Sabtu, 21 Juni 2014

DR. ‘Abdullah Azzam dan Para Penghafal Matan

DR. ‘Abdullah Azzam dan Para Penghafal Matan

Syaikh ‘Utsman ‘Abdus Salam Nuh dalam Ath-Thoriq illa Jama’atil Umm menceritakan sebuah kisah yang menarik tentang DR. ‘Abdullah Azzam rahimahullahu dan semoga Alloh menjadikan beliau sebagai salah seorang syahid di jalan-Nya dan mengampuni segala dosa-dosa dan kesalahan beliau. Syaikh ‘Utsman berkata :



Setelah diproklamirkan berdirinya pemerintahan sementara Afghanistan yang dibawah pimpinan Mujaddidi [seorang shufi ekstrim, akan datang penjelasan akan hakikatnya pada pembahasannya nanti, pent.], Majalah “Al-Jihad” yang terbit pada bulan Maret 1986 edisi no. 53, menurunkan artikel berjudul Ja’al Haqq wa Zahaqol Bathil buah pena DR. Abdullah Azzam. Beliau menulis :
(( تأكدت أن هذا القرآن لا يفتح أسراره لفقيه قاعد وهذا الدين لا يسبر أغواره ولا يدرك معانيه حفظة المتون والحواشي ممن لا يتحركون به ولا يعيشون لنصرته وأيقنت أكثر من أي وقت مضى سر اتفاق الفقهاء البارزين على عدم انعقاد البيعة لفاسق واشتراط العلم والتقوى لمن يلي أمرا من أمور المسلمين أو يتصرف في شؤونـهم ))
Saya benar-benar yakin bahwa al-Qur’an tidak akan membuka rahasianya kepada seorang faqih yang qo’id (pasif/duduk berpangku tangan). Dan agama ini tidak akan dapat diselami kedalamannya serta dimengerti makna-makanya oleh para penghafal matan (teks) dan hawasyi (footnote/catatan kali) yang tidak bergerak dengannya, dan tidak hidup untuk menyokongnya. Saya kini lebih yakin lagi daripada sebelumnya tentang rahasia adanya kesepakatan tegas para fuqoha berkaitan dengan tidak adanya kewajiban baiat kepada seorang penguasa fasik dan disyaratkannya ilmu dan takwa bagi siapapun yang mengurusi urusan kaum muslimin atau mengendalikan kepentingan-kepentingan mereka.”



Kami (Syaikh Utsman) mengatakan : Amat disayangkan, seharusnya sang doktor rahimahullahu tidak mengobarkan sentimen para mujahidin dengan mengikatkannya kepada suatu partai atau kelompok tertentu. Bahkan beliau wajib menyeru mereka kepada aqidah salafiyah sebab aqidah itulah yang akan menjadi wilayah kesepakatan mereka, khususnya diantara para mujahidin Arab. Suatu sanjungan atau pujian kepada jama’ah tertentu dengan mengerdilkan jama’ah lain akan menghantarkan kepada perpecahan shof, apalagi jika mengingat para mujahidin tersebut terikat pada banyak sekali jama’ah-jama’ah yang satu dengan lainnya saling berselisih faham dan manhaj.
Jika beliau mengatakan kepada suatu jama’ah : ”mereka itu hanyalah penghafal matan dan footnote”, maka pasti akan ada orang yang bangkit menyanggahnya dengan tuduhan semisal. Bahkan seandainya orang itu berdiam diri saat mendengar cemoohan tersebut, pasti timbul dalam hatinya kewajiban melakukan pembelaan atas jama’ahnya karena ia berkeyakinan bahwa jama’ahnya berada di atas kebenaran sedangkan menerangkan kebenaran adalah wajib.




Situasi semacam ini akan semakin memanas apabila yang hadir adalah para pemuda yang tidak memiliki kesabaran di dalam menerima cemoohan-cemoohan tersebut. Saya sendiri pernah melihat banyak diantara mereka yang menggerutu akibat cemoohan-cemoohan ini ketika syaikh rahimahullahu menyampaikan pelajaran di Camp Shada dan beliau mengucapkan perkataan sebagaimana yang kami kutip di atas.




Syaikh seharusnya memuji seluruh kaum muslimin sehingga moral dan spirit mereka meningkat. Beliau seharusnya membangkitkan keberanian mereka, mempersatukan barisan mereka (di atas aqidah dan manhaj salaf) sehingga jihad tidak menjadi semata-mata alat propaganda suatu jama’ah tertentu. Namun syaikh rahimahullahu enggan melakukannya. Beliau hanya menyanjung dan mengangkat popularitas para pemimpin tertentu hanya karena mereka mendukung jama’ah beliau. Sementara beliau mengubur lainnya dan menjelek-jelekkan mereka, tidak lain hanya karena mereka tidak bersimpati pada jama’ahnya.




Syaikh rahimahullahu menerangkan pentingnya penjelasan tentang jasa-jasa jama’ahnya dalam jihad Afghonistan dengan mengatakan : 



(( إذ كل ما أردت أن أبينه للناس أن الحركة الإسلامية – ( يقصد جماعة الإخوان ) – هي باعثة هذا الجهاد الإسلامي وهي النواة التي كانت بإذن الله طليعة هذا العمل المبارك )) [ آيات الرحمن – الطبعة الثانية ص 28 ] .
Sesuatu yang ingin sekali aku jelaskan kepada publik adalah bahwa gerakan islam (maksudnya ikhwanul muslimin)-lah yang menjadi penggerak pertama, pemicu serta pembangkit jihad. Jama’ah inilah yang dengan izin Alloh menjadi inti kepeloporan aktivitas penuh berkah ini.” [Aayatur Rahmaan, cet. II, hal. 28].




Saya (Syaikh ‘Utsman) katakan : Subhanalloh, apa manfaatnya bagi manusia jika mereka mengetahui bahwa jihad tersebut digerakkan oleh jama’ah ini atau jama’ah itu? Hal ini hanyalah memecah belah persatuan dan barisan umat serta menyebarluaskan fitnah. Di Camp Shada, syaikh menyampaikan pada kami pelajaran yang di dalamnya beliau memuji-muji seorang pemimpin dari wilayah lembah Pansyir [maksudnya Hekmatiyar, pent.] dan menjelek-jelekkan seorang pemimpin dari wilayah Kunar [maksudnya Syaikh Jamilurrahman, pent.]. Penyebabnya adalah, pemimpin pertama itu bersimpati kepada al-Ikhwan dan pemimpin yang kedua memiliki manhaj yang berbeda dengan al-Ikhwan.



Syaikh menyebutkan masalah ini di dalam bukunya yang berjudul Khidham al-Ma’rokah (samudera peperangan) hal. 119 namun tanpa menyebutkan nama-nama wilayah, beliau berkata :




(( وأدركت من الجهاد أن التربية ضرورة ماسة قبل حمل السلاح وإلا فإن الذين يحملون السلاح دون تربية يصبحون كالعصابات المسلحة تؤرق أجفان الناس وتـهدد أمنهم وأنت تدرك هذا عند المقارنة بين قائدين في أفغانستان ، أحدهما تربى في الحركة الإسلامية والآخر لم يتلق التربية فتجد الناس جد مرتاحين في منطقة الأول وأما الثاني فشكوى الناس لا تنقطع عنه ))
Saya telah mengambil suatu pelajaran penting dari jihad ini bahwa tarbiyah (ala jama’ah ikhwani, pent.) itu begitu penting dilakukan sebelum kita mengangkat senjata. Sebab tanpa tarbiyah, mereka akan menjadi gerombolan-gerombolan bersenjata liar yang mengacau keamanan dan ketentraman penduduk. Anda dapat memahami keterangan saya ini dengan membandingkan antara dua orang pemimpin Afghanistan. Yang satu pernah dibina dalam gerakan Islam sementara yang kedua tidak pernah mendapatkan tarbiyah. Anda akan mendapati bahwa penduduk yang memperoleh nasib baik dan ketenangan di wilayah pemimpin pertama sementara di wilayah kedua tidak pernah sepi dari keluh kesah…”




Pada umumnya, selama tuduhan-tuduhan ini telah terjadi, bahkan tercetak di dalam buku-buku sehingga publik menjadi tahu bahwa da’i manhaj salafi tidaklah lebih dari sekedar ’penghafal matan dan footnote dan mereka tidak memahami agama serta tidak pula memperjuangkannya’, maka menjadi kewajiban bagi kami untuk menjelaskan kebenaran dan menjelaskan kebatilan ini. Kami mengatakan : Dalam hal apakah para pengikut manhaj salafi lengah dan lalai serta hanya berbicara tanpa beramal?



Bahkan sebaliknya (alhamdulillah), mereka ini dikenal luas selalu berpegang teguh dengan ushul maupun furu’ agama, begitu kokohnya konsistensi mereka sehingga kelompok lain menentang komitmen mereka yang kuat terhadap sunnah-sunnah dan amalah mustahabbah apalagi perkara yang wajib dan yang pokok dari agama ini.



Bahkan mereka mendalami tauhid yang tiga, berupaya mengamalkannya dan menjelaskannya kepada manusia. Mereka memusuhi para penyeleweng darinya dan mencintai penganutnya. Mereka membenci dan berloyal, dan memusuhi di dalamnya. Sementara di saat yang sama, masyarakat mengetahui bagaimana sikap al-Ikhwan terhadap tauhid ini, bahkan kalangan mereka meremehkan hak-hak tauhid ini dan berubah membela musuh-musuhnya dari kaum Asya`irah dan kaum shufi, bahkan kaum syiah sekalipun. 



Tak ada seorangpun yang mampu mengingkari sikap puritan kaum salafiyyah di dalam melaksanakan kewajiban dan fardhu-fardhu agama. Bahkan mereka pun sangat hati-hati di dalam mengamalkan kewajiban-kewajiban yang masih diperselisihkan para ulama. Singkatnya, mereka ini adalah orang-orang yang konsekuen di dalam memegang teguh agama, mulai dari cabang tertinggi laa ilaaha illallohu hingga masalah siwak dan menyingkirkan duri dari jalan umum.




Saya mengatakan hal ini dikarenakan kami telah mendengar bahwa DR. Abdullah Azzam dalam khutbah-khutbah dan makalah-makalahnya memaksudkan tuduhan tersebut, yaitu para pengafal matan dan footnote adalah para ulama manhaj salafi. Kami telah membuktikan bahwa para ulama tersebut tidak pernah mengatakan sesuatu yang tidak mereka amalkan. Jadi tuduhan-tuduhan sang doktor bahwa mereka itu hanya diam saja tidak bergerak membela agama serta tidak memahami makna-makna agama adalah suatu tuduhan zhalim belaka yang tidak berdasar. Justeru tuduhan-tuduhan tersebutlah yang lebih layak ditujukan kepada al-Ikhwan. 



Pembicaraan mengenai Islam di kalangan al-Ikhwan selalu yang ijmal (global) saja tanpa ada perinciannya. Kami tidak tahu apakah mereka masih memiliki ushul selain kata Islam semata? Mereka tidak memiliki definisi yang jelas tentang makna al-Islam. Jika kita katakan bahwa Islam itu hakimiyah dan tasyri’, ternyata mereka melunakkan ushul ini dengan mengakui sistem demokrasi yang merupakan induk syirik di dalam tasyri’. Jika kita katakan Islam itu adalah penghapusan syirik khurofi kita dapati mereka menentang kami hanya karena kami menyeru orang awam untuk meninggalkan syirik ini, bahkan mereka memperbolehkannya. Apabila kami mengatakan Islam itu al-Wala wal Baro` ternyata mereka berhubungan erat dengan partai-partai sekuler (diantaranya partai Wafd, pent.), yang tidak terputus bahkan mereka tidak mengenal adanya mufasholah (pemutusan hubungan) dengan partai-partai jahiliyah tersebut. Ditambah lagi dengan sanjungan mereka terhadap syiah dan dukungan mereka terhadap firqoh ini sehingga kami tidak perlu menunjukkannya, karena telah terbentang luas sepanjang sejarah mereka. Jika kita katakan Islam adalah tauhid asma’wa shifat ternyata menurut mereka jenis tauhid ini hanyalah suatu filsafat yang diada-adakan. Jika kita katakan di dalam Islam itu ada furu’ mereka menyatakannya sebagai masalah remeh dengan bertameng pada senjata khilafiyyah dan dianggap tertutup bagi perselisihan dan tidak boleh membicarakannya. Dengan semua ini, masih saja sang doktor menuduh kami dengan berbagai kekurangan di dalam pengamalan Islam namun ia membiarkan jama’ahnya sendiri…




Kami demi Alloh sangat heran dengan ucapan sang doktor rahimahullahu tentang (( حفظة المتون والحواشي ممن لا يتحركون به ولا يعيشون له )) ”para penghafal matan dan footnote yang tidak bergerak dengannya dan tidak hidup untuknya.”



Kami mengatakan : Jika salafiyyin dianggap tidak memahami makna agama, saya tidak tahu apakah ada orang lain –walau seorangpun- yang mengerti maknanya. Sebab pemahaman salafiyun terhadap agama mereka bersandar pada pemahaman generasi pertama umat ini, sebagaimana ucapan Imam Malik rahimahullahu :
(( ما لم يكن دينا لأول هذه الأمة لا يكون لآخرها دينا ))
Apa yang tidak termasuk agama pada generasi awal umat ini maka tidak termasuk agama bagi generasi akhinya.”



Definisi selain definisi salafi bisa jadi merupakan definisi shufiyah yang bersandar pada ilham (wangsit) dan mukasyafah (penyibakan alam ghaib) yang penuh khurofat, bisa jadi merupakan filsafat yang bersandar dari ajaran kuffar Yunani kuno, dan anda tidak akan mendapati suatu definisi Islam menurut hakikat sebenarnya kecuali di dalam manhaj salafi. Seharusnya sang doktor menerangkan dalam hal apakah salafiyun bodoh terhadap agamanya? Dalam hal apakah mereka bisa berbicara tanpa amal? Sehingga ia bisa mengatakan ’mereka tidak bergerak dengan agama ini dan tidak memahami makna-maknanya.’



Tentang ucapan beliau : ’mereka tidak bergerak dengan agama dan tidak hidup untuk menyokongnya’ maka kami jawab bahwa bantahan-bantahan terdahulu cukup untuk membatalkan tuduhan ini. Kita mengetahui bahwa gerakan keagamaan maknanya adalah anda mempelajarinya, mengamalkannya dan menyebarkannya diantara manusia, memerintahkan mereka untuk mengamalkannya dan bersabar atas segara aral rintangan yang menghadang. 



Semua orang tahu, bahwa para ulama salafiyyah tidak pernah meremehkan sesuatupun dan tidak pernah meninggalkan sesuatupun sedikitpun sebatas kemampuan mereka dan sebatas kaidah-kaidah fikih di dalam amar ma’ruf nahi munkar. Sebaliknya, akan anda dapati kebodohan terhadap ushulud dien dan furu’nya serta meremehkannya terjadi di kalangan jama’ah al-Ikhwan, bahkan walaupun mereka faham aqidah shahihah, tapi mereka tidak membimbing massa awam yang bodoh dengan aqidah itu hanya karena ingin memperbanyak pengikut. Bahkan mereka memanfaatkan pengetahuan ini untuk menentang saudara-saudara mereka salafiyyin, yang orang-orang bodoh memusuhinya dikarenakan berpegangnya mereka kepada agama ini, sehingga terbaliklah urusannya : mereka memerintahkan kepada yang munkar dan melarang dari yang ma’ruf. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Berlanjut bab seputar Salafiyyin dan Jihad Afghanistan –insya Alloh-.



Dialihbahasakan dari ath-Thoriq ilal Jama’atil Umm, cet. II, 1412/1991, Darul Manar lin Nasyr, hal. 137-141






Tidak ada komentar:

Posting Komentar