DR. ‘Abdullah Azzam dan Para Penghafal Matan
Syaikh ‘Utsman ‘Abdus Salam Nuh dalam Ath-Thoriq illa Jama’atil Umm menceritakan sebuah kisah yang menarik tentang DR. ‘Abdullah Azzam rahimahullahu
dan semoga Alloh menjadikan beliau sebagai salah seorang syahid di
jalan-Nya dan mengampuni segala dosa-dosa dan kesalahan beliau. Syaikh
‘Utsman berkata :
Setelah
diproklamirkan berdirinya pemerintahan sementara Afghanistan yang
dibawah pimpinan Mujaddidi [seorang shufi ekstrim, akan datang
penjelasan akan hakikatnya pada pembahasannya nanti, pent.], Majalah
“Al-Jihad” yang terbit pada bulan Maret 1986 edisi no. 53, menurunkan
artikel berjudul Ja’al Haqq wa Zahaqol Bathil buah pena DR. Abdullah Azzam. Beliau menulis :
(( تأكدت
أن هذا القرآن لا يفتح أسراره لفقيه قاعد وهذا الدين لا يسبر أغواره ولا
يدرك معانيه حفظة المتون والحواشي ممن لا يتحركون به ولا يعيشون لنصرته
وأيقنت أكثر من أي وقت مضى سر اتفاق الفقهاء البارزين على عدم انعقاد
البيعة لفاسق واشتراط العلم والتقوى لمن يلي أمرا من أمور المسلمين أو
يتصرف في شؤونـهم ))
“Saya benar-benar yakin bahwa al-Qur’an tidak akan membuka rahasianya kepada seorang faqih yang qo’id
(pasif/duduk berpangku tangan). Dan agama ini tidak akan dapat diselami
kedalamannya serta dimengerti makna-makanya oleh para penghafal matan
(teks) dan hawasyi (footnote/catatan kali) yang tidak bergerak
dengannya, dan tidak hidup untuk menyokongnya. Saya kini lebih yakin
lagi daripada sebelumnya tentang rahasia adanya kesepakatan tegas para fuqoha
berkaitan dengan tidak adanya kewajiban baiat kepada seorang penguasa
fasik dan disyaratkannya ilmu dan takwa bagi siapapun yang mengurusi
urusan kaum muslimin atau mengendalikan kepentingan-kepentingan mereka.”
Kami (Syaikh Utsman) mengatakan : Amat disayangkan, seharusnya sang doktor rahimahullahu
tidak mengobarkan sentimen para mujahidin dengan mengikatkannya kepada
suatu partai atau kelompok tertentu. Bahkan beliau wajib menyeru mereka
kepada aqidah salafiyah sebab aqidah itulah yang akan menjadi wilayah
kesepakatan mereka, khususnya diantara para mujahidin Arab. Suatu
sanjungan atau pujian kepada jama’ah tertentu dengan mengerdilkan
jama’ah lain akan menghantarkan kepada perpecahan shof, apalagi jika
mengingat para mujahidin tersebut terikat pada banyak sekali
jama’ah-jama’ah yang satu dengan lainnya saling berselisih faham dan
manhaj.
Jika
beliau mengatakan kepada suatu jama’ah : ”mereka itu hanyalah penghafal
matan dan footnote”, maka pasti akan ada orang yang bangkit
menyanggahnya dengan tuduhan semisal. Bahkan seandainya orang itu
berdiam diri saat mendengar cemoohan tersebut, pasti timbul dalam
hatinya kewajiban melakukan pembelaan atas jama’ahnya karena ia
berkeyakinan bahwa jama’ahnya berada di atas kebenaran sedangkan
menerangkan kebenaran adalah wajib.
Situasi
semacam ini akan semakin memanas apabila yang hadir adalah para pemuda
yang tidak memiliki kesabaran di dalam menerima cemoohan-cemoohan
tersebut. Saya sendiri pernah melihat banyak diantara mereka yang
menggerutu akibat cemoohan-cemoohan ini ketika syaikh rahimahullahu menyampaikan pelajaran di Camp Shada dan beliau mengucapkan perkataan sebagaimana yang kami kutip di atas.
Syaikh
seharusnya memuji seluruh kaum muslimin sehingga moral dan spirit
mereka meningkat. Beliau seharusnya membangkitkan keberanian mereka,
mempersatukan barisan mereka (di atas aqidah dan manhaj salaf) sehingga
jihad tidak menjadi semata-mata alat propaganda suatu jama’ah tertentu.
Namun syaikh rahimahullahu enggan melakukannya. Beliau hanya
menyanjung dan mengangkat popularitas para pemimpin tertentu hanya
karena mereka mendukung jama’ah beliau. Sementara beliau mengubur
lainnya dan menjelek-jelekkan mereka, tidak lain hanya karena mereka
tidak bersimpati pada jama’ahnya.
Syaikh rahimahullahu menerangkan pentingnya penjelasan tentang jasa-jasa jama’ahnya dalam jihad Afghonistan dengan mengatakan :
(( إذ كل ما أردت أن أبينه للناس أن الحركة الإسلامية – ( يقصد جماعة الإخوان ) – هي باعثة هذا الجهاد الإسلامي وهي النواة التي كانت بإذن الله طليعة هذا العمل المبارك )) [ آيات الرحمن – الطبعة الثانية ص 28 ] .
“Sesuatu
yang ingin sekali aku jelaskan kepada publik adalah bahwa gerakan islam
(maksudnya ikhwanul muslimin)-lah yang menjadi penggerak pertama,
pemicu serta pembangkit jihad. Jama’ah inilah yang dengan izin Alloh
menjadi inti kepeloporan aktivitas penuh berkah ini.” [Aayatur Rahmaan, cet. II, hal. 28].
Saya (Syaikh ‘Utsman) katakan : Subhanalloh,
apa manfaatnya bagi manusia jika mereka mengetahui bahwa jihad tersebut
digerakkan oleh jama’ah ini atau jama’ah itu? Hal ini hanyalah memecah
belah persatuan dan barisan umat serta menyebarluaskan fitnah. Di Camp Shada,
syaikh menyampaikan pada kami pelajaran yang di dalamnya beliau
memuji-muji seorang pemimpin dari wilayah lembah Pansyir [maksudnya
Hekmatiyar, pent.] dan menjelek-jelekkan seorang pemimpin dari wilayah
Kunar [maksudnya Syaikh Jamilurrahman, pent.]. Penyebabnya adalah,
pemimpin pertama itu bersimpati kepada al-Ikhwan dan pemimpin yang kedua
memiliki manhaj yang berbeda dengan al-Ikhwan.
Syaikh menyebutkan masalah ini di dalam bukunya yang berjudul Khidham al-Ma’rokah (samudera peperangan) hal. 119 namun tanpa menyebutkan nama-nama wilayah, beliau berkata :
(( وأدركت
من الجهاد أن التربية ضرورة ماسة قبل حمل السلاح وإلا فإن الذين يحملون
السلاح دون تربية يصبحون كالعصابات المسلحة تؤرق أجفان الناس وتـهدد أمنهم
وأنت تدرك هذا عند المقارنة بين قائدين في أفغانستان ، أحدهما تربى في
الحركة الإسلامية والآخر لم يتلق التربية فتجد الناس جد مرتاحين في منطقة
الأول وأما الثاني فشكوى الناس لا تنقطع عنه ))
“Saya telah mengambil suatu pelajaran penting dari jihad ini bahwa tarbiyah (ala jama’ah ikhwani, pent.) itu begitu penting dilakukan sebelum kita mengangkat senjata. Sebab tanpa tarbiyah,
mereka akan menjadi gerombolan-gerombolan bersenjata liar yang mengacau
keamanan dan ketentraman penduduk. Anda dapat memahami keterangan saya
ini dengan membandingkan antara dua orang pemimpin Afghanistan. Yang satu pernah dibina dalam gerakan Islam sementara yang kedua tidak pernah mendapatkan tarbiyah.
Anda akan mendapati bahwa penduduk yang memperoleh nasib baik dan
ketenangan di wilayah pemimpin pertama sementara di wilayah kedua tidak
pernah sepi dari keluh kesah…”
Pada umumnya, selama tuduhan-tuduhan ini telah terjadi, bahkan tercetak di dalam buku-buku sehingga publik menjadi tahu bahwa da’i manhaj
salafi tidaklah lebih dari sekedar ’penghafal matan dan footnote dan
mereka tidak memahami agama serta tidak pula memperjuangkannya’, maka
menjadi kewajiban bagi kami untuk menjelaskan kebenaran dan menjelaskan
kebatilan ini. Kami mengatakan : Dalam hal apakah para pengikut manhaj
salafi lengah dan lalai serta hanya berbicara tanpa beramal?
Bahkan sebaliknya (alhamdulillah), mereka ini dikenal luas selalu berpegang teguh dengan ushul maupun furu’
agama, begitu kokohnya konsistensi mereka sehingga kelompok lain
menentang komitmen mereka yang kuat terhadap sunnah-sunnah dan amalah mustahabbah apalagi perkara yang wajib dan yang pokok dari agama ini.
Bahkan
mereka mendalami tauhid yang tiga, berupaya mengamalkannya dan
menjelaskannya kepada manusia. Mereka memusuhi para penyeleweng darinya
dan mencintai penganutnya. Mereka membenci dan berloyal, dan memusuhi di
dalamnya. Sementara di saat yang sama, masyarakat mengetahui bagaimana
sikap al-Ikhwan terhadap tauhid ini, bahkan kalangan mereka meremehkan
hak-hak tauhid ini dan berubah membela musuh-musuhnya dari kaum
Asya`irah dan kaum shufi, bahkan kaum syiah sekalipun.
Tak ada seorangpun yang mampu mengingkari sikap puritan kaum salafiyyah di dalam melaksanakan kewajiban dan fardhu-fardhu
agama. Bahkan mereka pun sangat hati-hati di dalam mengamalkan
kewajiban-kewajiban yang masih diperselisihkan para ulama. Singkatnya,
mereka ini adalah orang-orang yang konsekuen di dalam memegang teguh
agama, mulai dari cabang tertinggi laa ilaaha illallohu hingga masalah siwak dan menyingkirkan duri dari jalan umum.
Saya
mengatakan hal ini dikarenakan kami telah mendengar bahwa DR. Abdullah
Azzam dalam khutbah-khutbah dan makalah-makalahnya memaksudkan tuduhan
tersebut, yaitu para pengafal matan dan footnote adalah para ulama
manhaj salafi. Kami telah membuktikan bahwa para ulama tersebut tidak
pernah mengatakan sesuatu yang tidak mereka amalkan. Jadi
tuduhan-tuduhan sang doktor bahwa mereka itu hanya diam saja tidak
bergerak membela agama serta tidak memahami makna-makna agama adalah
suatu tuduhan zhalim belaka yang tidak berdasar. Justeru tuduhan-tuduhan
tersebutlah yang lebih layak ditujukan kepada al-Ikhwan.
Pembicaraan mengenai Islam di kalangan al-Ikhwan selalu yang ijmal (global) saja tanpa ada perinciannya. Kami tidak tahu apakah mereka masih memiliki ushul selain kata Islam semata? Mereka tidak memiliki definisi yang jelas tentang makna al-Islam. Jika kita katakan bahwa Islam itu hakimiyah dan tasyri’, ternyata mereka melunakkan ushul ini dengan mengakui sistem demokrasi yang merupakan induk syirik di dalam tasyri’. Jika kita katakan Islam itu adalah penghapusan syirik khurofi
kita dapati mereka menentang kami hanya karena kami menyeru orang awam
untuk meninggalkan syirik ini, bahkan mereka memperbolehkannya. Apabila
kami mengatakan Islam itu al-Wala wal Baro` ternyata mereka
berhubungan erat dengan partai-partai sekuler (diantaranya partai Wafd,
pent.), yang tidak terputus bahkan mereka tidak mengenal adanya mufasholah
(pemutusan hubungan) dengan partai-partai jahiliyah tersebut. Ditambah
lagi dengan sanjungan mereka terhadap syiah dan dukungan mereka terhadap
firqoh ini sehingga kami tidak perlu menunjukkannya, karena
telah terbentang luas sepanjang sejarah mereka. Jika kita katakan Islam
adalah tauhid asma’wa shifat ternyata menurut mereka jenis tauhid ini hanyalah suatu filsafat yang diada-adakan. Jika kita katakan di dalam Islam itu ada furu’ mereka menyatakannya sebagai masalah remeh dengan bertameng pada senjata khilafiyyah
dan dianggap tertutup bagi perselisihan dan tidak boleh
membicarakannya. Dengan semua ini, masih saja sang doktor menuduh kami
dengan berbagai kekurangan di dalam pengamalan Islam namun ia membiarkan
jama’ahnya sendiri…
Kami demi Alloh sangat heran dengan ucapan sang doktor rahimahullahu tentang (( حفظة المتون والحواشي ممن لا يتحركون به ولا يعيشون له )) ”para penghafal matan dan footnote yang tidak bergerak dengannya dan tidak hidup untuknya.”
Kami
mengatakan : Jika salafiyyin dianggap tidak memahami makna agama, saya
tidak tahu apakah ada orang lain –walau seorangpun- yang mengerti
maknanya. Sebab pemahaman salafiyun terhadap agama mereka bersandar pada
pemahaman generasi pertama umat ini, sebagaimana ucapan Imam Malik rahimahullahu :
(( ما لم يكن دينا لأول هذه الأمة لا يكون لآخرها دينا ))
”Apa yang tidak termasuk agama pada generasi awal umat ini maka tidak termasuk agama bagi generasi akhinya.”
Definisi selain definisi salafi bisa jadi merupakan definisi shufiyah yang bersandar pada ilham (wangsit) dan mukasyafah (penyibakan alam ghaib) yang penuh khurofat,
bisa jadi merupakan filsafat yang bersandar dari ajaran kuffar Yunani
kuno, dan anda tidak akan mendapati suatu definisi Islam menurut hakikat
sebenarnya kecuali di dalam manhaj salafi. Seharusnya sang doktor
menerangkan dalam hal apakah salafiyun bodoh terhadap agamanya? Dalam
hal apakah mereka bisa berbicara tanpa amal? Sehingga ia bisa mengatakan
’mereka tidak bergerak dengan agama ini dan tidak memahami
makna-maknanya.’
Tentang
ucapan beliau : ’mereka tidak bergerak dengan agama dan tidak hidup
untuk menyokongnya’ maka kami jawab bahwa bantahan-bantahan terdahulu
cukup untuk membatalkan tuduhan ini. Kita mengetahui bahwa gerakan
keagamaan maknanya adalah anda mempelajarinya, mengamalkannya dan
menyebarkannya diantara manusia, memerintahkan mereka untuk
mengamalkannya dan bersabar atas segara aral rintangan yang menghadang.
Semua
orang tahu, bahwa para ulama salafiyyah tidak pernah meremehkan
sesuatupun dan tidak pernah meninggalkan sesuatupun sedikitpun sebatas
kemampuan mereka dan sebatas kaidah-kaidah fikih di dalam amar ma’ruf
nahi munkar. Sebaliknya, akan anda dapati kebodohan terhadap ushulud dien dan furu’nya serta meremehkannya terjadi di kalangan jama’ah al-Ikhwan, bahkan walaupun mereka faham aqidah shahihah,
tapi mereka tidak membimbing massa awam yang bodoh dengan aqidah itu
hanya karena ingin memperbanyak pengikut. Bahkan mereka memanfaatkan
pengetahuan ini untuk menentang saudara-saudara mereka salafiyyin, yang
orang-orang bodoh memusuhinya dikarenakan berpegangnya mereka kepada
agama ini, sehingga terbaliklah urusannya : mereka memerintahkan kepada
yang munkar dan melarang dari yang ma’ruf. Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Berlanjut bab seputar Salafiyyin dan Jihad Afghanistan –insya Alloh-.
Dialihbahasakan dari ath-Thoriq ilal Jama’atil Umm, cet. II, 1412/1991, Darul Manar lin Nasyr, hal. 137-141
Sumber: http://abusalma.wordpress.com/2007/05/23/dr-%E2%80%98abdullah-azzam-dan-para-penghafal-matan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar