Kisah Khalifah Ali bin Abi Thalib (Bagian 1)
Nasab dan Kedudukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
Nama lengkap beliau, Ali bin Abi Thalib bin Abdi Manaf bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah Abul Hasan dan Husein, digelari Abu Turab3, keponakan sekaligus menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam dari puteri beliau, Fathimah az-Zahra’ rodhiyallohu ‘anha.
Ibu beliau bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan seorang putera Bani Hasyim.4 Beliau memiliki beberapa orang saudara laki-laki; Thalib, Aqiel dan Ja’far. Mereka semua lebih tua dari beliau, masing-masing terpaut sepuluh tahun. Beliau memiliki dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah. Keduanya adalah puteri Fathimah binti Asad, ia telah masuk Islam dan turut berhijrah.
Ayah beliau bernama Abu Thalib. Dia adalah paman kandung yang sangat menyayangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam nama sebenarnya Abdi Manaf. Demikianlah disebutkan oleh Imam Ahmad dan ulama-ulama ahli nasab dan sejarah. Kaum Rafidhah mengira Abu Thalib ini bernama Imran, bahwa dialah yang dimaksud dalam firman Allah :
”Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” (Ali Imran: 33).
Kaum Rafidhah ini telah jatuh dalam kesalahan yang amat besar. Mereka tidak memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an lainnya sebelum mereka mengucapkan kedustaan tersebut dengan menafsirkan ayat seenaknya. Karena setelah itu Allah ‘azza wa jalla mengatakan,
” (Ingatlah), ketika isteri Imran berkata, ‘ Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)’.” (Ali Imran: 35).
Allah menyebutkan kelahiran Maryam binti Imran. Begitulah zhahirnya, alhamdulillah.
Abu Thalib ini sangat menyayangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam namun ia tidak beriman kepada beliau. Bahkan ia mati di atas kekufuran seperti yang telah diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari.5
Ali bin Abi Thalib rodhiyallohu ‘anhu termasuk salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga dan salah seorang dari enam orang ahli syura. Beliau termasuk sahabat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam wafat dalam keadaan ridha kepadanya. Beliau adalah khalifah rasyid yang keempat.
* Sifat Fisik Ali Bin Abi Thalib rodhiyallohu ‘anhu
Beliau memiliki kulit berwarna sawo matang, bola mata beliau besar dan berwarna kemerah-merahan,6 berperut besar dan berkepala botak. Berperawakan pendek dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundak beliau padat dan putih, beliau memiliki bulu dada dan bahu yang lebat, berwajah tampan dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah saat berjalan.7
* Keislaman Ali bin Abi Thalib rodhiyallohu ‘anhu dan Peran Beliau Sebelum Diangkat Menjadi Khalifah
Ali bin Abi Thalib rodhiyallohu ‘anhu masuk Islam saat beliau berusia tujuh tahun, ada yang mengatakan delapan tahun, dan ada pula yang mengatakan sepuluh tahun. Dikatakan bahwa beliau adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Namun yang shahih adalah beliau merupakan bocah yang pertama kali masuk Islam, sebagaimana halnya Khadijah adalah wanita yang pertama kali masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah budak yang pertama kali masuk Islam, Abu Bakar rodhiyallohu ‘anhu adalah lelaki merdeka yang pertama kali masuk Islam. Ali bin Abi Thalib rodhiyallohu ‘anhu Memeluk Islam dalam usia muda disebabkan ia berada di bawah tanggungan Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam . Yaitu pada saat penduduk Makkah tertimpa paceklik dan kelaparan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengambilnya dari ayahnya. Ali bin Abi Thalib kecil hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam . Dan ketika Allah mengutus beliau menjadi seorang rasul yang membawa kebenaran, Khadijah serta ahli bait beliau, termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib, segera memeluk Islam. Adapun keislaman yang bermanfaat dan menyebar manfaatnya kepada manusia adalah keislaman Abu Bakar ash-Shiddiq rodhiyallohu ‘anhu . Diriwayatkan dari Ali bahwa ia berkata, “Aku adalah orang yang pertama kali masuk Islam.” namun sanadnya tidak shahih. Telah diriwayatkan juga haditshadits yang semakna dengan ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, namun kebanyakan dari hadits itu adalah munkar dan tidak shahih, wallahu a’lam.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi berkata, “Wanita pertama masuk Islam adalah Khadijah, kaum lelaki pertama yang masuk Islam adalah Abu Bakar dan Ali rodhiyallohu ‘anhu, hanya saja Abu Bakar menyatakan keislamannya sementara Ali menyembunyikannya.”
Menurut saya, “Yang demikian itu karena ia takut kepada ayahnya, kemudian ayahnya memerintahkannya supaya mengikuti dan membela keponakannya shallallahu ‘alaihi was sallam.”
Ali turut berhijrah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam keluar dari kota Makkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam menugaskannya untuk membereskan hutang piutang beliau dan mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau. Kemudian Ali menyusul beliau setelah melaksanakan perintah beliau dan turut berhijrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mempersaudarakannya dengan Sahal bin Hunaif rodhiyallohu ‘anhu.
Ibnu Ishaq dan penulis sejarah lainnya menyebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mempersaudarakannya dengan diri beliau sendiri. Telah diriwayatkan banyak hadits tentangnya tapi tidak shahih, karena sanadnya dhaif. Dan sebagian matannya sangat ganjil, dalam sebuah matan disebutkan, ‘Engkau adalah saudaraku, pewarisku, khalifah setelahku, dan sebaik-baik amir sepeninggalku’.”
Hadits ini maudhu‘ (palsu) dan bertentangan dengan hadits-hadits yang shahih dalam kitab Shahihain dan kitab-kitab hadits lainnya.
Beliau ikut serta dalam perang Badar dan beliau memiliki jasa yang besar dalam peperangan tersebut. Beliau juga turut serta dalam peperangan Uhud, pada saat itu beliau tergabung dalam sayap kanan pasukan yang memegang panji setelah Mush’ab bin Umair. Beliau juga turut serta dalam perang Khandaq. Dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan jagoan Arab dan salah seorang pemberani mereka yang sangat populer, yakni Amru bin Abdi Wud al-’Amiri. Beliau juga turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah dan Bai’atur Ridhwan. Beliau juga mengikuti peperangan Khaibar. Dalam peperangan ini beliau menunjukkan aksi yang luar biasa dan kepahlawanan yang mengagumkan. Allah memberi kemenangan lewat tangannya. Dan dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan Mirhab al-Yahudi.
Beliau juga turut serta dalam Umrah Qadha’. Pada saat itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berkata kepadanya,
“Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.”8
Adapun kisah yang banyak diceritakan oleh para qushshash (tukang cerita) bahwa beliau pernah bertarung melawan jin di sumur Dzatul ilmi,9 sebuah sumur di dekat Juhfah, adalah kisah yang tidak ada asal-usulnya. Kisah itu termasuk kisah yang diada-adakah oleh orang-orang jahil dan tukang cerita, janganlah terpedaya dengannya.
Beliau juga mengikuti penaklukan kota Makkah, peperangan Hunain dan ath-Thaif. Beliau berperang dengan gagah berani lalu beliau berumrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam dari al-Ji’ranah. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berangkat ke Tabuk, beliau mengangkatnya sebagai pengganti beliau di Madinah. la berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah apakah engkau membiarkan aku bersama kaum wanita dan anak-anak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berkata kepadanya,
”Tidakkah engkau ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.“10
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusnya sebagai amir dan hakim di negeri Yaman bersama dengan Khalid bin al-Walid rodhiyallohu ‘anhu. Kemudian beliau menyusul Rasul shallallahu ‘alaihi was sallam pada haji wada’ ke Makkah dengan membawa onta korban beliau. la bertahallul sebagaimana tahallulnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam dan memberinya bagian dari hewan korban beliau.11 Lalu ia tetap mengenakan kain ihramnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam dan menyembelih hewan korban bersama beliau setelah menyelesaikan manasik haji. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam sakit, al-Abbas berkata kepadanya, “Tanyalah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam, siapakah yang berhak memegang kepemimpinan setelah beliau?” Ali berkata, “Demi Allah aku tidak akan menanyakannya kepada beliau, sebab apabila beliau melarangnya dari kita maka orang-orang tidak akan menyerahkannya kepada kita selama-lamanya.”12
Hadits-hadits yang shahih dan jelas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam tidak mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepadanya ataupun kepada selainnya. Bahkan beliau mengisyaratkan dengan menyebut Abu Bakar. Beliau memberi isyarat yang dapat dipahami dan sangat jelas sekali maksudnya. Seperti yang telah kami sebutkan dalam juz sebelumnya, alhamdulillah13
Adapun kebohongan yang dilontarkan oleh orang-orang jahil dari kalangan Syi’ah dan tukang cerita yang bodoh bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam telah mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Ali jelas merupakan sebuah kedustaan dan kebohongan yang sangat besar yang menjerumuskan mereka ke dalam kesalahan yang sangat besar pula. Seperti tuduhan para sahabat telah berkhianat dan bersepakat menggagalkan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam dan menahannya dari orang yang telah diberi wasiat. Lalu menyerahkannya kepada orang lain tanpa alasan dan sebab. Setiap mukmin yang beriman kepada Allah dan RasulNya, meyakini bahwa Dienul Islam adalah haq pasti mengetahui batil-nya kedustaan ini. Karena para sahabat adalah sebaik-baik manusia setelah para nabi. Mereka adalah generasi terbaik umat ini yang merupakan umat terbaik di dunia maupun di akhirat berdasarkan nash al-Qur’an serta berda-sarkan ijma’ salaf dan khalaf, alhamdulillah.
Adapun cerita yang disampaikan oleh orang-orang awam tukang cerita di pasar-pasar tentang wasiat-wasiat yang khusus diberikan kepada Ali dalam hal adab (etika), akhlak, adab makan dan minum, adab berpakaian, seperti cerita mereka, “Wahai Ali, janganlah pakai imamah (sorban) sambil duduk. Wahai Ali, janganlah pakai celanamu sambil berdiri. Wahai Ali, janganlah memegang tiang pintu. Dan janganlah duduk di depan pintu. Janganlah menjahit pakaian yang sedang engkau kenakan.” Dan wasiat-wasiat sejenis-nya. Semua itu adalah cerita kosong yang tidak ada asal-usulnya. Bahkan termasuk dusta, bohong dan palsu.
Kemudian, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam wafat, Ali termasuk salah seorang yang memandikan, mengkafani dan mengebumikan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq dibai’at menjadi khalifah pada hari Saqifah, Ali termasuk salah seorang yang berbai’at di masjid, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.14
Abu Bakar ash-Shiddiq dalam pandangan Ali bin Abi Thalib sama seperti para umara’ dari kalangan sahabat yang lainnya, beliau berpandangan mentaati Abu Bakar merupakan kewajibannya dan merupakan perkara yang paling ia sukai. Ketika Fathimah rodhiyallohu ‘anha wafat enam bulan setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam , ketika itu ia kurang puas terhadap beberapa keputusan Abu Bakar disebabkan warisan yang tidak ia peroleh dari ayahnya shallallahu ‘alaihi was sallam. Ia belum mengetahui nash khusus dalam masalah ini bagi para nabi, yakni mereka tidak mewariskan harta warisan kepada sanak famili. Ketika hal itu sampai kepadanya ia meminta kepada Abu Bakar agar mengangkat suaminya sebagai pengawas sedekah (harta warisan) tersebut, akan tetapi Abu Bakar menolaknya. Maka ia terus memendam ketidakpuasan terhadap Abu Bakar seperti yang telah kami jelaskan terdahulu. Maka Ali berusaha mengambil hati istrinya. Setelah Fathimah wafat, Ali memperbaharui kembali bai’atnya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq rodhiyallohu ‘anhu.
Ketika Abu Bakar wafat lalu Umar memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar kepadanya, Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang sahabat yang membai’at Umar. Ali selalu bersama Umar dan memberikan masukan positif kepadanya. Disebutkan bahwa Umar memintanya menjadi qadhi (hakim) pada masa kekhalifahannya. Beliau menyertai Umar bersama para tokoh dari kalangan sahabat ke negeri Syam dan menghadiri khutbah Umar di al-Jabiyah.
Ketika Umar ditikam dan beliau menyerahkan urusan musyarawah kepada enam orang sahabat, salah seorang di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib rodhiyallohu ‘anhu . Lalu mereka menetapkan dua orang calon, yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman terpilih menjadi khalifah. Namun begitu, Ali tetap mendengar dan taat kepada Utsman.
Bersambung…
Artikel Blog Abu Abdurrohman
FOOT NOTE:
3 Kuniyah beliau yang masyhur adalah Abul Hasan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam menggelarinya Abu Turab dalam sebuah kisah yang masyhur yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam Shahihnya, hadits nomor441, 3703 dan 3280 dan Muslim dalam Shahihnya, hadits nomor 2409.
4 Yang mengatakan demikian adalah az-Zubair bin Bakkar seperti yang disebutkan dalam kitab SiyarA’lam an-Nubala’, 2/118 dan al-Bidayah wan Nihayah, 11/29. Kalimat yang dicantumkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah adalah: “Dia adalah wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan khalifah, kemudian setelah itu Fathimah az-Zahra’ rodhiyallohu ‘anha.” Saya katakan, “Barangkali kalimat di atas itulah yang benar.”
5 Shahih al-Bukhari nomor: 3884 dalam kitab Manaqib al-Anshar, Bab: Kisah Abu Thalib.
6 Asykalal Ainain yakni berbola mata kemerah-merahan. Silakan lihat Lisanul Arab materi syakala, 11/358.
7 Silakan lihat penjelasan tentang sifat jasmani beliau dalam kitab ath-ThabaqatuI Kubra karanqan Ibnu Sa’ad, 3/25 dan 27, dan Tarikh ath-Thabari,5/153.
8 Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya nomor 4251 dalam kisah hadhanah {pemeliharaan) puteri Hamzah, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam memutuskan bahwa hak pemeliharaan jatuh ke tangan bibinya, yaitu istri Ja’far. Beliau mengatakan perkataan ini kepada Ali dan mengatakan kepada Ja’far, “Perawakan dan watakmu sangat mirip denganku.” Dan beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah , “Engkau adalah saudara dan maula kami.”
9 Aku belum menemukan sumbernya
10 Muttafaqun ‘alaih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, 3706 dan Muslim, 2404.
11 Silakan lihat al-Bidayah wan Nihayah, 7/556.
12 Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahihnya nomor 4447.
13 Silakan lihat Khilafah ash-Shiddiq dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah halaman 64 dan setelahnya yang telah kami susun
14 Silakan lihat juz pertama, Khilafah Abu Bakar ash-Shiddiq halaman 61 dari kitab al-Bidayah wan Nihayah yang telah kami susun
===============================
Sumber: kisahislam.net
Judul Asli: Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah
Penulis: al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir
Pennyusun: Dr.Muhammad bin Shamil as-Sulami
Penerbit: Dar al-Wathan, Riyadh KSA. Cet.I (1422 H./2002 M)
Edisi Indonesia: Al-Bidayah wan-Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin
Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari
Muraja’ah: Ahmad Amin Sjihab, Lc
Penerbit: Darul Haq, Cetakan I (Pertama) Dzulhijjah 1424 H/ Pebruari 2004 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar