Problematika Ahlussunnah atau Sunni dengan Syiah
di akhir zaman ini seolah-olah sebuah isu yang tidak ada ujungnya.
Banyak pihak menganggap ini adalah persoalan pelik yang tak berujung.
Demikian juga masyarakat modern saat ini mengalami kesulitan yang sangat
untuk memihak salah satu di antara dua kelompok ini, sehingga mereka
dudukkan sikap menurut mereka yang benar adalah yang tidak memihak
keduanya.
Sebenarnya permasalahan ini akan menjadi mudah apabila kita mengembalikannya kepada data-data sejarah. Dan di antara keistimewaan umat Islam adalah ilmu periwayatan yang umat ini miliki sehingga sejarah mereka terjaga, dan orang-orang yang coba memalsukannya akan dengan mudah diketahui oleh orang-orang yang berilmu.
Sejarah Islam hanya memandang satu kata untuk ajaran Syiah, yaitu ajaran yang merusak Islam dari dalam. Hal ini dibuktikan sendiri oleh keluarga Nabi shalallallahu ‘alaihi wa sallam (ahlul bait), di antaranya sikap ahlul bait itu mereka buktikan dengan menikahkan anak-anak mereka, atau ahlul bait menikahi orang-orang dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, dan tidak pernah mereka menikahi atau menikahkan anak-anak mereka dengan seorang pun dari tokoh Syiah.
Dimulai dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menikahi dan menikahkan putri-putrinya kepada imam Ahlussunnah wal Jamaah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi anak dari Abu Bakar yakni Aisyah, dan menikahi anak Umar bin Khattab yakni Hafshah. Lalu beliau menikahkan putri-putri beliau Ruqayyah dan Ummu Kultsum kepada Utsman bin Affan, dan Fathimah kepada Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib menikahkan putrinya:
Demikian juga ahlul bait menikahi putri-putri Ahlussunnah, karena pada hakikatnya ahlul bait adalah Ahlussnah wal Jamaah, orang-orang yang berpegang kepada sunnah Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Ibu dari Ja’far ash-Shadiq adalah cucu dari Abu Bakar ash-Shiddiq.
Sebagaimana kita ketahui periwayat hadis yang paling terkenal dari kalangan Syiah adalah Zurarah bin Sansan yang hidup sezaman dengan Ja’far ash-Shadiq, bahkan orang-orang Syiah mengatakan Zurarah adalah murid dekat dari Ja’far ash-Shadiq. Lalu apakah Ja’far ash-Shadiq menikahkan putrinya dengan Zurarah? Tidak satu pun! Atau adakah tokoh-tokoh Syiah yang menikah dengan putri-putri Ali bin Husein atau putri-putri Muhammad al-Baqir atau putri-putri Musa al-Kazhim atau putri-putri Ali ar-Ridha? Tidak satu pun, semua putri mereka dinikahkan dengan Ahlussunnah.
Mereka juga, orang-orang yang diklaim Syiah sebagai imam mereka ini menikah wanita-wanita Ahlussunnah, tidak menikahi wanita Syiah. Mengapa ini terjadi dalam sejarah Islam? Karena para ahlul bait ini adalah orang-orang yang berlepas diri dari Syiah.
Demikian juga imam-imam ahlul bait ini menamakan anak-anak mereka dengan nama-nama tokoh Ahlussunnah/Sunni: Abu Bakar, Umar, Aisyah, Utsman. Inilah nama putra dan putri Ali, Husein, dan Hasan, Ali bin Husein, Muhammad al-Baqir, mereka menamakan putra dan putri mereka dengan nama sahabat nabi. Mereka juga tinggal di lingkungan Ahlussunnah/Sunni, yakni bersama para sahabat nabi.
Ali bin Abi Thalib pernah tinggal di Kufah (daerah orang-orang Syiah) selama 4 tahun, dan Ali mendoakan kejelekan untuk penduduk Kufah karena buruknya perngai mereka. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Ya Allah, gantikanlah aku dengan orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan gantikanlah untuk mereka orang yang lebih buruk dari diriku.”
Husein bin Ali bin Abi Thalib terbunuh di Kufah, masyarakat Kufah yang memanggilnya agar keluar dari Kota Madinah menuju Kufah, lalu mereka sendiri yang membunuhnya. Lalu mereka mengagungkan tanah Karbala tempat terbunuhnya Husein sebagaiman orang Nasrani mengagungkan salib, karena menurut mereka Nabi Isa ‘alaihissalam disalib.
Maksud dari pembicaraan ini adalah para ahlul bait adalah orang-orang yang jauh dari mereka, ahlul bait berlepas diri dari orang-orang Syiah sebagaimana Nabi Isa ‘alaihisslam berlepas diri dari orang-orang Nasrani.
Ali bin Abi Thalib memiliki 20 anak perempuan dan 19 anak laki-laki, sebutkan satu saja diantara mereka yang menikah atau dinikah oleh seorang Syiah! Atau anak-anak Hasan, Husein, Ali bin Husein, Musa al-Kazhim, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali ar-Ridha, satu saja dari anak-anak mereka!
Lalu bagaimana bisa dikatakan ahlul bait mereka klaim mencintai Syiah atau ahlul bait membenci Ahlussunnah. Apa yang mereka lakukan hanyalah untuk menimbulkan saling kebencian antara sesama umat Islam, demikianlah kiranya musuh dalam selimut yang menghancurkan Islam dari dalam.
Inilah fakta sejarah yang kita temui, jawabannya satu dan tidak ada kesamaran, tidak ada keragu-raguan bahwasanya pendahulu umat ini baik dari kalangan ahlul bait atau selain ahlul bait berlepas diri dari ajaran Syiah.
Sumber: Ceramah Syaikh Utsman al-Khomis dengan perubah seperlunya.
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, S.S.,M.A.
Artikel www.KisahMuslim.com
Sebenarnya permasalahan ini akan menjadi mudah apabila kita mengembalikannya kepada data-data sejarah. Dan di antara keistimewaan umat Islam adalah ilmu periwayatan yang umat ini miliki sehingga sejarah mereka terjaga, dan orang-orang yang coba memalsukannya akan dengan mudah diketahui oleh orang-orang yang berilmu.
Sejarah Islam hanya memandang satu kata untuk ajaran Syiah, yaitu ajaran yang merusak Islam dari dalam. Hal ini dibuktikan sendiri oleh keluarga Nabi shalallallahu ‘alaihi wa sallam (ahlul bait), di antaranya sikap ahlul bait itu mereka buktikan dengan menikahkan anak-anak mereka, atau ahlul bait menikahi orang-orang dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, dan tidak pernah mereka menikahi atau menikahkan anak-anak mereka dengan seorang pun dari tokoh Syiah.
Dimulai dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menikahi dan menikahkan putri-putrinya kepada imam Ahlussunnah wal Jamaah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi anak dari Abu Bakar yakni Aisyah, dan menikahi anak Umar bin Khattab yakni Hafshah. Lalu beliau menikahkan putri-putri beliau Ruqayyah dan Ummu Kultsum kepada Utsman bin Affan, dan Fathimah kepada Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib menikahkan putrinya:
- Ramlah bin Ali bin Abi Thalib, dengan Muawiyah bin Hakam saudara dari khalifah Bani Ummay Marwan bin Hakam.
- Khadijah binti Ali bin Abi Thalib dinikahkan oleh bapaknya (Ali) dengan Abdurrahman bin Amir dari Bni Abdusy Syam, sepupu Muawiyah bin Abi Sufyan.
- Ummu Kultsum bin Ali bin Abi Thalib dinikahkan dengan Umar bin Khattab.
- Hasan bin Ali menikahi anak perempuan Thalhah bin Ubaidillah.
- Sukainah binti Husein dinikahkan dengan cucu Utsman bin Affan, Abdullah bin Amr bin Utsman.
- Fathimah binti Husein dinikahkan juga dengan cucu Utsman bin Affan, Zaid bin Amr bin Utsman.
- Yazid bin Muawiyah adalah menantu Ja’far bin Abi Thalib.
- Abdul Malik bin Marwan, khalifah Umayyah, juga beristrikan anak Ja’far bin Abi Thalib.
Demikian juga ahlul bait menikahi putri-putri Ahlussunnah, karena pada hakikatnya ahlul bait adalah Ahlussnah wal Jamaah, orang-orang yang berpegang kepada sunnah Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Ibu dari Ja’far ash-Shadiq adalah cucu dari Abu Bakar ash-Shiddiq.
Sebagaimana kita ketahui periwayat hadis yang paling terkenal dari kalangan Syiah adalah Zurarah bin Sansan yang hidup sezaman dengan Ja’far ash-Shadiq, bahkan orang-orang Syiah mengatakan Zurarah adalah murid dekat dari Ja’far ash-Shadiq. Lalu apakah Ja’far ash-Shadiq menikahkan putrinya dengan Zurarah? Tidak satu pun! Atau adakah tokoh-tokoh Syiah yang menikah dengan putri-putri Ali bin Husein atau putri-putri Muhammad al-Baqir atau putri-putri Musa al-Kazhim atau putri-putri Ali ar-Ridha? Tidak satu pun, semua putri mereka dinikahkan dengan Ahlussunnah.
Mereka juga, orang-orang yang diklaim Syiah sebagai imam mereka ini menikah wanita-wanita Ahlussunnah, tidak menikahi wanita Syiah. Mengapa ini terjadi dalam sejarah Islam? Karena para ahlul bait ini adalah orang-orang yang berlepas diri dari Syiah.
Demikian juga imam-imam ahlul bait ini menamakan anak-anak mereka dengan nama-nama tokoh Ahlussunnah/Sunni: Abu Bakar, Umar, Aisyah, Utsman. Inilah nama putra dan putri Ali, Husein, dan Hasan, Ali bin Husein, Muhammad al-Baqir, mereka menamakan putra dan putri mereka dengan nama sahabat nabi. Mereka juga tinggal di lingkungan Ahlussunnah/Sunni, yakni bersama para sahabat nabi.
Ali bin Abi Thalib pernah tinggal di Kufah (daerah orang-orang Syiah) selama 4 tahun, dan Ali mendoakan kejelekan untuk penduduk Kufah karena buruknya perngai mereka. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Ya Allah, gantikanlah aku dengan orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan gantikanlah untuk mereka orang yang lebih buruk dari diriku.”
Husein bin Ali bin Abi Thalib terbunuh di Kufah, masyarakat Kufah yang memanggilnya agar keluar dari Kota Madinah menuju Kufah, lalu mereka sendiri yang membunuhnya. Lalu mereka mengagungkan tanah Karbala tempat terbunuhnya Husein sebagaiman orang Nasrani mengagungkan salib, karena menurut mereka Nabi Isa ‘alaihissalam disalib.
Maksud dari pembicaraan ini adalah para ahlul bait adalah orang-orang yang jauh dari mereka, ahlul bait berlepas diri dari orang-orang Syiah sebagaimana Nabi Isa ‘alaihisslam berlepas diri dari orang-orang Nasrani.
Ali bin Abi Thalib memiliki 20 anak perempuan dan 19 anak laki-laki, sebutkan satu saja diantara mereka yang menikah atau dinikah oleh seorang Syiah! Atau anak-anak Hasan, Husein, Ali bin Husein, Musa al-Kazhim, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali ar-Ridha, satu saja dari anak-anak mereka!
Lalu bagaimana bisa dikatakan ahlul bait mereka klaim mencintai Syiah atau ahlul bait membenci Ahlussunnah. Apa yang mereka lakukan hanyalah untuk menimbulkan saling kebencian antara sesama umat Islam, demikianlah kiranya musuh dalam selimut yang menghancurkan Islam dari dalam.
Inilah fakta sejarah yang kita temui, jawabannya satu dan tidak ada kesamaran, tidak ada keragu-raguan bahwasanya pendahulu umat ini baik dari kalangan ahlul bait atau selain ahlul bait berlepas diri dari ajaran Syiah.
Sumber: Ceramah Syaikh Utsman al-Khomis dengan perubah seperlunya.
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, S.S.,M.A.
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar