At Tauhid edisi VII/07
Oleh: Yulian Purnama
Ahlul bait memang memiliki nasab/garis
keturunan yang mulia. Kalau mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
wajib dicintai oleh setiap muslim, meskipun belum diketahui bagaimana
akhir hidupnya kelak…
Siapakah Ahlul Bait?
Ada beberapa pendapat para ulama mengenai siapa yang dimaksud ahlul bait Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Namun, perlu digarisbawahi disini bahwa orang-orang yang termasuk ahlul
bait itu ditentukan berdasarkan dalil. Pendapat yang lebih kuat, yang
dimaksud ahlul bait adalah para istri beliau, anak dan cucu beliau,
serta seluruh kaum muslimin yang termasuk Bani Hasyim. Penjelasannya
sebagai berikut:
[1] Istri-istri beliau. Hal ini didasari oleh firman Allah Ta’ala, yaitu ketika Allah Ta’ala menasehati istri-istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Allah berfirman (yang artinya):
إنَّمَا ÙŠÙرÙيد٠اللهÙ
Ù„ÙÙŠÙذْهÙبَ عَنكÙم٠الرÙّجْسَ أَهْلَ
البَيْت٠وَيÙØ·ÙŽÙ‡ÙّرَكÙمْ تَطْهÙيرًا
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33). Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad menjelaskan:
Ùإنَّ هذه الآيةَ تدلÙÙ‘
على دخولÙهنَّ Øتماً؛ لأنَّ سياقَ
الآيات قبلها وبعدها خطابٌ لهنَّ
“Ayat ini dengan tegas menunjukkan
bahwa istri-istri Nabi termasuk ahlul bait. Karena konteks ayat ini,
kalau dilihat sebelum dan sesudahnya, ditujukan kepada mereka.â€
Pendapat ini juga diperkuat oleh hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu salah satu bacaan shalawat yang diajarkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
اللَّهمَّ صلÙÙ‘ على
Ù…Øمَّد٠وعلى أهل بيته وعلى أزواجÙÙ‡
وذريَّتÙه، كما صلَّيتَ على آل إبراهيم
إنَّك Øميدٌ مجيدٌ، وبارÙÙƒ على Ù…ØمَّدÙ
وعلى أهل بيته وعلى أزواجÙÙ‡ وذريَّتÙه،
كما بارَكتَ على آل إبراهيم إنَّك Øميدٌ
مجيد
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan kepada ahlul-bait nya, juga kepada istri-istrinya serta anak-cucunya. Sebagaimana shalawat yang telah Engkau berikan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani). Dengan demikian tidak benar sikap sebagian orang di zaman ini yang mengaku keturunan Nabi Shallallahu’alahi Wasallam namun tidak memasukkan para istri Nabi ke dalam golongan ahlul Bait, bahkan mencela para Istri Nabi dan mengkafirkan mereka. Allahul musta’an.
[2] Anak dan cucu-cucu beliau, salah satu dalilnya adalah hadits shalawat Nabi yang kami bawakan sebelumnya.
[3] Setiap muslim yang termasuk keturunan Hasyim bin Abdul Manaf (Bani Haysim). Hasyim bin Abdul Manaf adalah kakek buyut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau hanya memiliki satu anak yaitu Abdul Muthallib (kakek Rasulullah). Bani
Hasyim termasuk kalangan ahlul bait didasari oleh beberapa dalil
diantaranya kisah ketika keponakan beliau, Abdul Muthallib bin Rabi’ah
bin Al Harits bin Abdul Muthallib bersama sepupu beliau, Al Fadhl bin
Abbas datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk meminta izin menggunakan harta zakat untuk dipergunakan sebagai mahar pernikahan mereka. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda:
إنَّ الصَّدقة لا تنبغي لآل Ù…Øمد؛ إنَّما هي أوساخ٠الناس
“Sesungguhnya zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga Muhammad, karena bagi keluarga Muhammad zakat adalah kotoran manusia” (HR. Muslim). Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan mereka untuk menikah, namun maharnya diambil dari khumus (seperlima dari harta hasil rampasan perang).
Keutamaan Sebagian Ahlul Bait
[1] Hamzah bin Abdul Muthallib Radhiallahu’anhu. Ibnu Abdil Barr berkata: “Hamzah bin Abdul Muthallib bin Hasyim, paman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ia dijuluki Asadullah (Singa Allah) dan Asadu Rasulillah (Singa Rasulullah) ” (Hasyiah Al Ishabah)
[2] Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menegaskan dan mengistimewakan Ali bersama Fathimah, Al Hasan dan Al Husain sebagai ahlul bait Nabi, diantaranya dalam hadits:
لَمَّا نزلت هذه الآيةÙ
{ÙÙŽÙ‚Ùلْ تَعَالَوْا نَدْع٠أَبْنَاءَنَا
وَأَبْنَاءَكÙمْ} دعا رسول٠الله – صلى
الله عليه وسلم – عليًّا ÙˆÙاطمةَ ÙˆØَسناً
ÙˆØÙسيناً، Ùقال: اللَّهمَّ هؤلاء أهل
بيتÙÙŠ
“Ketika turun ayat: ‘Maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu” (QS. Al Imran: 61), Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husain lalu bersabda: ‘Ya Allah mereka ini adalah Ahlul-baitku‘” (HR. Muslim). Syaikhul Islam berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa Ali Radhiyallahu ‘anhu termasuk orang orang yang mencintai Allah dan yang dicintai Allah” (Minhajus Sunnah)
[3] Al Hasan Radhiallahu’anhu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
menegaskan dan mengistimewakan beliau sebagai ahlul bait Nabi
sebagaimana hadits tadi. Adz Dzahabi berkata: “Ia adalah Imam dan
Sayyid, kesayangan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, cucu
beliau, ia adalah pemimpin para pemuda di surga. Kun-yah nya adalah Abu
Muhammad Al Qurasyi Al Hasyimi, ia adalah seorang syuhada.” (As Siyar)
[4] Al Husain Radhiallahu’anhu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menegaskan dan mengistimewakan beliau sebagai ahlul bait Nabi sebagaimana hadits tadi. Syaikhul Islam berkata: “Al Husain Radhiallahu’anhu, Allah Ta’ala telah memuliakannya dengan status syuhada di hari Asyura. Allah Ta’ala
telah menghinakan orang yang membunuhnya dan orang yang membantu
membunuhnya. Al Husain telah meneladani para syuhada sebelumnya. Beliau
juga saudara dari pemimpin pemuda surga (Al Hasan). Mereka berdua
dibesarkan dalam kemuliaan Islam” (Majmu’ Fatawa)
[5] Abdullah bin Abbas Radhiallahu’anhuma. Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu’anhu berkata:
“Aku melihat Ibnu Abbas memiliki pemahaman yang luas dan mendalam, ilmu
yang banyak, kerendahan hati yang besar, dan aku melihat Umar Bin
Khattab sering memanggilnya jika ada masalah-masalah yang sulit
dipecahkan” (Thabaqat Ibni Sa’ad)
[6] Aisyah Radhiallahu’anha
Adz Dzahabi berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
tidak pernah menikah dengan perawan kecuali dengan beliau. Tidak ada
orang yang lebih dicintai oleh Rasulullah kecuali Aisyah. Dari seluruh
wanita di dunia, bahkan dari seluruh manusia, Aisyah lah wanita yang
paling berilmu” (As Siyar)
[7] Fathimah Radhiallahu’anha
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menegaskan dan mengistimewakan beliau sebagai ahlul bait Nabi sebagaimana hadits yang telah kami bawakan. Fathimah Radhiallahu’anha juga dijuluki oleh Rasulullah sebagai pemimpin para wanita di surga.
Sikap Yang Benar Terhadap Ahlul Bait
Syaikh Abdul Muhsin -hafizhahullah- memaparkan:
عقيدة٠أهل السÙّنَّة
والجماعة وسَطٌ بين الإÙراطÙ
والتَّÙريط، والغلÙÙˆÙÙ‘ والجَÙاء ÙÙŠ
جميع٠مسائل الاعتقاد، ومÙÙ† ذلك عقيدتهم
ÙÙŠ آل بيت الرَّسول – صلى الله عليه وسلم
-ØŒ Ùإنَّهم يَتوَلَّونَ كلَّ مسلمÙ
ومسلمة٠من نَسْل عبدالمطلÙّب، وكذلك
زوجات النَّبÙÙŠÙÙ‘ – صلى الله عليه وسلم –
جميعاً، ÙÙŠÙØبÙّون الجميعَ، ويÙثنون
عليهم، ويÙنْزلونَهم منازلَهم التي
يَستØÙ‚Ùّونَها بالعدل٠والإنصاÙÙØŒ لا
بالهوى والتعسÙÙ‘ÙØŒ ويَعرÙÙون الÙضلَ
Ù„ÙÙ…ÙŽÙ† جَمع الله٠له بين شرÙ٠الإيمانÙ
وشرَ٠النَّسَب، -
“Ahlussunnah wal jama’ah dalam semua
permasalahan aqidah, selalu mengambil yang pertengahan antara ekstrim
kiri dan ekstrim kanan, antara berlebih-lebihan dan sikap lembek.
Termasuk juga aqidah terhadap ahlul bait Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Ahlussunnah mencintai setiap muslim dan muslimah yang merupakan
termasuk Bani Abdul Muthallib, mereka juga mencintai para istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Ahlussunnah mencintai mereka, memuji mereka, menempatkan mereka pada
kedudukan yang layak secara adil, bukan berdasarkan hawa nafsu atau
serampangan. Ahlussunnah mengenal dengan baik keutamaan ahlul bait,
karena dalam diri-diri mereka terdapat kemuliaan iman sekaligus
kemuliaan nasab.”
Beliau melanjutkan:
ومَن جمع الله٠له
بينهما Ùقد جمع له بين الØÙسْنَيَيْن،
ومَن Ù„ÙŽÙ… ÙŠÙÙˆÙŽÙَّق للإيمان، Ùإنَّ شرَÙÙŽ
النَّسَب لا ÙŠÙÙيدÙÙ‡ شيئاً، وقد قال الله
عزَّ وجلَّ: {Ø¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ أَكْرَمَكÙمْ عÙندَ
الله٠أَتْقَاكÙمْ}ØŒ وقال – صلى الله عليه
وسلم – ÙÙŠ آخر Øديث طويل٠رواه مسلم ÙÙŠ
صØÙŠØÙ‡ (2699) عن أبي هريرة رضي الله عنه:
((ومَن بطَّأ به عملÙÙ‡ Ù„ÙŽÙ… ÙŠÙسرع به
نسبÙÙ‡))
“Orang yang Allah takdirkan untuk
memiliki keduanya (kemuliaan iman dan nasab), maka telah terkumpul pada
dirinya dua kebaikan. Namun jika keluhuran nasab tidak disertai
keluhuran iman, maka ketahuilah bahwa keluhuran nasab tidak bermanfaat
sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
Ø¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ أَكْرَمَكÙمْ عÙندَ الله٠أَتْقَاكÙمْ
“Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa” (QS. Al Hujurat:13).
Dalam sebuah hadits yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, di akhir hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ومَن بطَّأ به عملÙÙ‡ Ù„ÙŽÙ… ÙŠÙسرع به نسبÙÙ‡
“Orang yang lambat amalnya, tidak bisa dipercepat oleh nasabnya” (HR. Muslim)”…â€
Dengan demikian, sudah selayaknya bagi
setiap muslim untuk mencintai ahlul bait Nabi baik yang sudah wafat
maupun yang masih ada sampai hari ini. Namun dengan catatan, jika orang
yang mengaku ahlul bait bersama keluhuran nasabnya tersebut ternyata
tidak membawa keluhuran iman, atau bahkan ia menjadi gembong
kemaksiatan, kebid’ahan atau kemusyrikan, maka ia tidak berhak
mendapatkan kecintaan itu. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Ø¥Ùنَّمَا أَهْلَكَ
الَّذÙينَ قَبْلَكÙمْ أَنَّهÙمْ
كَانÙوا Ø¥Ùذَا سَرَقَ ÙÙيهÙÙ…Ù
الشَّرÙÙŠÙ٠تَرَكÙوه٠، ÙˆÙŽØ¥Ùذَا سَرَقَ
ÙÙيهÙم٠الضَّعÙÙŠÙ٠أَقَامÙوا عَلَيْهÙ
الْØَدَّ ØŒ وَايْم٠اللَّه٠، لَوْ Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘
ÙَاطÙÙ…ÙŽØ©ÙŽ ابْنَةَ Ù…ÙØَمَّد٠سَرَقَتْ
لَقَطَعْت٠يَدَهَا
“Sungguh yang membuat kaum sebelum
kalian binasa, jika ada seorang pencuri dari kalangan orang bermartabat
maka dibiarkan. Sedangkan jika pencuri dari kalangan orang lemah,
barulah di tegakkan hukuman. Demi Allah, andaikan Fathimah binti
Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya” (HR. Bukhari dan
Muslim). Jika kepada putri beliau, yang juga ahlul bait beliau, hukum
Islam tetap di ditegakkan maka bagaimana lagi dengan keturunan beliau
yang sudah sangat jauh dari beliau di zaman ini?
Selain itu, ada sebagian orang yang
beranggapan bahwa semua ahlul bait pasti dijamin masuk surga. Hal ini
sama sekali tidak pernah disampaikan oleh Allah dalam Kitab-Nya ataupun
oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya.
Adapun soal orang akan masuk surga atau neraka, adalah perkara gaib,
hanya Allah yang mengetahuinya. Kecuali, orang yang telah dikabarkan
oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai penghuni surga berdasarkan sabda-sabda beliau, diantaranya Fathimah Radhiallahu’anha. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Fathimah:
أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ
تَكÙونÙÙ‰ سَيÙّدَةَ Ù†Ùسَاء٠أَهْلÙ
الْجَنَّة٠-أَوْ Ù†ÙسَاءÙ
الْمÙؤْمÙÙ†Ùينَ-
“Tidakkah engkau ridha bahwa engkau adalah penghulu para wanita surga –atau para wanita yang ber-iman- ?â€
(HR. Bukhari dan Muslim). Ini artinya, ahlul bait Nabi di masa ini,
yang memang memiliki nasab yang mulia, kalau mereka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, maka wajib dicintai oleh setiap muslim, meskipun belum
diketahui bagaimana akhir hidupnya kelak. Ahlul bait juga dituntut
beramal shalih dan menjauhi larangan agama sebagai usaha untuk menggapai
surga, sama seperti umat muslim yang lainnya.
Jangan Sembarang Mengaku!
Syaikh Abdul Muhsin berkata:
وقد كثÙرَ ÙÙŠ العرب
والعجم الانتماء٠إلى هذا النَّسب، ÙÙ…ÙŽÙ†
كان من أهل هذا البيت وهو مؤمنٌ، Ùقد جمَع
الله له بين شر٠الإيمان وشر٠النَّسب،
ومَن ادَّعى هذا النَّسبَ الشري٠وهو ليس
من أهله Ùقد ارتكب أمراً Ù…Øرَّماً، وهو
متشبÙّعٌ بÙما Ù„ÙŽÙ… ÙŠÙعط، وقد قال
النَّبÙÙŠÙÙ‘ – صلى الله عليه وسلم -:
((المتشبÙّع٠بÙما Ù„ÙŽÙ…
ÙŠÙعْطَ كلابس ثوبَي زور))ØŒ رواه مسلمٌ ÙÙŠ
صØÙŠØÙ‡ (2129) من Øديث عائشة رضي الله عنها.
وقد جاء ÙÙŠ الأØاديث
الصØÙŠØØ© تØريم٠انتساب المرء إلى غير
نسبÙه، ومÙمَّا ورد ÙÙŠ ذلك Øديث٠أبي ذر
رضي الله عنه أنَّه سَمع النَّبÙÙŠÙŽÙ‘ – صلى
الله عليه وسلم – يقول: ((ليس Ù…ÙÙ† رجلÙ
ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ ÙƒÙر
بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له Ùيهم
نسبٌ Ùليتبوَّأ مقعَدَه من النار))
“Banyak orang arab dan juga orang di luar arab yang mengaku-ngaku menjadi keturunan Nabi Shallalahu’alaihi Wasallam.
Jika memang benar demikian dan ia seorang yang beriman, maka berarti
Allah telah menggabungkan pada dirinya kemuliaan nasab dan kemuliaan
iman. Namun jika ia hanya mengaku-ngaku padahal sebenarnya ia bukan
ahlul bait, maka ia telah melakukan perbuatan yang haram, yaitu
mengaku-ngaku sesuatu yang tidak dimilikinya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
المتشبÙّع٠بÙما Ù„ÙŽÙ… ÙŠÙعْطَ كلابس ثوبَي زور
â€Orang yang mengaku-ngaku sesuatu yang tidak diberikan kepadanya bagaikan memakai dua pakaian kedustaan†(HR. Muslim)
Selain itu, banyak hadits shahih yang melarang menasabkan diri kepada selain nasab yang sebenarnya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليس Ù…ÙÙ† رجل٠ادَّعى
لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ ÙƒÙر بالله،
ومَن ادَّعى قوماً ليس له Ùيهم نسبٌ
Ùليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))ØŒ رواه
البخاريÙÙ‘ (3508)ØŒ ومسلم (112)ØŒ واللÙظ
للبخاري
“Tidak ada seorangpun yang mengaku
(orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya),
melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku
keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat
duduknya di neraka†(HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian pembahasan yang singkat ini, semoga bermanfaat. Ya Allah, limpahkanlah shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan
kepada ahlul-bait nya, juga kepada istri-istrinya serta anak-cucunya.
Sebagaimana shalawat yang telah Engkau berikan kepada keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia [Disarikan oleh Yulian Purnama* dari Fadhlu Ahlil Baiti Wa 'Uluwwu Makanatihim, karya Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr Hafizhahullah,
dengan beberapa tambahan] *Penulis adalah alumnus Ma’had Al-‘Ilmi
Yogyakarta dan sekarang aktif menulis artikel di website dakwah serta
menggeluti dunia IT (Information Technology).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar