الدكتور عبد الله عزام و الجهاد الأفغاني
DR ABDULLAH AZZAM DAN KLAIM JIHAD AFGHANISTAN
Oleh :
Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh
Jihad
Afghonistan adalah satu-satunya jihad bersenjata yang disepakati oleh
seluruh ulama zaman ini. Yang senantiasa bergema di sekitar DR. Abdullah
Azzam adalah klaim yang tak berujung bahwa Ikhwanul Muslimin-lah
yang merupakan satu-satunya pelopor dan pemicu pertama jihad tersebut
dan mendukungnya dengan harta dan jiwa. Sementara jama’ah-jama’ah lain
hanya bisa bersikap pasif. Inilah rahasia mengapa syaikh hanya
melambungkan popularitas sebagian mujahidin ke seantero dunia sementara
sebagian lainnya ditutup-tutupi peranannya. Hal ini tidak lain dan tidak
bukan adalah karena manhaj dan ikatan mereka bukanlah manhaj al-Ikhwan.
Kami telah menyebutkan sebelumnya penjelasan hal ini dalam ucapan beliau : ”Yang sangat ingin kujelaskan pada publik adalah bahwa gerakan ikhwanul musliminlah yang menjadi pemicu jihad ini.”
Bukan hanya syaikh ’Abdullah ‘Azzam saja yang membuat pengakuan semacam
ini. Tatkala jihad Afghanistan mulai meraih kemenangan, setiap jama’ah
berbondong-bondong mengklaim memiliki peranan yang besar di dalam
menyokong jihad ini untuk dijadikan salah satu sumber kebanggaan dalam
sejarahnya dan agar para da’i dan penyerunya dapat menjadikannya sebagai
alat kampanye untuk memikat para pemuda dan pendukung jama’ah-jama’ah
itu, dan agar masyarakat tahu bahwa dakwah-dakwah lain hanyalah omong
kosong belaka tanpa amalan nyata sementara jama’ah mereka memiliki sikap
tegas yang disertai dengan berbagai pengorbanan. Bahkan orang syiah sekalipun turut mengklaim bahwa mereka lah yang pertama kali menggerakkan jihad ini!!!
Siapakah yang menggerakkan jihad Afghanistan?
Jawab
: Setiap kelompok mengklaim bahwa merekalah yang menjadi penyebab jihad
tersebut, tetapi kita dapat mengatakan bahwa rakyat Afghanistan
memiliki sejarah yang penuh dengan peperangan dan pertempuran.
Sebagiannya bercorak agama dan sebagiannya lagi bercorak nasionalisme.
Yang penting, rakyat tersebut memiliki cukup persiapan untuk berperang.
Dulu
mereka pernah bangkit menentang kekuasaan Indus (Dinasti Mogul di
India, pent.) di bawah pimpinan Syaikh Ahmad Darroni, lalu berperang
melawan Inggris pada tahun 1838 di bawah pimpinan Daust Muhammad Khan.
Dalam setiap peperangan ini, Alloh memberikan kemenangan kepada mereka.
Mereka juga sering melakukan kudeta melawan penguasa, diantaranya kepada
Raja Syah Sujak dan membunuhnya di jalan-jalan kota Kabul pada tahun
1839. mereka juga membunuh raja Habibullah Khan pada tahun 1909. pada
tahun 1914 mereka memberontak melawan Raja Amanullah, tetapi raja
berhasil menguasai pesawat tempur dan tank sehingga pemberontakan
tersebut dapat dipadamkan. Mereka memberontak kedua kalinya pada tahun
1928 dan dapat menduduki kota Jalalabad sehingga memaksa Raja
mengundurkan diri dari kekuasaannya pada tahun 1929. Hal ini menunjukkan
kepada kita bahwa rakyat Afghanistan sendiri memiliki bakat jihad dan
revolusi sebelum munculnya kelompok Ikhwanul Muslimin.
DR. Abdullah Azzam memandang bahwa al-Ikhwan lah yang memulai jihad ini pada tahun 1975. beliau mengatakan :
وكان
على رأس الحركة آنذاك رباني وسياف و حكمتيار ثم كان الجهاد العام والنفير
الكبير بقد الانقلاب الشيوعي الذي جاء بتراقي نسيان ديسمبر 1978م وقد أعلنه العلماء وانضموا وراء ركب الحركة الإسلامية التي سبقتهم إلى الميدان بثلاث سنوات
”Saat
itu yang menjadi pemimpin gerakan adalah Rabbani, Sayyaf dan
Hekmatiyar, lalu diikuti oleh jihad umum dan mobilisasi besar-besaran
setelah terjadinya kudeta terang-terangan oleh Komunis yang dipimpin
oleh Taraki yang terlupakan pada bulan Desember 1978. para ulama ikut
menyerukan jihad dan bergabung di belakang jejak gerakan Islam yang
telah mendahului mereka ke medan perang 3 tahun lebih awal.”
Kami
katakan sesuai dengan apa yang kami baca, bahwa gerakan yang disebut
oleh Syaikh Abdullah Azzam tidak ada hubungannya dengan gerakan
al-Ikhwan. Gerakan tersebut adalah gerakan independen. Mereka hanya
terpengaruh pemikiran-pemikiran terakhir al-Ustadz Sayyid Quthb dan juga
buku-buku al-Maududi. Orang yang merenungkan ucapan anggota gerakan
tersebut serta cara mereka bergerak akan menyadari pengaruh tersebut.
Sebagai
contoh adalah penentangan syaikh Sayyaf terhadap keikutsertaan dalam
suatu pemilu yang dianggapnya sebagai kekufuran yang mengeluarkan dari
Islam. Pandangan ini menyerupai aliran lain yang tidak sama dengan
pandangan mayoritas al-Ikhwan. Sebab yang terakhir ini (yaitu al-Ikhwan, pent.)
ikut serta dalam berbagai pemilu semenjak tahun 1942. Bahkan Al-Banna
sendiri mencalonkan sebanyak dua kali dalam pemilu. Seandainya mereka
terikat dengan jama’ah al-Ikhwan, tentu mereka tidak akan memiliki sikap tegas seperti ini yang memang seharusnya layak dimiliki sesuai dengan ghirah seorang muslim terhadap syariat-Nya dan semangat untuk membersihkannya dari tawar-menawar murahan.
Contoh
lain adalah sikap mereka terhadap kembalinya Raja Zhahir Syah ke kursi
kepemimpinan, juga sikap mereka terhadap tawar menawar pemerintahan
Najibullah. Mereka menolak turut serta dalam rezim Najibullah walau
cuman seorang menteri, padahal itulah jalan tersingkat menuju kekuasaan
yang dapat menghemat waktu, biaya dan jiwa. Bagi mereka yang mengkaji
sejarah al-Ikhwan semenjak awal berdirinya hingga kini, tentu tidak akan mencium aroma sikap tegas semacam ini.
Semua
fakta di atas tentu saja, dengan menyesal harus ditambah kelalaian
mereka –yakni para pemimpin gerakan di atas- dari sikap mufasholah (pemutusan hubungan) dengan kaum shufiy dan syi’ah,
serta kelalaian mereka dari dakwah kepada tauhid yang berkisar pada
hakimiyah, tentang pemerintahan, sekularisme dan komunisme.
Demikian
inilah yang mengikat pemikiran Syaikh (Abdullah Azzam). Mereka itu
merasa cukup hanya dengan membaca buku-buku Sayyid Quthb yang
mempengaruhi mereka. Demikian pula, mereka banyak mencetak buku-buku
tersebut dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Pashtu dan Persia, lalu
membagi-bagikannya kepada para anggota organisasi mereka. Anda tidak
akan menemukan satupun buku yang berbicara mengenail tauhid secara
lengkap dan terperinci.
Gerakan
mereka ini bernama gerakan ”Jawanan Muslim” atau ”Pemuda Muslim”.
Didirikan di Universitas Kabul pada tahun 1969. Disamping mereka yang
telah disebutkan oleh Syaikh ’Abdullah ’Azzam, gerakan ini juga
menghimpun pemikiran-pemikiran lain serta aqidah yang bervariasi,
seperti syiah dan shufi. Diantara mereka terdapat seorang ulama shufi
yang bernama Maulvi Faidhani serta para pembesar syiah seperti Farid
Akhtar, Muhammad Sulaiman dan Ismail Pasika.
Dr. ’Abdullah ’Azzam melakukan kesalahan ketika beliau menulis bukunya yang berjudul ”Jihad Sya’b Muslim”
bahwa para pemimpin itu (Sayyaf, Hekmatiyar, Rabbani) dimusuhi dan
dilawan oleh kaum shufi semenjak permulaan aktivitas mereka. Beliau
mengatakan pada bukunya hal. 22 :
وفي
مقدمة هؤلاء القادة رباني و حكمتيار وسياف وخالص وقد تربى هؤلاء على كتب
المودودي وسيد قطب وابن تيمية وحاربتهم الصوفية منذ البداية حربا شعواء
يعرفها العامة والخاصة
”Sejak
awal, para pemimpin tersebut : Rabbani, Hekmatiyar, Sayyaf dan Khalish,
mereka semua terdidik di atas buku-buku al-Maududi, Sayyid Quthb dan
Ibnu Taimiyah. Kaum shufiyah memerangi mereka semenjak permulaan dengan
perlawanan luas yang diketahui baik oleh orang awam maupun orang
khusus.”
Saya
katakan : Tidak demi Alloh! Tidak benar demikian. Bahkan nama yang
disebut paling akhir (yaitu Khalish, pent) adalah salah seorang pembesar
shufiyah. Lantas bagaimana mungkin kalangan shufi memerangi mereka
padahal organisasi mereka ini didirikan dengan menghimpun golongan shufi
dan syiah. Hingga kini-pun, organisasi mereka ini masih
mengikutsertakan para syaikh shufi, bahkan organisasi Rabbani sendiri
penuh dengan orang-orang syiah terutama di wilayah Herat, Ghur dan
Bamian. Bagi yang ragu dengan keterangan saya ini silakan anda periksa
dan lihat sendiri wilayah tersebut.
Kebenaran
yang tidak diragukan lagi adalah mereka tidak tertarik kecuali kepada
syirik hakimiyah. Adapun syirik-syirik lainnya, mereka enggan
menyinggungnya, sehingga seseorang tidak bisa memastikan aqidah apakah
yang mereka yakini, karena kebanyakan ceramah-ceramah dan
makalah-makalah mereka tidak pernah terdengar membahas masalah ini,
seakan-akan tidak pernah ada. Saya pribadi tidak dapat mencerna,
bagaimana bisa seorang yang meyakini suatu aqidah dan terikat dengannya
namun tidak mendakwahkannya, tidak menerapkan permusuhan dan benci
karenanya atau mencintai demi membelanya.
Bagaimanapun juga, kita akan kembali kepada pokok bahasan tema kita kali ini, dan mengenai argumen-argumen kami bahwa gerakan ”Jawanan Muslim”
adalah gerakan lepas. Kami memiliki buktinya, diantaranya adalah apa
yang disebutkan oleh salah seorang tokoh gerakan ini, yang bernama DR.
Sayyid Musa Tawana di dalam artikel-artikel yang ditulisnya untuk
Majalah ”al-Mujahidun” yang diterbitkan oleh Jam’iyyah Islamiyyah pimpinan Rabbani, pada edisi no.7 September 1987. beliau berkata :
كان الشباب يطلقون على أنفسهم اسم جوانان مسلم وكان غيرهم ولا سيما الأعداء يطلقون عليهم اسم ( الإخوان المسلمون ) ولا
علم لنا باسم أول من أطلق عليهم هذين الاسمين وأتذكر جيدا أن عددا منا قد
اجتمع في قسم كلية الشريعة وتكلمنا في هذا الموضوع واخترنا اسم (( الجمعية الإسلامية )) لكونـها
قريبة من اسم جماعة الإخوان المسلمون والجماعة الإسلامية في باكستان
وللتمييز بينها وبين هاتين الجماعتين الإسلاميتين العالميتين
”Para
pemuda tersebut menyebut diri mereka ”Jawanan Muslim” sementara selain
mereka, terutama musuh-musuh mereka menyebut mereka dengan ”al-Ikhwanul
Muslimun”. Kami tidak tahu persis manakah diantara keduanya yang lebih
dulu digunakan. Saya ingat betul bahwa beberapa orang dari kami
mengadakan rapat di bagian Fakultas Syari’ah (Universitas Kabul, pent)
untuk membicarakan masalah ini. Kami memilih nama ”Jam’iyyah Islamiyyah”
karena kedekatannya dengan nama ”Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun” dan
”Jam’ah Islamiyyah” di Pakistan, dan sekaligus untuk membedakan antara
jama’ah kami tersebut dengan kedua jama’ah internasional itu.”
Bukti yang paling kongkrit lagi adalah, apa yang dinyatakan oleh Mursyid ’Amm
al-Ikhwanul Muslimun Hamid Abun Nashr yang menyatakan bahwa beliau
tidak terkait dengan mereka, dan bantuan-bantuan yang diberikannya
hanyalah bantuan obat-obatan atau medis, serta bantuan keuangan seperti
yang lain.
Peranan Salafiyyah dalam medan peperangan Afghanistan
Telah
kami sebutkan terdahulu, bahwa ketika jihad Afghanistan mulai
memperoleh kemenangan militer yang besar, berbagai jama’ah saling
’cakar-mencakar’ dalam lapangan dakwah, ingin meyakinkan masyarakat
–terutama para pemuda- bahwa merekalah yang memiliki peranan penting
dalam jihad Afghanistan sementara jama’ah-jama’ah lainnya hanyalah
banyak bicara tanpa beramal (No action talk only).
Kami
telah mengatakan bahwa dalam masalah ini, beberapa bintang pemimpin
bersinar terang di langit media massa Islam, yaitu media yang bercorak ikhwani, sedangkan pemimpin selain mereka tidak (diblow-up).
Cerita-cerita dan gosip yang sampai kepada kami (melalui media massa
ini) adalah bahwa salafiyyun di sana (Afgnanistan) adalah kaum yang
menghalang-halangi jihad. Mereka hanya sibuk dengan masalah kuburan,
bid’ah-bi’dah dan mengkafirkan kalangan awam mujahidin. Bahkan beberapa
gosip yang lebih parah menyatakan bahwa mereka ini adalah kaki tangan
dan antek-antek pemerintahan komunis.
Akan tetapi, seorang syaikh yang bernama Jamilurrahman rahimahullahu, salah seorang pemimpin salafiyyah di Afgnanistan dan amir Jama’ah ad-Da’wah ilal Qur’an was Sunnah
yang didirikan pada tahun 1965 di propinsi Kunar sebelum berdirinya
gerakan yang berfaham ’gado-gado’ ”Jawanan Muslim” selang 4 tahun.
Jama’ah ini memulai dakwahnya dengan manhaj dakwah para Nabi dan Rasul,
menyeru kepada tauhid beserta cabang-cabangnya, memerangi syirik berikut
cabang-cabangnya dan tidak ada keleluasaan sedikitpun di dalam jama’ah
ini bagi kaum sekuler, shufi maupun syiah.
Jama’ah
ini mulai melancarkan jihad bersenjata semenjak tahun 1973, yang
artinya dua tahun lebih dulu dibandingkan ”Jawanan Muslim”, dan pada
saat maklumat pengumuman mobilisasi umum pada tahun 1978, jama’ah ini
bergabung dengan organisasi-organisasi lain yang semuanya bersekutu
dengan nama ”Hizb Islami”. Namun syaikh (Jamilurrahman) berselisih
dengan para pembesar lainnya ketika mereka menghendaki pengkotak-kotakan
tauhid dan aqidah, yakni mereka memperbolehkan membahas kekafiran
komunisme dan syirik tasyri’ namun mereka melarang dari berbicara masalah kesyirikan kaum shufi dan para quburiyun. Mereka melarang berbicara dalam masalah ilhad
kaum shufi dalam masalah asma’ wa shifat, dalam masalah jimat-jimat dan
sebagainya, dengan alasan bahwa hal ini semua dapat menimbulkan fitnah
dan memecah belah barisan mujahidin. Dalam hal ini, silakan anda baca
buku terbitan ”Jama’ah ad-Da’wah” buah tangan Syaikh Jamilurrahman rahimahullahu.
Di dalam buku itui terdapat penjelasan yang memuaskan tentang
sebab-sebab berpisahnya beliau dari aliansi (persekutuan) mujahidin, dan
diikuti oleh kejadian-kejadian berikutnya berupa penindasan dari mereka
yang menamakan dirinya ahlus sunnah.
(Berlanjut dengan wawancara khusus bersama syaikh Jamilurrahman dan Kesaksian pembesar ikhwani terhadap dakwah syaikh Jamilurrahman)
Dialihbahasakan dari ath-Thoriq ilal Jama’atil Umm, cet. II, 1412/1991, Darul Manar lin Nasyr, hal. 141-145
Tidak ada komentar:
Posting Komentar