Sabtu, 21 Juni 2014

DR ABDULLAH AZZAM DAN KLAIM JIHAD AFGHANISTAN


الدكتور عبد الله عزام و الجهاد الأفغاني

DR ABDULLAH AZZAM DAN KLAIM JIHAD AFGHANISTAN


Oleh :
Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh

Jihad Afghonistan adalah satu-satunya jihad bersenjata yang disepakati oleh seluruh ulama zaman ini. Yang senantiasa bergema di sekitar DR. Abdullah Azzam adalah klaim yang tak berujung bahwa Ikhwanul Muslimin-lah yang merupakan satu-satunya pelopor dan pemicu pertama jihad tersebut dan mendukungnya dengan harta dan jiwa. Sementara jama’ah-jama’ah lain hanya bisa bersikap pasif. Inilah rahasia mengapa syaikh hanya melambungkan popularitas sebagian mujahidin ke seantero dunia sementara sebagian lainnya ditutup-tutupi peranannya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena manhaj dan ikatan mereka bukanlah manhaj al-Ikhwan.




Kami telah menyebutkan sebelumnya penjelasan hal ini dalam ucapan beliau : ”Yang sangat ingin kujelaskan pada publik adalah bahwa gerakan ikhwanul musliminlah yang menjadi pemicu jihad ini.” Bukan hanya syaikh ’Abdullah ‘Azzam saja yang membuat pengakuan semacam ini. Tatkala jihad Afghanistan mulai meraih kemenangan, setiap jama’ah berbondong-bondong mengklaim memiliki peranan yang besar di dalam menyokong jihad ini untuk dijadikan salah satu sumber kebanggaan dalam sejarahnya dan agar para da’i dan penyerunya dapat menjadikannya sebagai alat kampanye untuk memikat para pemuda dan pendukung jama’ah-jama’ah itu, dan agar masyarakat tahu bahwa dakwah-dakwah lain hanyalah omong kosong belaka tanpa amalan nyata sementara jama’ah mereka memiliki sikap tegas yang disertai dengan berbagai pengorbanan. Bahkan orang syiah sekalipun turut mengklaim bahwa mereka lah yang pertama kali menggerakkan jihad ini!!!

Siapakah yang menggerakkan jihad Afghanistan?



Jawab : Setiap kelompok mengklaim bahwa merekalah yang menjadi penyebab jihad tersebut, tetapi kita dapat mengatakan bahwa rakyat Afghanistan memiliki sejarah yang penuh dengan peperangan dan pertempuran. Sebagiannya bercorak agama dan sebagiannya lagi bercorak nasionalisme. Yang penting, rakyat tersebut memiliki cukup persiapan untuk berperang.



Dulu mereka pernah bangkit menentang kekuasaan Indus (Dinasti Mogul di India, pent.) di bawah pimpinan Syaikh Ahmad Darroni, lalu berperang melawan Inggris pada tahun 1838 di bawah pimpinan Daust Muhammad Khan. Dalam setiap peperangan ini, Alloh memberikan kemenangan kepada mereka. Mereka juga sering melakukan kudeta melawan penguasa, diantaranya kepada Raja Syah Sujak dan membunuhnya di jalan-jalan kota Kabul pada tahun 1839. mereka juga membunuh raja Habibullah Khan pada tahun 1909. pada tahun 1914 mereka memberontak melawan Raja Amanullah, tetapi raja berhasil menguasai pesawat tempur dan tank sehingga pemberontakan tersebut dapat dipadamkan. Mereka memberontak kedua kalinya pada tahun 1928 dan dapat menduduki kota Jalalabad sehingga memaksa Raja mengundurkan diri dari kekuasaannya pada tahun 1929. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa rakyat Afghanistan sendiri memiliki bakat jihad dan revolusi sebelum munculnya kelompok Ikhwanul Muslimin.



DR. Abdullah Azzam memandang bahwa al-Ikhwan lah yang memulai jihad ini pada tahun 1975. beliau mengatakan :



وكان على رأس الحركة آنذاك رباني وسياف و حكمتيار ثم كان الجهاد العام والنفير الكبير بقد الانقلاب الشيوعي الذي جاء بتراقي نسيان ديسمبر 1978م وقد أعلنه العلماء وانضموا وراء ركب الحركة الإسلامية التي سبقتهم إلى الميدان بثلاث سنوات
Saat itu yang menjadi pemimpin gerakan adalah Rabbani, Sayyaf dan Hekmatiyar, lalu diikuti oleh jihad umum dan mobilisasi besar-besaran setelah terjadinya kudeta terang-terangan oleh Komunis yang dipimpin oleh Taraki yang terlupakan pada bulan Desember 1978. para ulama ikut menyerukan jihad dan bergabung di belakang jejak gerakan Islam yang telah mendahului mereka ke medan perang 3 tahun lebih awal.”



Kami katakan sesuai dengan apa yang kami baca, bahwa gerakan yang disebut oleh Syaikh Abdullah Azzam tidak ada hubungannya dengan gerakan al-Ikhwan. Gerakan tersebut adalah gerakan independen. Mereka hanya terpengaruh pemikiran-pemikiran terakhir al-Ustadz Sayyid Quthb dan juga buku-buku al-Maududi. Orang yang merenungkan ucapan anggota gerakan tersebut serta cara mereka bergerak akan menyadari pengaruh tersebut.




Sebagai contoh adalah penentangan syaikh Sayyaf terhadap keikutsertaan dalam suatu pemilu yang dianggapnya sebagai kekufuran yang mengeluarkan dari Islam. Pandangan ini menyerupai aliran lain yang tidak sama dengan pandangan mayoritas al-Ikhwan. Sebab yang terakhir ini (yaitu al-Ikhwan, pent.) ikut serta dalam berbagai pemilu semenjak tahun 1942. Bahkan Al-Banna sendiri mencalonkan sebanyak dua kali dalam pemilu. Seandainya mereka terikat dengan jama’ah al-Ikhwan, tentu mereka tidak akan memiliki sikap tegas seperti ini yang memang seharusnya layak dimiliki sesuai dengan ghirah seorang muslim terhadap syariat-Nya dan semangat untuk membersihkannya dari tawar-menawar murahan.




Contoh lain adalah sikap mereka terhadap kembalinya Raja Zhahir Syah ke kursi kepemimpinan, juga sikap mereka terhadap tawar menawar pemerintahan Najibullah. Mereka menolak turut serta dalam rezim Najibullah walau cuman seorang menteri, padahal itulah jalan tersingkat menuju kekuasaan yang dapat menghemat waktu, biaya dan jiwa. Bagi mereka yang mengkaji sejarah al-Ikhwan semenjak awal berdirinya hingga kini, tentu tidak akan mencium aroma sikap tegas semacam ini.



Semua fakta di atas tentu saja, dengan menyesal harus ditambah kelalaian mereka –yakni para pemimpin gerakan di atas- dari sikap mufasholah (pemutusan hubungan) dengan kaum shufiy dan syi’ah, serta kelalaian mereka dari dakwah kepada tauhid yang berkisar pada hakimiyah, tentang pemerintahan, sekularisme dan komunisme.
Demikian inilah yang mengikat pemikiran Syaikh (Abdullah Azzam). Mereka itu merasa cukup hanya dengan membaca buku-buku Sayyid Quthb yang mempengaruhi mereka. Demikian pula, mereka banyak mencetak buku-buku tersebut dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Pashtu dan Persia, lalu membagi-bagikannya kepada para anggota organisasi mereka. Anda tidak akan menemukan satupun buku yang berbicara mengenail tauhid secara lengkap dan terperinci.



Gerakan mereka ini bernama gerakan ”Jawanan Muslim” atau ”Pemuda Muslim”. Didirikan di Universitas Kabul pada tahun 1969. Disamping mereka yang telah disebutkan oleh Syaikh ’Abdullah ’Azzam, gerakan ini juga menghimpun pemikiran-pemikiran lain serta aqidah yang bervariasi, seperti syiah dan shufi. Diantara mereka terdapat seorang ulama shufi yang bernama Maulvi Faidhani serta para pembesar syiah seperti Farid Akhtar, Muhammad Sulaiman dan Ismail Pasika. 



Dr. ’Abdullah ’Azzam melakukan kesalahan ketika beliau menulis bukunya yang berjudul ”Jihad Sya’b Muslim” bahwa para pemimpin itu (Sayyaf, Hekmatiyar, Rabbani) dimusuhi dan dilawan oleh kaum shufi semenjak permulaan aktivitas mereka. Beliau mengatakan pada bukunya hal. 22 :



وفي مقدمة هؤلاء القادة رباني و حكمتيار وسياف وخالص وقد تربى هؤلاء على كتب المودودي وسيد قطب وابن تيمية وحاربتهم الصوفية منذ البداية حربا شعواء يعرفها العامة والخاصة
Sejak awal, para pemimpin tersebut : Rabbani, Hekmatiyar, Sayyaf dan Khalish, mereka semua terdidik di atas buku-buku al-Maududi, Sayyid Quthb dan Ibnu Taimiyah. Kaum shufiyah memerangi mereka semenjak permulaan dengan perlawanan luas yang diketahui baik oleh orang awam maupun orang khusus.”



Saya katakan : Tidak demi Alloh! Tidak benar demikian. Bahkan nama yang disebut paling akhir (yaitu Khalish, pent) adalah salah seorang pembesar shufiyah. Lantas bagaimana mungkin kalangan shufi memerangi mereka padahal organisasi mereka ini didirikan dengan menghimpun golongan shufi dan syiah. Hingga kini-pun, organisasi mereka ini masih mengikutsertakan para syaikh shufi, bahkan organisasi Rabbani sendiri penuh dengan orang-orang syiah terutama di wilayah Herat, Ghur dan Bamian. Bagi yang ragu dengan keterangan saya ini silakan anda periksa dan lihat sendiri wilayah tersebut.
Kebenaran yang tidak diragukan lagi adalah mereka tidak tertarik kecuali kepada syirik hakimiyah. Adapun syirik-syirik lainnya, mereka enggan menyinggungnya, sehingga seseorang tidak bisa memastikan aqidah apakah yang mereka yakini, karena kebanyakan ceramah-ceramah dan makalah-makalah mereka tidak pernah terdengar membahas masalah ini, seakan-akan tidak pernah ada. Saya pribadi tidak dapat mencerna, bagaimana bisa seorang yang meyakini suatu aqidah dan terikat dengannya namun tidak mendakwahkannya, tidak menerapkan permusuhan dan benci karenanya atau mencintai demi membelanya.




Bagaimanapun juga, kita akan kembali kepada pokok bahasan tema kita kali ini, dan mengenai argumen-argumen kami bahwa gerakan ”Jawanan Muslim” adalah gerakan lepas. Kami memiliki buktinya, diantaranya adalah apa yang disebutkan oleh salah seorang tokoh gerakan ini, yang bernama DR. Sayyid Musa Tawana di dalam artikel-artikel yang ditulisnya untuk Majalah ”al-Mujahidun” yang diterbitkan oleh Jam’iyyah Islamiyyah pimpinan Rabbani, pada edisi no.7 September 1987. beliau berkata :





كان الشباب يطلقون على أنفسهم اسم جوانان مسلم وكان غيرهم ولا سيما الأعداء يطلقون عليهم اسم ( الإخوان المسلمون ) ولا علم لنا باسم أول من أطلق عليهم هذين الاسمين وأتذكر جيدا أن عددا منا قد اجتمع في قسم كلية الشريعة وتكلمنا في هذا الموضوع واخترنا اسم (( الجمعية الإسلامية )) لكونـها قريبة من اسم جماعة الإخوان المسلمون والجماعة الإسلامية في باكستان وللتمييز بينها وبين هاتين الجماعتين الإسلاميتين العالميتين
Para pemuda tersebut menyebut diri mereka ”Jawanan Muslim” sementara selain mereka, terutama musuh-musuh mereka menyebut mereka dengan ”al-Ikhwanul Muslimun”. Kami tidak tahu persis manakah diantara keduanya yang lebih dulu digunakan. Saya ingat betul bahwa beberapa orang dari kami mengadakan rapat di bagian Fakultas Syari’ah (Universitas Kabul, pent) untuk membicarakan masalah ini. Kami memilih nama ”Jam’iyyah Islamiyyah” karena kedekatannya dengan nama ”Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun” dan ”Jam’ah Islamiyyah” di Pakistan, dan sekaligus untuk membedakan antara jama’ah kami tersebut dengan kedua jama’ah internasional itu.”




Bukti yang paling kongkrit lagi adalah, apa yang dinyatakan oleh Mursyid ’Amm al-Ikhwanul Muslimun Hamid Abun Nashr yang menyatakan bahwa beliau tidak terkait dengan mereka, dan bantuan-bantuan yang diberikannya hanyalah bantuan obat-obatan atau medis, serta bantuan keuangan seperti yang lain.

Peranan Salafiyyah dalam medan peperangan Afghanistan



Telah kami sebutkan terdahulu, bahwa ketika jihad Afghanistan mulai memperoleh kemenangan militer yang besar, berbagai jama’ah saling ’cakar-mencakar’ dalam lapangan dakwah, ingin meyakinkan masyarakat –terutama para pemuda- bahwa merekalah yang memiliki peranan penting dalam jihad Afghanistan sementara jama’ah-jama’ah lainnya hanyalah banyak bicara tanpa beramal (No action talk only).




Kami telah mengatakan bahwa dalam masalah ini, beberapa bintang pemimpin bersinar terang di langit media massa Islam, yaitu media yang bercorak ikhwani, sedangkan pemimpin selain mereka tidak (diblow-up). Cerita-cerita dan gosip yang sampai kepada kami (melalui media massa ini) adalah bahwa salafiyyun di sana (Afgnanistan) adalah kaum yang menghalang-halangi jihad. Mereka hanya sibuk dengan masalah kuburan, bid’ah-bi’dah dan mengkafirkan kalangan awam mujahidin. Bahkan beberapa gosip yang lebih parah menyatakan bahwa mereka ini adalah kaki tangan dan antek-antek pemerintahan komunis.




Akan tetapi, seorang syaikh yang bernama Jamilurrahman rahimahullahu, salah seorang pemimpin salafiyyah di Afgnanistan dan amir Jama’ah ad-Da’wah ilal Qur’an was Sunnah yang didirikan pada tahun 1965 di propinsi Kunar sebelum berdirinya gerakan yang berfaham ’gado-gado’ ”Jawanan Muslim” selang 4 tahun. Jama’ah ini memulai dakwahnya dengan manhaj dakwah para Nabi dan Rasul, menyeru kepada tauhid beserta cabang-cabangnya, memerangi syirik berikut cabang-cabangnya dan tidak ada keleluasaan sedikitpun di dalam jama’ah ini bagi kaum sekuler, shufi maupun syiah.



Jama’ah ini mulai melancarkan jihad bersenjata semenjak tahun 1973, yang artinya dua tahun lebih dulu dibandingkan ”Jawanan Muslim”, dan pada saat maklumat pengumuman mobilisasi umum pada tahun 1978, jama’ah ini bergabung dengan organisasi-organisasi lain yang semuanya bersekutu dengan nama ”Hizb Islami”. Namun syaikh (Jamilurrahman) berselisih dengan para pembesar lainnya ketika mereka menghendaki pengkotak-kotakan tauhid dan aqidah, yakni mereka memperbolehkan membahas kekafiran komunisme dan syirik tasyri’ namun mereka melarang dari berbicara masalah kesyirikan kaum shufi dan para quburiyun. Mereka melarang berbicara dalam masalah ilhad kaum shufi dalam masalah asma’ wa shifat, dalam masalah jimat-jimat dan sebagainya, dengan alasan bahwa hal ini semua dapat menimbulkan fitnah dan memecah belah barisan mujahidin. Dalam hal ini, silakan anda baca buku terbitan ”Jama’ah ad-Da’wah” buah tangan Syaikh Jamilurrahman rahimahullahu. Di dalam buku itui terdapat penjelasan yang memuaskan tentang sebab-sebab berpisahnya beliau dari aliansi (persekutuan) mujahidin, dan diikuti oleh kejadian-kejadian berikutnya berupa penindasan dari mereka yang menamakan dirinya ahlus sunnah.

(Berlanjut dengan wawancara khusus bersama syaikh Jamilurrahman dan Kesaksian pembesar ikhwani terhadap dakwah syaikh Jamilurrahman)

Dialihbahasakan dari ath-Thoriq ilal Jama’atil Umm, cet. II, 1412/1991, Darul Manar lin Nasyr, hal. 141-145





Tidak ada komentar:

Posting Komentar