Al-Hasan Radhiallahu anhu Tidak Mempunyai Keturunan[1]
Di antara ucapan mereka
adalah bahwa Al-Hasan bin Ali tidak mempunyai penerus keturunan, bahwa
keturunan beliau sudah tidak ada, dan bahwa tidak ada seorang pun dari
penerus keturunannya yang laki-laki.
Ucapan ini tersebar di
kalangan mereka dan mereka bersepakat di atasnya sehingga tidak perlu
untuk dibuktikan, demikian komentar mereka. Di antara mereka ada yang
mengklaim bahwa … (tidak jelas maksudnya) semuanya sama seperti mereka.
Mereka menggunakan ucapan ini untuk bisa sampai kepada tujuan mereka
yaitu membatasi ke’imam’an hanya pada anak keturunan Al-Husain[2],
dan di antara anak keturunannya adalah kedua belas imam itu. Dengannya
mereka bertujuan untuk membatalkan ke’imam’an para ulama yang berdakwah
dari kalangan anak keturunan Al-Hasan, bersamaan dengan keutamaan
mereka, terpenuhinya syarat-syarat ke’imam’an pada mereka, orang-orang
telah membaiat mereka, syahnya penisbatan keluarga mereka kepada
Al-Hasan, dan tersebarnya ilmu mereka, dimana mereka semua telah
mencapai derajat mujtahid mutlak. Maka semoga Allah membinasakan mereka
atas kedustaan yang mereka ada-adakan tersebut.
Perhatikanlah mereka
musuh-musuh ahlul bait yang mengganggu Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dan Fathimah, ketika mereka mengingkari nasab orang yang
terbukti syah nasabnya secara pasti dari anak keturunan Al-Hasan
radhiallahu anhu, dan kebenaran penisbatan keturunannya telah mutawatir[3]
dan tidak tersembunyi dari setiap orang yang mempunyai ilmu dalam
masalah ini. Dan sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah
menggolongkan perbuatan mencela nasab termasuk dari perbuatan-perbuatan
jahiliah[4].
Dan telah datang dalam sebuah riwayat yang menunjukkan bahwa Imam Mahdi
itu berasal dari anak keturunan Al-Hasan radhiallahu anhu, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya[5].
[1]
Asy-Syaikh rahimahullah menyebutkan bahwa Rafidhah menolak adanya
keturunan Al-Hasan, karena mereka -semoga Allah membinasakan mereka-
membenci Al-Hasan bin Ali radhiallahu anhu karena beliau mengalah kepada
Muawiah dalam masalah khilafah. Padahal itu beliau lakukan guna menjaga
darah kaum muslimin dan sebagai pengamalan dari sabda Rasulullah:
إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ وَسَيُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin) dan
semoga Allah akan mendamaikan dua kelompok besar kaum Muslimin lewat
tangannya.” Dari Abu Bakrah dalam riwayat Al-Bukhari no. 3746.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah: 8/16
[2]
Dengan bukti bahwa semua imam mereka berasal dari anak keturunan
Al-Husain bin Ali radhiallahu anhu. Mulai dari Ali bin Al-Husain
rahimahullah sampai pada imam mahdi khayalan mereka yang bernama
Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari, yang sebenarnya hakikat keberadaannya
hanya merupakan khurafat belaka.
[3]
Lihat apa yang ditulis oleh guru kami Al-Imam Al-Wadi’I rahimahullah
dalam kitabnya Riyadh Al-Jannah hal. 64, dimana beliau menukil dari
Allamah Yamah Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani dalam kitabnya
Al-Masa`il Ats-Tsaman. Karena beliau menguatkan apa yang penulis
rahimahullah sebutkan bahwa anak keturunan Al-Hasan masih ada sampai
sekarang. LIhat juga Siyar A’lam An-Nubala`: 3/279
[4]
Asy-Syaikh mengisyaratkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
no. 934 dari Abu Malik Al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ
لَا يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي
الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ
“Ada empat perkara jahiliyah yang masih melekat pada
umatku dan mereka belum meninggalkannya: Membanggakan kedudukan, mencela
nasab (garis keturunan), meminta hujan dengan bintang-bintang, dan
niyahah (meratapi mayit).”
[5]
Haditsnya dalam riwayat Abu Daud no. 5462 dari jalan Abu Ishaq
As-Sabi’i dari Ali bin Abi Thalib. Al-Mundziri berkata dalam ‘Aun
Al-Ma’bud, “Ini sanad yang terputus, Abu Ishaq hanya pernah sekali
melihat Ali.” Dan Al-Albani menyatakannya dha’if dalam Al-Misykah no.
5462
[Diterjemah dari Risalah fi Ar-Radd ala Ar-Rafidhah hal. 78-79, dengan meringkas pada footnote terakhir]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar