : 23].

Mengenai makna ayat di atas, Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا،(إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى)، قَالَ: فَقَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: قُرْبَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ " إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَكُنْ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِلَّا وَلَهُ فِيهِ قَرَابَةٌ فَنَزَلَتْ عَلَيْهِ إِلَّا أَنْ تَصِلُوا قَرَابَةً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Syu’bah : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-Malik, dari Thaawuus, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa tentang ayat : kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. Perawi berkata : Maka Sa’iid bin Jubair berkata : “Kekeluargaan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Lalu Ibnu ‘Abbaas berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada satu pun marga di kalangan Quraisy, kecuali beliau mempunyai kekerabatan dengan mereka. Lalu ayat itu pun turun kepada beliau, yang mengkonsekuensikan agar kalian menyambung kekerabatan antara aku dan kalian” [Shahih Al-Bukhaariy no. 3497].
 عَنْ الْعَبَّاس عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : وَاللَّهِ لَا يَدْخُلُ قَلْبَ امْرِئٍ إِيمَانٌ حَتَّى يُحِبَّكُمْ لِلَّهِ وَلِقَرَابَتِي "
Dari Al-‘Abbaas, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Demi Allah, tidak akan masuk iman pada hati seseorang hingga mencintai kalian karena Allah dan karena kekerabatanku” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad 1/207 & 207-208 & 4/165 dan dalam Al-Fadlaail no. 1756-1757 & 1760, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Al-Fadlaail no. 1783 & 1792, Al-Haakim 3/332-333, Al-Fasawiy 1/499, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 2175, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 12/108-109 dan dalam Al-Musnad no. 918 dan Taariikh Al-Madiinah no. 1049, Al-Marwaziy dalam Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah 1/453 no. 470, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 12228, Abu Ja’far Al-Bakhtariy dalam Juz-nya no. 574, Al-Khathiib dalam At-Taariikh 3/259-260 & 4/596, dan Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 33/340; hasan – dishahihkan oleh Ahmad Syaakir dalam syarah-nya terhadap Musnad Ahmad].
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، عَنْ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي"
Dari Zaid bin Arqam, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2408, Ahmad 4/366-367, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Musnad no. 514, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa 7/319-320 no. 8119, ‘Abd bin Humaid no. 265, Ad-Daarimiy 4/2090-2091 no. 3359, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1551, Ibnu Khuzaimah no. 2357, Al-Baihaqiy 2/149-150 & 7/31-32 & 10/114-115, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr 10/240-241 no. 4336, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/182-184 no. 5026 & 5028, Ibnu Mandah dalam Majaalis min Aamaliy no. 75, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 88, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 14/117-118 no. 3913 dan dalam Ma’aalimut-Tanziil 1/318-319 dan Al-Anwar fii Syamaailin-Nabiy no. 257].
عَنْ عَلِيّ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَيَّ أَنْ " لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِق "
Dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berjanji kepadaku bahwasannya tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafiq” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 78, Ahmad 1/84 & 95 & 128 dan dalam Al-Fadlaail no. 948 & 961, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaid Fadlaailush-Shahaabah no. 1107, Ibnu Abi Syaibah 12/56-57, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 5022 & dalam Al-Kubraa no. 8431-8432 & 8097 & dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 50 & dalam Al-Khashaaish no. 100-102, Ibnu Maajah no. 114, At-Tirmidziy no. 3736, Ibnu Hibbaan no. 6924, Al-Bazzaar no. 560, Abu Ya’laa no. 445, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1325, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan no. 261, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 4/185, Al-Baghawiy no. 3908-3909, Ibnul-‘Arabiy dalam Al-Mu’jam 1/333-334, Ibnu Jamii’ dalam Mu’jamusy-Syuyuukh no. 187, Al-Balaadzuriy dalam Al-Ansaab 2/350, dan Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 12/509].
2.      Hak untuk mendapatkan pembelaan dan pembebasan dari segala tuduhan (yang tidak benar).
Sebagai konsekuensi dari rasa cinta adalah melakukan pembelaan dan pembebasan dari segala tuduhan, fitnah, dan berbagai celaan tak berdasar yang dialamatkan kepada Ahlul-Bait.
Seperti halnya pembelaan terhadap ‘Aaisyah atas tuduhan berbuat zina, karena Allah ta’ala telah memberikan persaksian bebasnya ‘Aaisyah atas hal itu :
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar” [QS. An-Nuur : 11].
Juga pembelaan terhadap ‘Aaisyah yang dituduh telah menjadi kafir, padahal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa ia istrinya di dunia dan di akhirat (jannah).[2]
Juga pembelaan terhadap Ahlul-Bait dari anggapan memiliki sebagian sifat Rububiyyah Allah ta’ala.[3]
Kecintaan kita terhadap Ahlul-Bait tidak lah buta sehingga membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Misalnya : Kecintaan kita tidaklah membuat kita membenarkan tuntutan Faathimah atas tanah Fadak dan menyalahkan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumaa yang menahannya. Abu Bakr melakukan hal itu hanyalah berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[4] Kecintaan kita tidak lah membuat kita membenar-benarkan tindakan sebagian ‘habaaib’ yang sering mengajak manusia untuk mengkultuskan mereka, sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pengkultusan individu.
عَنْ عُمَر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: " لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ "
Dari ‘Umar radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda : “Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana Nashara berlebih-lebihan terhadap Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah bahwa aku adalah hamba dan Rasul-Nya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3445 & 6830, Ad-Daarimiy no. 2784, Ahmad 1/23 & 1/24 & 1/47 & 1/55-56, Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya no. 413 & 414 & 6239 dan dalam Ats-Tsiqaat 2/152-153, Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal no. 535 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/291 & 5/498, Ath-Thayaalisiy no. 24, Al-Humaidiy no. 27, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 194, Abu Ya’laa no. 153, ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 9758 dan dalam At-Tafsiir no. 3642, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 1937, Ibnu Jamii’ dalam Mu’jamusy-Syuyuukh no. 111, Adz-Dzahabiy dalam Al-Mu’jamul-Mukhtash 1/41 & 1/193, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad  no. 2436 & 2674, Al-Baghawiy no. 3681, At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail no. 330, Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 968, Al-Khathiib dalam Al-Fashl no. 408, dan Abu Zur’ah Thaahir Al-Maqdisiy dalam Shafwatut-Tashawwuf no. 679].
‘Ali bin Al-Husain Zainal ‘Aabidiin rahimahullah pernah berkata :
أبو خالد الكابلي سمعت علي بن الحسين عليه السلام يقول : ان اليهود أحبوا عزيرا حتى قالوا فيه ما قالوا فلا عزير منهم ولا هم من عزيز، وأن النصارى أحبوا عيسى حتى قالوا فيه ما قالوا، فلا عيسى منهم ولاهم من عيسى. وانا على سنة من ذلك ان قوما من شيعتنا سيحبونا حتى يقولوا فينا ما قالت اليهود في عزير، وما قالت النصارى في عيسى بن مريم، فلاهم منا ولا نحن منهم.
Abu Khaalid Al-Kaabaliy : Aku mendengar ‘Aliy bin Al-Husain ‘alaihis-salaam berkata : “Sesungguhnya Yahudi mencintai ‘Uzair hingga mereka berkata tentangnya apa-apa yang telah mereka katakan.[5] Padahal. ‘Uzair bukan termasuk golongan mereka, dan mereka pun bukan termasuk pengikut ‘Uzair. Dan sesungguhnya Nashaaraa mencintai ‘Iisaa hingga mereka berkata apa-apa yang telah mereka katakan. Padahal ‘Iisaa bukan termasuk golongan mereka, dan mereka bukan termasuk pengikut ‘Iisaa. Sesungguhnya hal itu juga berlaku pada kami. Ada suatu kaum dari Syi’ah kami yang mencintai kami hingga mereka mengatakan tentang kami (seperti) apa-apa yang telah dikatakan oleh Yahudi terhadap ‘Uzair dan yang dikatakan Nasharaa terhadap ‘Iisaa bin Maryam. Maka mereka itu bukan termasuk kami, dan kami pun bukan termasuk mereka” [Rijaalul-Kasysyiy, hal 111 – referensi Syi’ah].[6]
3.      Hak untuk disampaikan shalawat dan salam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan memerintahkan kita untuk mengucapkan kepada ahlul-bait beliau. Misalnya setelah tasyahud pada waktu saat shalat :
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم أَنّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُ: " اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ "
Dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawus, dari Abu Bakr Muhammad, dari ‘Amru bin Hazm, dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : Ya Allah, berilah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya serta keturunannya sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya, serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 3103, dan dari jalannya Ahmad 5/374; shahih].
Dalam doa :
أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ فِي حَدِيثِهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَأَلْتُ زَيْدَ بْنَ خَارِجَةَ، قَالَ: أَنَا سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: " صَلُّوا عَلَيَّ وَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ وَقُولُوا: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid Al-Umawiy dalam haditsnya, dari ayahnya, dari ‘Utsmaan bin Hakiim, dari Khaalid bin Salamah, dari Muusaa bin Thalhah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Zaid bin Khaarijah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : “Bershalawatlah kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. Ucapkanlah : “Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1292; shahih].
Atau secara umum di waktu-waktu yang lain.[7]
4.      Hak mendapatkan khumus (seperlima harta ghanimah atau fai’).
Allah ta’ala berfirman :
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” [QS. Al-Hasyr : 7].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnus-sabiil…..” [QS. Al-Anfaal : 41].
حدثنا أحمد بن سنان ، ثنا عبد الرحمن بن مهدي ، ثنا سفيان ، عن قيس بن مسلم ، قال : سألت الحسن عن قوله : « ( واعلموا أنما غنمتم من شيء فأن لله خمسه وللرسول ولذي القربى ، قال : اختلف الناس بعد وفاة رسول الله صلى الله عليه وسلم في هذين السهمين ، فقال قائلون : سهم القرابة لقرابة النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال قائلون : لقرابة الخليفة » وروي عن سعيد بن جبير ، وعكرمة ، قالا : « قرابة النبي صلى الله عليه وسلم »
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sinaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Qais bin Muslim, ia berkata : Aku bertanya kepada Al-Hasan tentang firman Allah : ‘Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul’ (QS. Al-Anfaal : 41), maka ia menjawab : “Orang-orang berselisih pendapat setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang dua bagian ini. Beberapa orang berkata : ‘Bagian kekerabatan adalah untuk kerabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Sebagian lain mengatakan : ‘Untuk kerabat khaliifah”. Dan diriwayatkan dari Sa’iid bin Jubair dan ‘Ikrimah, mereka berdua berkata : “(Untuk) kerabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya 7/97; sanadnya shahih sampai Al-Hasan].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وكذلك آل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم، لهم من الحقوق ما يجب رعايتها؛ فإن الله جعل لهم حقا في الخمس والفيء، وأمر بالصلاة عليهم مع الصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم،
“Dan begitu pula keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mempunyai hak-hak yang wajib untuk dipelihara. Karena Allah ta’ala telah menjadikan bagi mereka hak (memperoleh bagian) khumus dan fai’. Dan memerintahkan mengucapkan shalawat kepada mereka bersama shalawat yang diucapkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam…” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 3/407].
Seperti yang telah kita lihat, bahwa Allah ta’ala hanya menentukan bagian khumus ini dari ghanimah dan fai’. Akan tetapi, Syi’ah mengada-adakan sendiri aturan bahwa khumus itu juga diambil dari semua jenis harta kaum muslimin.[8]
Sebagai tambahan : Ahlul-bait berhak mendapatkan khumus, akan tetapi mereka diharamkan menerima shadaqah. Hal itu dikarenakan untuk memuliakan mereka dan membersihkan mereka dari kotoran, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ، وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
“Sesungguhnya shadaqah-shadaqah ini hanyalah kotoran manusia. Ia tidak halal bagi Muhammad dan juga bagi keluarga Muhammad’ [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1072, Ahmad 4/166, Abu Daawud no. 2985, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 2609 dan dalam Al-Kubraa no. 2401, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul wal-Matsaaniy no. 438, Ibnu Khuzaimah no. 2342 & 2352, Abu ‘Awaanah no. 2605, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 2396 dan dalam Ma’rifatush-Shahaabah no. 2755, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/54-55 no. 4566, Al-Khaththaabiy dalam Ghariibul-Hadiits 2/186, Al-Qaasim bin Sallaam dalam Al-Amwaal no. 842, Ibnu Abi Syaibah dalam Taariikh Al-Madiinah no. 1051].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وأما تحريم الصدقة، فحرمها عليه وعلى أهل بيته تكميلًا لتطهيرهم ودفعًا للتهمة عنه، كما لم يورث، فلا يأخذ ورثته درهمًا ولا دينارًا،
“Adapun pengharaman shadaqah, maka ia diharamkan terhadap beliau dan ahlul-baitnya sebagai satu kesempurnaan penyucian mereka dan menolak kecurigaan terhadap beliau. Sebagaimana juga beliau tidak mewariskan sesuatu pun. Oleh karena itu, mereka tidak diperbolehkan mengambil satu dinar atau satu dirham pun” [majmuu’ Al-Fataawaa, 19/30].
5.      Hak pengakuan bahwa nasab mereka adalah nasab yang (paling) mulia.
Hal itu dikarenakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ "
“Sesungguhnya Allah telah memilih dari anak Ismaa’iil, dan telah memilih Quraisy dari (anak-anak) Kinaanah, dan telah memilih dari (anak-anak) Quraisy Bani Haasyim, dan telah memilihku dari Bani Haasyim” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2276, Ibnu Abi Syaibah 11/478, Ahmad 4/107, At-Tirmidziy no. 3605-3606, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 1499 dan dalam Al-Aahaadu wal-Matsaaniy no. 893, Al-Laalikaa’iy no. 1399, Abu Ya’laa no. 7485 & 7487, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat 1/5, Ibnu Hibbaan no. 6242 & 6333 & 6375, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 22/no. 161, Al-Haakim dalam Al-Ma’rifah 1/161, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 6/363 & 7/132 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/165-166 dan dalam Syu’abul-Iimaan no. 1391, Al-Jurjaaniy dalam Al-Amaaliy no. 247, Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathil no. 161, Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah 1/38-39 no. 27, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 3613 dan dalam Ma’aalimut-Tanziil no. 1390, Al-Khathiib dalam At-Taariikh 13/64].
Satu hal yang patut di simak dalam hal bahasan ini adalah perkataan Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah :
معناه أنَّ العملَ هو الذي يَبلُغُ بالعبدِ درجات الآخرة، كما قال تعالى: {وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا}، فمَن أبطأ به عملُه أن يبلُغَ به المنازلَ العاليةَ عند الله تعالى لَم يُسرِع به نسبُه، فيبلغه تلك الدَّرجات؛ فإنَّ اللهَ رتَّب الجزاءَ على الأعمال لا على الأنساب، كما قال تعالى: {فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلاَ أَنسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَتَسَاءَلُونَ}، وقد أمر الله تعالى بالمسارعةِ إلى مغفرتِه ورحمتِه بالأعمال، كما قال: {وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِن رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالكَاظِمِينَ الغَيْظَ} الآيتين، وقال: {إِنَّ الَّذِينَ هُم مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُشْفِقُونَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُونَ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ}
“Maknanya adalah amal lah yang menyampaikan seorang hamba kepada derajat-derajat akhirat, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan’ (QS. Al-An’am : 32). Barangsiapa yang melambatkan amalnya yang dapat menyampaikannya ke tempat yang tinggi di sisi Allah, maka tidaklah bisa dipercepat dengannya oleh (kemuliaan) nasabnya yang kemudian menyampaikannya kepada derajat tersebut. Karena sesungguhnya Allah menetapkan balasan berdasarkan amal, bukan berdasarkan nasab, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya’ (QS. Al-Mukminuun : 101). Allah ta’ala telah memerintahkan untuk berlomba-lomba menuju ampunan dan rahmat-Nya dengan amalan, sebagaimana firman-Nya : ‘Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya’ (QS. Ali ‘Imraan : 133-134). Dan juga firman-Nya : ‘Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya’ (QS. Al-Mukminuun : 57-61)” [Dinukil melalui perantaraan Fadhlu Ahlil-Bait wa ‘Uluwwu Makanaatihim ‘inda Ahlis-Sunnah wal-Jamaa’ah oleh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbaad Al-Badr, hal. 14-15; Daar Ibnil-Atsiir, Cet. 1/1422].
Dan tingkat ketaqwaan lah yang akan menentukan kemuliaan seseorang di sisi Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” [QS. Al-Hujuraat : 13].
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبي نَضْرَةَ، حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبةَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، فَقَالَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَباكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بالتَّقْوَى، أَبلَّغْتُ؟ "، قَالُوا: بلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Jurairiy, dari Abu Nadlrah : Telah menceritakan kepadaku dari seseorang yang mendengar khutbah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada pertengahan hari-hari tasyriq. Beliau bersabda : “Wahai sekalian manusia, ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang ‘Arab atas orang ‘Ajam (non-‘Arab), tidak pula orang ‘Ajam atas orang ‘Arab, tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah; kecuali atas dasar ketaqwaan. Apakah aku telah menyampaikannya ?”. Mereka menjawab : “Rasulullah telah menyampaikannya…..” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/411. Orang yang mendengar khutbah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu, sebagaimana tertera dalam riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/100 dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 4921 & 5137. Hadits ini shahih].
Oleh karena itu, bagi bapak-bapak habiib (habaaib) yang mengaku punya nasab mulia, maafkanlah kami seandainya kami tidak memberikan loyalitas kepada sebagian antum yang masih saja doyan bid’ah atau bahkan kesyirikan. Nasab bukanlah objek yang bisa dijadikan alat (utama) untuk mendapatkan loyalitas, dukungan, atau bahkan……. (mesin penghasil keuntungan dunia – inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun jika ada yang demikian).
Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat bagi kita semua…..
Wallaahu ta’ala a’lam.
[abul-jauzaa’ al-bogoriy – 1432 – hari pertama tahun 2011 M].


[1]      Mengenai pembahasan Ahlul-Bait, silakan baca artikel kami : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/05/ahlul-bait-nabi-shallallaahu-alaihi-wa.html.
[3]      Sebagaimana anggapan orang-orang Syi’ah bahwa ‘Aliy dan sebagian keturunannya mengetahui semua perbendaharaan ilmu, mengetahui kapan akan mati, bebas dari kesalahan dan lupa, dan yang lainnya. Silakan baca artikel kami :
[5]      Yaitu ‘Uzair anak Allah, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” [QS. At-Taubah : 30].
[6]      Nukilan ini sebagai pelajaran bagi orang Syi’ah yang terbiasa dengan sikap berlebih-lebihan dalam ‘mencintai’ (???); yang diambil dari perkataan salah satu imam mereka.
[7]      Sebagai suplemen, silakan baca artikel kami : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/03/fatwa-asy-syaikh-ibnu-utsaimin.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar